Akademisi Undana Pertanyakan Bahan Baku Produk Sophia
Akademisi dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Drs Primus Lake, M.
Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Akademisi dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Drs Primus Lake, M.Si mempertanyakan bahan baku produk Sophia, Selasa (30/4/2019).
Sophia (Sopi asli) merupakan produk minuman keras khas NTT yang akan segera diluncurkan pada Juni 2019 ini oleh Pemprov NTT bekerjasama dengan Undana Kupang dan telah dilakukan MoU pada Senin (1/4/2019) lalu.
Primus yang juga dosen senior di kampus itu menjelaskan, jika Pemprov NTT membeli bahan baku pembuatan Sophia berupa nira yang disadap dari pohon tuak oleh masyarakat maka tidak ada persoalan.
• BREAKING NEWS- Kakek Baltasar Ditemukan Tewas di Persawahan Bobe Oika TTU, NTT
Namun, jika Pemprov NTT membeli produk sopi maka akan dihadapkan pada persoalan kualitas dan ramuan untuk pembuatan sopi do Timor yang berbeda-beda.
"Di daratan Timor, paling banyak produksi sopi di Insana (Kabupaten TTU), biasanya disebut Tua Nakaf Insana (TNI) lalu ada sopi nama 'Tetes', ini hasil penyulingan TNI. Semua ini tidak kosong. Tapi ada campur akar-akar," paparnya dalam diskusi FISIP Corner yang bertemakan 'Layak kah Produk Sopia NTT' di lobby FISIP Undana Penfui Kota Kupang.
• Pelajar SMP di Manggarai Timur Bunuh Diri di Pohon Asam, Begini Penjelasan Orangtuanya
Hampir seluruh daerah di NTT ini memproduksi miras jenis sopi. Masing-masing daerah pun memiliki ciri khas dan kandungan alkohol yang berbeda-beda.
Sehingga, lanjut Primus, tentunya akan mempengaruhi kualitas dari produk Sophia nantinya.
"Itu juga harus dikaji oleh pemerintah. Apakah layak atau tidak. Kalau membeli produk rasanya lain-lain. Kemudian. Kalau pemerintah membeli dari masyarakat ada juga di dorong untuk bangun KUD. Kalau diolah harga satu juta kita punya orang akses Rp 1 juta tidak bisa," katanya.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Endang E. Giri, MBA, menurutnya, pasokan bahan baku Sophia dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan produksi Sophia.
Pasalnya, kata Endang, jumlah pohon tuak dan nira kemungkinan belum diinventarisir jumlahnya secara pasti.
Selain itu, dalam konteks kebudayaan, saat ini banyak anak muda yang enggan menggantungkan hidupnya dari menyadap tuak.
"Budaya anak muda untuk panjat pohon tuak sudah menurun dan dia malu. Ini harus dibahas sebelum dia layak atau tidak," tegasnya.
Dari sisi bisnis dan persaingan, diwacanakan produk Sophia akan diekspor ke Timor Leste dan Australia, menurutnya hal ini tidak mudah terlebih dengan harga yang akan dibanderol Rp 1 juta.
Endang menjelaskan, di kedua negara tersebut juga menjadi target pasar perusahaan miras dari berbagai negara dan mempunyai produk miras sendiri.