Akademisi Undana Pertanyakan Bahan Baku Produk Sophia
Akademisi dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Drs Primus Lake, M.
Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
"Mungkin kita butuh tenaga ahli yang benar-benar tahu tentang peracikan sopi atau miras ini. Harus seperti itu. Kalau tidak kita tidak bisa bersaing dengan produk seperti Red Label atau Black Label," ujarnya
"Nah. Kalau kita yang baru mau meracik apakah punya kemampuan atau tidak, atau bisa mendapatkan tenaga yang benar-benar ahli di bidang itu. Itu untuk aspek SDM dan organisasi," tambahnya.
Pada aspek sosial ekonomi. Akan dilihat secara garis besar manfaat hadirnya Sophia ini. Seperti adanya peningkatan lapangan pekerjaan.
"Nah ini diperhadapkan dengan dampak dari kehadiran miras ini. Apakah hadirnya miras banyak orang orang yang produktivitas menurun atau tingginya angka kriminalitas. Harus ada kajian itu dulu," katanya.
Ia juga menilai, harus ada kajian secara akademik dari berbagai disiplin ilmu yang ada sehingga dapat menyimpulkan apakah produk Sophia ini dapat dikatakan layak atau belum.
Menanggapi para dosen yang mempertanyakan terkait ketersediaan bahan baku Sophia, ia sepakat dengan pandangan para dosen tersebut.
Menurutnya, ketersediaan bahan baku sebagai bahan dasar pembuatan produk harus selalu tersedia demi keberlangsungan produksi.
"Bahan baku harus kontinyu nanti bisnisnya tidak jalan. Bagaimana mau produksi kalau bahan baku tidak ada," imbuhnya.
Dalam aspek produksi, jelas dia, harus ada upaya inventarisir jumlah pohon tuak yang produktif dengan kemampuan menghasilkan bahan dasar produksi.
Selain itu, harus dihitung juga berapa UKM di masyarakat yang menyuling sopi yang siap menjadi pemasok bahan baku.
"Kira-kira dia mampu menyuplai bahan baku untuk industri sopi ini atau tidak?. Kalau Tidak kita produksi awal, lalu tunggu lagi setelah bahan baku datang lalu kita produksi lagi," katanya.
Selain itu, pemantik diskusi lainnya, Dr Ely Ly, M.Si dalam sesi diskusi mengatakan, dari aspek sosial budaya sopi dan miras lokal lainnya tidak bisa dihilangkan karena banyak digunakan sebagai pengantar dalam ritual adat.
Namun, sebagai sebuah industri nantinya, proses produksi harus berjalan terus dengan ketersediaan bahan baku.
"Industri tidak bisa seperti itu, dia nganggur dia harus menanggung biaya pekerja, penyusutan dan lain-lain dan itu membuat beban biaya menjadi tinggi. Nah itu kalau kita lihat dari sisi bisnis," paparnya.
Untuk promosi produk, diakuinya, promosi akan semakin masif dilakukan saat produk ini telah selesai di produksi dan siap dipasarkan.