Opini Pos Kupang
Quo Vadis Pengelolaan Dana Desa di TTS, Harapan Menuju Satu Desa Satu Produk Bisnis
Itu berarti setiap desa kurang lebih mendapat dana Rp 1 miliar per tahun dan dipenghujung masa jabatan
Ada embung yang telah dibangun tetapi belum semuanya dimanfaatkan dengan baik, serta ada rumah sehat yang dibangun tetapi KK yang mendapat bantuan terkesan salah sasaran. Ada BUMDes yang dibentuk namun lebih banyak diarahkan untuk usaha simpan/pinjam (belum dikelola secara optimal), sedangkan unit usaha pariwisata dan unit usaha perantara jual beli hasil bumi/holtikultura sebagai dampak dari pengembangan produk unggulan lokal belum banyak dilirik.
Pilihan penggunaan dana desa cenderung diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur jalan desa, karena penyerapan dananya lebih cepat, walaupun kualitasnya tidak cukup memadai baik dikarenakan waktu pelaksanaan yang sangat mendesak akibat ketidaktaatan terhadap siklus penggunaan dana, maupun karena faktor X lainnya.
Walaupun demikian, publik masih sangat menaruh harapan yang besar kepada kepala desa sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) memiliki kapasitas sosial, kapasitas politik dan kapasitas kepemimpinan yang mumpuni serta komitmen moral dan panggilan nurani yang kuat agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (melalui pengeloaan dana desa secara bertanggungjawab dan akuntabel dan bukan sebaliknya).
Permasalahan ini semakin kompleks karena masih ada tenaga Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) dan Pendamping Desa Tenaga Infrastuktur (PDTI) dan Pendamping Lokal Desa (PLD) yang kurang kompeten dan kurang maksimal dalam pelaksanaan tugas pendampingan.
Apalagi pendamping desa tidak berdomisili di desa dan/atau jarang ke desa. Sebaiknya perekrutan tenaga pendamping desa diserahkan kepada kabupaten untuk berproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam kondisi seperti ini, sangat dibutuhkan peran aktif dan kreatif dari camat untuk melakukan koordinasi, pendampingan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa di wilayahnya dan tidak melihat sebagai tugas OPD kabupaten dalam hal ini Dinas PMD semata dan tim verifikasi pada Dinas PMD kabupaten dalam melakukan verifikasi dengan menggunakan prinsip cepat, tepat dan tuntas.
Camat harus menghindari keengganan untuk memaksimalkan koordinasi dan pembinaan serta pendampingan karena takut dinilai mengintervensi penggunaan dana desa yang menjadi kewenangan kepala desa dan perangkatnya.
Seyogyanya camat memainkan peranan secara optimal, kreatif dan inovatif karena sesuai amanat Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, salah satu tugas camat adalah melakukan koordinasi dan pendampingan pembangunan di desa.
Idealnya camat mendorong kepala desa untuk membangun jejaring positif dengan instansi teknis tingkat kecamatan maupun kabupaten dalam mengawal dan memberikan pertimbangan teknis pada saat musdes, serta diverifikasi oleh tim verifikasi pada Dinas PMD yang konsisten, komit, tidak memperpanjang birokrasi dan memperhatikan siklus penggunaan dana desa, yang akan sangat menolong pemerintah desa dalam membangun desa menuju desa sejahtera.
Untuk memperkuat peran camat dalam memonitor pengelolaan dana desa dan sekaligus sebagai upaya penyederhanaan birokrasi pengelolaan dana desa yang dewasa ini cenderung telah mengalami patologi/penyakit birokrasi akut, maka kewenangan untuk memverifikasi penggunaan dana desa, tanpa bermaksud mengabaikan atau mengurangi eksistensi dari OPD teknis tingkat kabupaten, sebaiknya didelegasikan/diserahkan kepada camat dan tim verifikasi tingkat kecamatan, agar bisa linear dengan rekomendasi pencairan dana desa oleh camat.
Dalam konteks ini Pemda secara tidak langsung telah men-drive sejumlah pelayanan publik melalui verifikasi pengelolaan dana desa langsung/dekat kepada desa, melalui proses verifikasi dengan porsi kewenangan lebih besar berada di tingkat kecamatan. Namun harus diatur agar kecamatan mesti tetap berkoordinasi dan berkonsultasi dengan OPD teknis terkait di tingkat kabupaten.
Ada desa yang berhasil dalam pengelolaan dana desa di Kabupaten TTS. Tidak dapat dipungkiri ada juga desa yang berhasil dalam memanfaatkan dana desa karena komitmen moral dan integritas kepala desa dan perangkat desa dalam merencanakan dan memanfaatkan dana desa dan mempertanggungjawabkan dengan baik bagi kemajuan pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Desa-desa yang telah berupaya melakukan pengembangan produk unggulan kawasan perdesaan (Prukades) antara lain: Desa Loli Kecamatan Polen (usaha madu berkualitas dan hiegenis), Desa Fatu'ulan Kecamatan KiE (usaha bawang, kentang dan wortel), Desa Nenas Kecamatan Fatumnasi (usaha bawang, wortel, kentang dan kuenter).
Desa Mutis, Desa Nenas, Desa Koenoel, Desa Enonapi Kecamatan KiE Pengembangan tenun ikat, Desa Tunua Kecamatan Mollo Utara, Pengembangan Pertanian dan rintisan pemanfaatan sisa batu marmer untuk kerajinan tangan. Desa Tublopo Kecamatan Amanuban Barat pengembangan holtikultura bekerja sama dengan LSM Gerbang Emas dan WFI. Desa Sunu Kecamatan Amanatun Selatan usaha persewaan dan perbengkelan. Desa Nunleu Kecamatan Amanatun Selatan pengembangan tenun ikat dengan sistem pencelupan benang secara alami.
Desa Toi Kecamatan Amanatun Selatan pengembangan kebun hidroponik. Desa Fatumnasi Kec. Fatumnasi pembuatan minyak gosok dengan bahan/ramuan lokal, Desa Nununamat Kecamatan Kolbano, Pembuatan meja/kursi dan kerajinan rumah tangga dari bambu, Desa Fatumnutu Kecamatan Polen, pengembangan holtikultura dan jual beli hasil pertanian oleh Bumdes. Mungkin saja masih ada desa lainnya yang sudah mulai berhasil mengelola dana desa yang belum sempat diinventarisir.
Walaupun desa-desa di Kabupaten TTS dalam mengelola dana desa belum maju seperti di Desa Silawan Kabupaten Belu, Desa Nita Kabupaten Sikka, Desa Minggisari Kabupaten Blitar, Desa Majosari Kabupaten Indramayu. Keberhasilan desa-desa tersebut mestinya menjadi motivasi bagi desa-desa di Kabupaten TTS untuk terus berusaha memanfaatkan dana desa secara lebih baik. Kita Pasti Bisa!