Renungan Harian Kristen Protestan, 13 Februari 2019: Rahmat Tuhan Selalu Baru Tiap Pagi
Saya kira saat-saat kita mempertanyakan Tuhan di saat-saat yang sulit, justru Tuhan ada dekat-dekat.
Oleh: Pdt Dr. Mesakh A P Dethan, MTh, MA
MENGALAMI dukacita beruntun, kehilangan pekerjaan, gagal panen, dicoret dari daftar caleg, masalah datang bertubi-tubi, dari satu kesialan kepada kesialan yang lain kadang membuat orang kecewa, putus asa dan dalam depresi yang berat mempertanyakan penyertaan Tuhan dan kuasa. Bahkan ada yang menggugat dan mempertanyakan keadilan Tuhan.
Waktu pemakaman Tokoh Pers NTT, Damyan Godho, mantan Pemred dan pendiri Harian Umum Pos Kupang, salah seorang sahabat yang memberikan sambutan sempat melontarkan pernyataan bahwa Om Damy pernah menggugat Tuhan pada waktu ia sakit, bahkan di saat duka yang mendalam ketika putra yang ia banggakan, yang bergelar doktor dan masih sangat muda harus pergi untuk selama-lamanya. Tapi dari keraguan akan keadilan Tuhan Om Damy (sapaan akrab beliau) belajar untuk percaya kepada Tuhan.
Saya kira saat-saat kita mempertanyakan Tuhan di saat-saat yang sulit, justru Tuhan ada dekat-dekat. Dan kehadiran-Nya hanya bisa dirasakan dengan mata terpenjam, dengan mata iman yang terarah kepada Tuhan, karena mata biasa kita tidak dapat melihat dan telah menjadi buta oleh karena begitu banyak kesulitan dan permasalahan.
Teks Ratapan 3:21-26 merupakan ungkapan kesedihan yang sangat mendalam dari penulis kitab ini, yaitu Yeremia, baik secara pribadi maupun mewakili kesedihan umat Israel. Yeremia sebagai saksi mata dari peristiwa kemalangan Israel itu, menggambarkan keadaan bangsa Israel dalam syair-syairnya yang sangat memilukan.
• Renungan Harian Katolik, Kamis 14 Februari 2019: Amor Omnia Vincit: Kasih Mengalahkan Semua
• Live Streaming Ajax vs Real Madrid dan PSG vs MU Liga Champions, Kamis Jam 02.30 WIB
• Live Streaming Manchester United vs PSG Liga Champions Jam 03.00 Dinihari WIB
Bayangkan kota Yerusalem, termasuk Bait Allah dan semua yang mereka miliki telah musnah, dan mereka harus dibawa sebagai tawanan dan dibawa ke dalam pembuangan di Babel, belum lagi penderitaan yang dialami di tempat pembuangan.
Di ayat 6 dikatakan: “Ia menempatkan aku di dalam gelap, seperti orang yang sudah lama mati”, ayat 7 Ia menutup segala jalan keluar bagiku. Ayat ini menggambarkan penderitaan yang sangat berat. Menyaksikan sendiri rumah tempat mereka lahir dan dibesarkan terbakar, orang-orang yang dikasihi meninggal, dan yang masih selamat diangkut ke pembuangan (ke tempat yang mereka tidak pernah bayangkan). Bukan untuk rekreasi atau jalan-jalan, tetapi tempat menerima hukuman. Mungkin ada sebagian anggota keluarga tidak ikut bersama, karena meninggal waktu penyerangan, atau terpisah dari mereka karena diangkut secara terpaksa. Ini benar-benar bukan penderitaan biasa, tetapi luar biasa.
Dalam situasi yang sangat memprihatinkan itu, Yeremia tidak hanya meratap, tetapi ia menyampaikan sebuah harapan baru agar umat Israel tidak hanya meratapi nasib mereka, tetapi dalam iman mereka tetap memiliki pengharapan. Dalam situasi yang menyedihkan itu, ada Allah yang terus menerus mengasihi mereka dengan kasih yang kekal.
Di ayat 22 Yeremia menggunakan tiga kata yang maknanya hampir sama, yaitu : kasih setia, rahmat, dan kesetiaan”. Semua kata ini merujuk pada kebaikan Allah, walaupun aspek yang ditekankan berbeda-beda. Kata "kasih setia” dalam Bahasa Ibrani artinya “Rahim”, tempat dimulainya kehidupan baru. Tempat di mana seorang bayi menerima perlindungan dan kasih sayang sebelum lahir. Sedangkan kata “rahmat” (rahămîm) dapat diidentikkan dengan belas kasihan atas orang berdosa atau orang yang menderita. Dan terakhir kata “kesetiaan” (’ĕmûnâh) lebih mengarah pada kepastian atau keteguhan dalam melakukan sesuatu.
Melalui penggunaan tiga kata yang hampir sama ini, Yeremia bermaksud untuk meyakinkan bangsa Israel bahwa sekalipun mereka kehilangan banyak hal, menderita sebagai bangsa yang kalah perang, tetapi kasih Allah tidak berubah.
Kasih setia Allah menjamin bahwa perjanjian dengan umat-Nya akan terus ada. Allah tidak akan membatalkan perjanjian. Rahmat-Nya memastikan bahwa umat Allah yang berdosa tetap mengalami kebaikan-Nya. Kesetiaan-Nya merupakan sauh yang kuat untuk menyandarkan hidup mereka. Kebaikan Tuhan itu tidak hanya akan terus ada (ayat 22), tetapi selalu baru tiap pagi (ayat 23).
Terus-menerus ada dan selalu baru tiap pagi adalah dua hal yang berbeda. Apa yang terus-menerus belum tentu selalu baru tiap pagi, tetapi apa yang selalu baru tiap pagi berarti terus-menerus ada. Kebaikan Allah mencakup dua hal ini: akan terus-menerus ada, selalu baru tiap pagi.
Kata baru yang dipakai untuk menunjukkan kasih Allah bukan menunjuk pada hal yang nampak dari luar seperti baju baru atau sepatu baru, tetapi baru dalam pengertian kualitas atau mutu kasih. Kesadaran tentang kebaikan Allah ini menjadi penghiburan yang teguh, bahkan tatkala dunia ini seakan luruh dan runtuh.
Yang berikut, ayat 24: "Allah adalah bagian kita" : Ayat ini membuat sebuah inclusio dengan ayat 21. Keduanya sama-sama membicarakan tentang pengharapan. Keduanya sama-sama menyentuh bagian terdalam dalam diri manusia (ayat 21 “hati”; ayat 24 “jiwa”).
Ungkapan “kata jiwaku” di ayat 24 dapat dipahami sebagai sebuah pembicaraan dengan diri sendiri. Penerjemah NIV menangkap maksud ini dengan baik pada saat memilih terjemahan: “Aku berkata kepada diriku” (NIV). Dengan terus-menerus mengingatkan diri sendiri bahwa Tuhan adalah bagian kita, kita akan selalu dimampukan untuk berharap.
Kata “bagian” seringkali kita pahami dalam konteks pembagian tanah, harta, atau barang yang lain (Bil 26:53; Mzm 22:19; Ams 16:19), baik melalui undian (Bil 26:53), warisan (Ams 17:2) maupun cara pembagian yang lain (Ams 29:24). Intinya, apa yang dibagikan merupakan milik seseorang sesuai dengan pembagian tersebut. Seseorang tidak perlu merisaukan bagian orang lain. Ia tidak perlu mengingini apa yang bukan menjadi miliknya.
Namun kalimat yang disampaikan Yeremia bahwa “TUHAN adalah bagiannya, ia sedang membedakan TUHAN dengan semua pemberian-Nya. Keberadaan TUHAN dalam hidup kita tidak sama dengan berkat-berkat-Nya, walaupun kita dapat merasakan kasih Tuhan melalui berkat-berkat-Nya, namun bagian terbaik kita adalah TUHAN sendiri, bukan pemberian-Nya, sebab sebagian pemberian TUHAN bersifat sementara, misalnya kesehatan, kekayaan, dan keberhasilan. Semua itu dapat hilang karena kecelakaan, kejahatan, atau kesalahan kita sendiri. Hanya satu yang akan terus ada bagi kita, yaitu TUHAN sendiri.
Ada satu lagu yang suka saya nyanyikan pada saat-saat susah: Allah Peduli, isi syairnya hampir mirip dengan teologi yang disampaikan nabi Yeremia:
Banyak perkara yang tak dapat ku mengerti
Mengapakah harus terjadi
Di dalam kehidupan ini
Satu perkara yang ku simpan dalam hati
Tiada satupun yang terjadi
Tanpa Allah peduli
Allah mengerti
Allah peduli
Segala persoalan yang kita hadapi
Tak akan pernah dibiarkannya
Ku bergumul sendiri
Sbab Allah mengerti
Allah peduli dengan situasi bangsa kita yang terus bergumul dengan persoalan dan bencana. Beberapa peristiwa memilukan terjadi secara berturut-turut dan menelan ribuan korban jiwa dan harta benda. Tanggal 6 September 2018: Gempa di Sumbawa, 28 September 2018 Tsunami di Palu dan Donggala, 29 Oktober Jatuhnya pesawat Lion Air di Pangkal Pinang. Dan yang terakhir, 23 Desember Tsunami di Banten dan terjadi lagi gempa di Sumbawa. Secara khusus di NTT curah hujan belum merata, dan udara makin hari makin panas. Tapi juga hujan yang berlebihan di Oesao, Naibonat dan sekitarnya justru membawa bencana bagi para petani dan bisa mengancam gagal panen.
Selain itu juga kita masih bergumul dengan masalah HT, kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai persoalan sosial lainnya. Situasi apapun yang kita hadapi di tahun 2018, mari tetap kita percaya bahwa di tahun 2019, kita tidak berjalan sendiri. Kasihnya selalu baru buat kita semua.
Kita dan orang lain dapat menghadapi masalah yang sama, tetapi respons terhadap persoalan itu bisa saja berbeda. Sebagai orang-orang percaya kita mesti selalu memiliki pengharapan. Dalam Ibrani 6:19 dikatakan, pengharapan adalah sauh atau jangkar yang kuat dan aman bagi jiwa kita. Pengharapan ibarat jangkar, kita ibarat kapal. Jika jangkar tidak kuat, maka kapal akan miring, bahkan tenggelam. Kata lain dari Pengharapan adalah Asa. Makanya orang yang tidak memiliki pengharapan, dikatakan putus asa. Dan orang yang putus asa tidak memiliki semangat untuk berjuang.
Seseorang pernah mengatakan: “Kita dapat hidup 40 hari tanpa makanan, 8 hari tanpa air, empat menit tanpa udara, tetapi kita dapat mati dalam beberapa detik tanpa harapan”. Pernyataan ini benar, sebab saya ingat ketika tsunami di Banten, ada seorang ibu dan bayinya terjebak dalam reruntuhan bangunan selama 11 jam tanpa makanan, tetapi karena ia memiliki pengharapan bahwa akan datang pertolongan, maka ia terus berteriak dan akhirnya suaranya terdengar dan ia bersama bayinya mendapatkan pertolongan. Sebaliknya orang yang buang diri di jembatan Liliba, terutama karena ia kehilangan pengharapan, bahwa sesuatu yang baik akan datang dalam hidupnya.
Kita akan terus menjalani hidup di tahun-tahun yang akan datang yang penuh misteri. Ada ramalan bahwa Indonesia bisa dilanda Gempa Maha Dahsyat sampai 9,5 SR. Kalau 6 SR sudah meruntuhkan bangunan dan menelan banyak korban, apalagi 9,5??
Mungkin kita akan dikejutkan dengan berbagai peristiwa yang tidak diramalkan sebelumnya dan peristiwa-peristiwa itu membuat kita kehilangan banyak hal.
Namun nasehat pengharapan Yeremia ini dapat meneguhkan iman kita, bahwa : Kasih setia Tuhan tidak pernah berubah. Bahkan kualitas kasih-Nya baru tiap pagi dan akan membuat kita terheran-heran menikmatinya.Tuhan akan menjadi bagian kita, sekalipun segala hal diambil dari hidup kita, tetapi Tuhan yang berkuasa atas dunia ini akan tetap menjadi bagian kita selama-lamanya.Asal kita tetap memiliki pengharapan.
Namun perlu kita ingat bahwa pengharapan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan iman. Karena iman membuat seseorang memiliki pengharapan. Mari kita meletakkan seluruh pengharapan kita dalam dalam Yesus Kristus yang baru saja kita rayakan kelahiranNya, sebab rahmatNya kasihNya selalu baru tiap pagi. Ia adalah Allah yang setia, dan kesetiaanNya tidak pernah berubah sejak zaman dulu, sekarang dan di masa yang akan datang. (*)