Renungan Harian Kristen Protestan, 13 Februari 2019: Rahmat Tuhan Selalu Baru Tiap Pagi

Saya kira saat-saat kita mempertanyakan Tuhan di saat-saat yang sulit, justru Tuhan ada dekat-dekat.

Editor: Agustinus Sape
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA 

Allah peduli dengan situasi bangsa kita yang terus bergumul dengan persoalan dan bencana. Beberapa peristiwa memilukan terjadi secara berturut-turut dan menelan ribuan korban jiwa dan harta benda. Tanggal 6 September 2018: Gempa di Sumbawa,  28 September 2018 Tsunami di Palu dan Donggala, 29 Oktober Jatuhnya pesawat Lion Air di Pangkal Pinang. Dan yang terakhir, 23 Desember  Tsunami di Banten dan terjadi lagi gempa di Sumbawa. Secara khusus di NTT curah hujan belum merata, dan udara makin hari makin panas. Tapi juga hujan yang berlebihan di Oesao, Naibonat dan sekitarnya justru membawa bencana bagi para petani dan bisa mengancam gagal panen.

Selain itu juga kita masih bergumul dengan masalah HT, kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai persoalan sosial lainnya. Situasi apapun yang kita hadapi di tahun 2018, mari tetap kita percaya bahwa di tahun 2019, kita tidak berjalan sendiri. Kasihnya selalu baru buat  kita semua.

Kita dan orang lain dapat menghadapi masalah yang sama, tetapi respons terhadap persoalan itu bisa saja berbeda. Sebagai orang-orang percaya kita mesti selalu memiliki pengharapan. Dalam Ibrani 6:19 dikatakan, pengharapan adalah sauh atau jangkar yang kuat dan aman bagi jiwa kita. Pengharapan ibarat jangkar, kita ibarat kapal. Jika jangkar tidak kuat, maka kapal akan miring, bahkan tenggelam. Kata lain dari Pengharapan adalah Asa. Makanya orang yang tidak memiliki pengharapan, dikatakan putus asa. Dan orang yang putus asa tidak memiliki semangat untuk berjuang.

Seseorang pernah mengatakan: “Kita dapat hidup 40 hari tanpa makanan, 8 hari tanpa air, empat menit tanpa udara, tetapi kita dapat mati dalam beberapa detik tanpa harapan”. Pernyataan ini benar, sebab saya ingat ketika tsunami di Banten, ada seorang ibu dan bayinya terjebak dalam reruntuhan bangunan selama 11 jam tanpa makanan, tetapi karena ia memiliki pengharapan bahwa akan datang pertolongan, maka ia terus berteriak dan akhirnya suaranya terdengar dan ia bersama bayinya mendapatkan pertolongan. Sebaliknya orang yang buang diri di jembatan Liliba, terutama karena ia kehilangan pengharapan, bahwa sesuatu yang baik akan datang dalam hidupnya. 

Kita akan terus menjalani hidup di tahun-tahun yang akan datang yang penuh misteri. Ada ramalan bahwa Indonesia bisa dilanda Gempa Maha Dahsyat sampai 9,5 SR. Kalau 6 SR sudah meruntuhkan bangunan dan menelan banyak korban, apalagi 9,5??

Mungkin kita akan dikejutkan dengan berbagai peristiwa yang tidak diramalkan sebelumnya dan peristiwa-peristiwa itu membuat kita kehilangan banyak hal.

Namun nasehat pengharapan Yeremia ini dapat meneguhkan iman kita, bahwa : Kasih setia Tuhan tidak pernah berubah. Bahkan kualitas kasih-Nya baru tiap pagi dan akan membuat kita terheran-heran menikmatinya.Tuhan akan menjadi bagian kita, sekalipun segala hal diambil dari hidup kita, tetapi Tuhan yang berkuasa atas dunia ini akan tetap menjadi bagian kita selama-lamanya.Asal kita tetap memiliki pengharapan.

Namun perlu kita ingat bahwa pengharapan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan iman. Karena iman membuat seseorang memiliki pengharapan. Mari kita meletakkan seluruh pengharapan kita dalam dalam Yesus Kristus yang baru saja kita rayakan kelahiranNya, sebab rahmatNya kasihNya selalu baru tiap pagi. Ia adalah Allah yang setia, dan kesetiaanNya tidak pernah berubah sejak zaman dulu, sekarang dan di masa yang akan datang. (*)    

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved