Opini Pos Kupang
Tantangan Pengelolaan Sampah di NTT
Mengapresiasi Gubernur NTT Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat yang telah menempatkan pengelolaan sampah sebagai prioritas utama
Tantangan Pengelolaan Sampah di NTT
Philiphi de Rozari
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana
Universitas Nusa Cendana
PADA media Januari 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merilis penilaian kebersihan sejumlah kota di Indonesia baik kota terbersih maupun kota terkotor.
Menariknya ada beberapa kota di NTT yaitu Kupang, Waikabubak, Ruteng, dan Bajawa dikategorikan sebagai kota terkotor. Respon terhadap publikasi KLHK ini telah mendapatkan tanggapan berbagai pihak.
Pembicaraan hangat seputar persoalan tersebut juga telah mengisi ruang opini pada koran Pos Kupang ini.
Setidaknya penulis mencatat bahwa telah ada sekitar enam opini yang dimuat di media Pos Kupang yang membahas tentang isu kota terkotor ini dalam kurun waktu empat minggu ini.
Romo Maxi Un Bria (PK tanggal 19/01/2019) dengan artikelnya yang berjudul "Kota Terkotor, Media Massa dan Pembangunan" mengulas tentang peranan pers dalam mengawal pembangunan termasuk mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kebersihan lingkungan mulai dari keluarga dan komunitas masing masing.
Rekan saya, Dr. Wilson Therik memuat tulisan dengan judul "Kupang Kota KASIH(AN)" (PK tanggal 22/01/2019).
Pada tulisan ini saudara Wilson menawarkan program untuk merevitasisasi program Kupang Green and Clean (KGC) sebagai suatu gerakan (movement) melalui kampanye kreatif hidup bersih seperti kampanye cegah sampah, kampanye pilah sampah, dan kampanye mengurangi sampah dari makanan dengan memanfaatkan keberagaman potensi warga yang Kota Kupang.
Dr. Marianus Mantovanny Tapung (PK tanggal 26/01/2019) membahas tentang "Politik Ekologi di Kota Sampah", Elvis Albertus Bin Toni (PK tanggal 03/02/2019) menulis artikel tentang "Alasan di Balik Persoalan Sampah di Kota Kupang".
Tulisan yang berjudul "Festival Toilet dan Sistematisasi Penanganan Sampah di Kota Kotor", (PK 06/02/2019) diangkat oleh Egis Radamasri, Lodimenda Kini peneliti IRGSC (PK 07/02/2019) memuat tulisan dengan judul "Mari Menghitung Sampah Kota".
Hal ini menunjukkan bahwa para stakeholder telah menunjukkan kepeduliannya terhadap kebersihan lingkungan di Provinsi NTT.
Untuk itu perlu dicarikan solusi bersama untuk mengatasi persoalan ini dengan tetap memperhatikan kondisi sosial budaya setempat.
Pengelolaan Sampah
Peningkatan volume dan jenis sampah dipengaruhi oleh peningkatan populasi penduduk, perilaku masyarakat, perubahan pola konsumsi masyarakat serta arus urbanisasi.
Peningkatan jumlah sampah perlu dikelola secara terintegrasi dari hulu ke hilir dan melibatkan seluruh stakeholder agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, tidak menimbulkan dampak negatif baik bagi kelestarian lingkungan maupun kesehatan manusia serta dapat merubah perilaku masyarakat.
Secara umum pengelolaan terhadap sampah dapat dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain:
(1) reduce yaitu mengupayakan agar sampah dihasilkan seminimal mungkin,
(2) reuse yaitu memanfatkan kembali secara langsung sampah yang dihasilkan,
(3) recycle yaitu pengolahan kembali sampah yang dihasilkan agar dapat digunakan baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi,
(4) treatment yaitu pengolahan residu sampah yang tidak dapat diproses pada tahapan ketiga agar aman bila dibuang ke lingkungan,
(5) dispose yaitu penanganan sampah yang tidak dapat diolah pada tahap keempat melalui rekayasa teknologi yang baik dan aman, dan
(6) remediasi yaitu merehabilitasi media lingkungan (air dan tanah) yang sudah dicemari oleh sampah dan limbah domestik.
Penanganan sampah menurut UU No.18 Tahun dibagi menjadi pengurangan sampah (waste minimisation) yang meliputi reduce, reuse dan recycle dan penanganan sampah (waste handling) yang meliputi kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.
Fokus utama dari pengolahan sampah adalah pengurangan produksi sampah semaksimal mungkin. Keterlibatan berbagai stakeholder merupakan kunci utama kesuksesan dalam pengelolaan sampah.
Tantangan Pengelolaan Sampah di NTT
Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sampah di NTT antara lain masyarakat, pemerintah baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pihak swasta.
Keterlibatan masyarakat dalam pengolahan sampah terutama dalam pengurangan produksi sampah merupakan kunci utama keberhasilan program pengelolaan sampah ini.
Budaya membuang sampah sembarangan, tidak memilah sampah menurut karakteristiknya, kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan merupakan budaya masih ditemui dalam komunitas masyarakat NTT.
Dalam Undang Undang No.18 Tahun 2008 tugas pemerintah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah, melakukan kegiatan riset untuk mengatasi masalah sampah, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan dan pemanfaatan sampah.
Juga menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, dan melakukan koordinasi antar lembaga, pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah di Provinsi NTT antara lain(1) political will dari para pimpinan daerah dalam memprioritaskan permasalahan pengelolaan sampah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan sampah dan air limbah belum menjadi prioritas utama dalam agenda politik pemimpin daerah. Hal ini dapat terlihat dari alokasi anggaran yang diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan tersebut.
Selain itu belum semua pemerintah daerah sudah mempunyai peraturan daerah yang memfokuskan pada penanganan sampah dan air limbah.
Kalaupun telah ada peraturan daerah yang mengatur tentang persampahan, penerapan aturan tersebut belum dilaksanakan secara baik.
Tantangan kedua adalah terbatasnya sumberdaya manusia (SDM) yang mengerti betul tentang teknis dan manajerial pengelolaan sampah.
Karena pengelolaan sampah belum menjadi prioritas utama, maka pemerintah daerah umumnya belum mempersiapkan secara baik SDM yang handal dalam mengelola sampah.
Penempatan SDM dalam mengelola persampahan harus didasarkan atas latar belakang pendidikan atau pengalaman.
Kondisi real menunjukkan bahwa SDM yang sudah dilatih, dikursuskan dan dididik dalam mengelola sampah di luar NTT tidak ditempatkan kembali di dinas yang mengelola sampah.
Tantangan ketiga adalah proses perpindahan/mutasi personal baik pada tataran teknis maupun manajerial yang sering terjadi.
Kondisi ini menyebabkan tidak ada perencanaan yang berkelanjutan mengenai pengelolaan sampah.
Tantangan keempat adalah pola koordinasi antar instasi yang mengurus persampahan baik dari sisi perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi.
Kadang-kadang pengelolaan sampah diurus oleh beberapa instasi sehingga dapat terjadi everlapping kewenangan atau tidak ada issu yang sempat diurus.
Pengalokasian dana yang terdistribusi di beberapa instasi dapat menyebabkan penanganan sampah dilakukan secara parsial dan tidak fokus sehingga menyebabkan tidak tercapainya output dan outcome.
Dalam pengelolaan sampah peran perguruan tinggi, swasta dan LSM yang ada di NTT belum maksimal. Kajian kajian yang dilakukan perguruan tinggi diharapkan dapat didiseminasikan kepada masyarakat.
Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk memaksimalkan peran perguruan tinggi, swasta dan LSM dalam penanganan sampah.
Tawaran Solusi
Mewujudkan lingkungan yang bersih asri dan bebas dari sampah merupakan impian dari seluruh stakeholder.
Untuk itu solusi yang ditawarkan perlu melibatkan seluruh stakeholder juga sesuai dengan perannya.
Penelitian secara menyeluruh merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh PEMDA agar kita mendapatkan informasi yang komprehensif tentang permasalahan serta alternatif solusi di bidang pengelolaan sampah.
Selanjutkan progam kampanye perlu dilakukan untuk mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sampah.
Peran pemerintah sangat penting dalam hal ini, kunci utama sekali lagi political will dari pimpinan daerah dalam mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengelola sampah.
Untuk hal ini kita perlu mengapresiasi Gubernur NTT Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat yang telah menempatkan pengelolaan sampah sebagai prioritas utama dalam agenda kerjanya.
Semoga agenda ini diikuti oleh pimpinan daerah kabupaten dan kota di NTT. (*)