Bangkai Kepala Sapi Ditumpuk di Tepi Pantai Oeba, Begini Penjelasan Ketua RT 17 Timotius Jan
Bangkai Kepala Sapi Ditumpuk di Tepi Pantai Oeba, Kota Kupang, Begini Penjelasan Ketua RT 17 Timotius Jan
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Bangkai Kepala Sapi Ditumpuk di Tepi Pantai Oeba, Kota Kupang, Begini Penjelasan Ketua RT 17 Timotius Jan
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Luisa Malelak sedang sibuk mengumpulkan kayu kering di pesisir Pantai Oeba, Kota Kupang, ketika ditemui POS-KUPANG.COM, Senin (11/2/2019) siang. Ia tak sendiri.
Beberapa warga juga sedang sibuk mengais kayu-kayu kering dan potongan-potongan sampah plastik yang berserakan di sepanjang pesisir Pantai Oeba. Sampah tak hanya menutupi pasir pantai.
Beraneka sampah plastik, botol minuman kemasan, dan kayu kering juga berserakan di permukaan tanggul penahan ombak sepanjang kira-kira 700 meter.
• Sudah Usul ke PLN, 82 Desa di Manggarai Barat Belum Dilayani Listrik
Ketika ditanyai di mana tempat bangkai sisa pemotongan hewan ditumpuk, Luisa Malelak, warga RT17/RW04 Kelurahan Faubesi, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang itu langsung menunjuk tempat tersebut.
Dari jauh tampak jelas tulang-belulang kepala sapi ditumpuk menggunung di salah satu sisi tanggul penahan ombak.
• Kejati NTT Beri Waktu Kasus Pidana yang Melibatkan Caleg Hingga Pemilu Selesai
"Itu di sana yang ada tulang-tulang," katanya.
Bau menyengat langsung menyeruak dari arah tumpukan. Lalat beterbangan di sekitar tulang-belulang itu.
Letak pesisir Pantai Oeba memang tak jauh dari lokasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Oeba. Kira-kira hanya berjarak 50 meter ke arah utara.
Luisa menjelaskan bangkai hewan yang ditumpuk itu merupakan bangkai kepala sapi. Menurutnya, kepala sapi yang baru disembelih di rumah pemotongan hewan akan dibawa ke tempat tersebut setiap hari pada pukul
07.30-08.00 Wita. "Dong bawa pakai kereta," ungkapnya.
Menurut kesaksiannya, kepala sapi yang membusuk hingga berulat acapkali mencemari air tawar yang mengalir dari kali (sungai) Oeba.
Mirisnya, air tawar yang sudah tercemar itu juga sebagian dimanfaatkan warga sekitar untuk keperluan membersihkan kandang babi dan keperluan pencucian lainnya.
Karena tercemar, ia pun pernah menegur langsung orang yang sering membuang bangkai kepala sapi di sana, tetapi hasilnya sama saja. Tak berdampak.
Ia menjelaskan penumpukan bangkai kepala sapi di lokasi pesisir pantai itu sudah berlangsung cukup lama.
Luisa mengatakan secara pribadi, ia sudah tak mempersalahkan pihak yang melakukan hal itu sebab ia sudah biasa melihat kondisi tersebut. Apalagi, lanjutnya, tempat itu juga jauh dari pemukiman penduduk dan tidak berdampak langsung terhadap mereka.
"Malu juga karena kami masih keluarga. Jadi kita juga perasaan untuk tegur. Biar sudah," tandasnya.
.
Tobias Ojan Liwu, warga setempat yang ditemui di pesisir pantai juga menandaskan hal serupa. Ia juga tidak pernah menegur langsung secara pribadi.
"Sudah lama sekali," katanya ketika ditanyai berapa lama bangkai hewan itu ditumpuk .
Secara pribadi, ia tidak merasa terganggu dengan bau menyengat dan dampak dari tumpukan bangkai kepala sapi itu karena lokasinya yang agak jauh dari rumah. Namun, katanya, pada musim hujan bau menyengat dari bangkai hewan itu bisa sampai ke pemukiman penduduk.
Setiap hari, kepala sapi yang dibawa dari rumah pemotongan hewan bisa berkarung-karung dan dibawa dengan menggunakan kereta dorong..
Ditemui terpisah di rumahnya, Ketua RT 17, Timotius Jan mengungkapkan bangkai kepala sapi itu memang sengaja ditumpuk di sana dengan maksud hendak dikeringkan sampai menjadi tulang-belulang. Setelah kering, tumpukan tulang itu akan diangkut dari lokasi tersebut guna ditimbang.
Menurutnya, warganya yang bertugas menumpuk kepala sapi di sana memang
mendapat penghasilan tetap dari hasil menimbang dan menjual tulang-tulang itu.
Terkait pencemaran lingkungan yang bisa ditimbulkan dari bangkai sapi itu, lanjutnya, sebagai tokoh masyarakat ia memang tak punya kewenangan lebih untuk melarang penumpukan kepala sapi di wilayahnya.
Hal itu baru bisa dilakukan bila ada surat teguran atau larangan dari pemerintah kelurahan atau kecamatan.
"Kalau mau larang nanti kita tidak ada hak," sahutnya.
Lanjut Timotius, pihak Kelurahan hingga kini memang belum mengeluarkan surat larangan atau imbauan.
"Pemerintah harus buat surat langsung. Selama ini juga tidak ada komplain dari warga," katanya.
Penumpukan bangkai kepala sapi itu, jelasnya, bukan tanggungjawab RPH Oeba. "Bapak itu yang ambil tulang di dalam RPH lalu kumpul di situ," pungkasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)