Salam Pos Kupang

Tuntaskan Masalah Logistik Pemilu

Mudah-mudahan ekspedisi yang mengangkut logistik pemilu bergerak cepat agar distribusinya tuntas sampai ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebelum hari

Editor: Ferry Jahang
KOMPAS.COM
Ilustrasi pemilu 

Tuntaskan Masalah Logistik Pemilu

TINGGAL 34 hari lagi warga negara Indonesia yang telah memiliki hak memilih dan dipilih mengikuti pesta demokrasi lima tahunan, pemilihan umum legislatif (DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) serta pemilu Presiden.

Lembaga penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal 17 April 2019 sebagai hari pelaksanaan Pemilu.

Walau limit waktunya semakin singkat, distribusi logistik belum tuntas. Di Provinsi NTT, ada lima kabupaten yang belum menerima logistik yakni Malaka, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Alor dan Sumba Tengah.

Menurut KPU Provinsi NTT, surat suara untuk lima kabupaten ini sedang dalam perjalanan.

Kita berharap logistik pemilu untuk lima kabupaten segera tiba.

Mudah-mudahan ekspedisi yang mengangkut logistik pemilu bergerak cepat agar distribusinya tuntas sampai ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebelum hari H.

Kita juga berharap proses sortir dan pengepakan kembali berjalan lancar sehingga pesta demokrasi lima tahunan ini tidak menyisakan masalah.

Kita patut belajar dari pelaksanaan Pemilu 2014 yang distribusi logistiknya agak kacau.

Saat itu Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan manajemen logistik berhubungan langsung dengan para pemilih sedikit kacau.

Distribusi logistik terlambat atau tertukar membuat semua jadi berantakan.

Mudah-mudahan masalah tahun 2014 lalu dijadikan bahan evaluasi dalam manajemen logistik pemilu 2019 jauh dari masalah.

Pengalaman tahun 2014, masalah itu bermula dari ketidakberesan perencanaan. Dari segi DPT masih banyak pemilih yang tidak terdaftar atau terdaftar ganda.

Contohnya, orang yang sudah meninggal masih mendapatkan formulir C6 (surat undangan) atau seorang pemilih mendapatkan dua lembar C6.

Akibatnya seorang pemilih, apabila tidak bertanggung jawab, bisa mencoblos dua kali.

Sistem komputer Komisi Pemilihan Umum tidak mampu mendeteksi permasalahan seperti ini karena hanya memunculkan data agregat kependudukan.

Hasil pantauan JPPR, ada 281 TPS yang tidak menempelkan data DPT. Hal ini menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pelaksanaan pemilu.

Tidak adanya DPT memunculkan risiko terjadi manipulasi suara karena penyelenggara pemilu setempat tidak mengetahui jumlah pemilih yang datang.

Permasalahan ini muncul karena baik KPU maupun Bawaslu tidak memiliki pengawasan yang berorientasi pada pencegahan. Surat suara tertukar terjadi di sejumlah tempat di seluruh Indonesia.

Untuk itu penyelenggara harus betus-betul ekstra melakukan pengawasan. Kotak suara perlu diperiksa ulang setelah sampai di kabupaten/kota, sehingga tidak terjadi hal-hal seperti tertukarnya surat suara antar dapil dan lain-lain.

Terlambatnya logistik dan kecerobohan memilah surat suara mengakibatkan terjadinya pemilu tunda dan pemungutan suara ulang.

Kita berharap hal-hal ini tidak terjadi di NTT khususnya dan Indonesia umumnya. Semoga. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved