Renungan Harian Kristen Protestan Senin 11 Februari 2019 ''Pembaharuan Diri Melalui Firman Tuhan''

Orang bisa saja makan pagi di Kupang atau Jakarta, sorenya belanja di Batam dan malam harinya tidur dan buang air kecil di Singapura dan esoknya mengikuti rapat di Amerika.

Dunia terasa sempit saja, soal jarak dan waktu bukan lagi kendala akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Namun modernisasi memiliki dampak positif dan negati baik terhadap kehidupan sosial maupun juga budaya dan agama. 

Secara negatif budaya luhur bangsa Indonesia mulai terkikis oleh budaya asing, terutama dari Amerika, Cina dan belakangan ini dari Korea.

Budaya tradisional dianggap kolot dan kuno, sementara budaya asing dianggap modern dan paling baik.

Dari segi agama orang mulai mengabaikan agama dan cenderung hidup sekuler dan individualistis. 

Kalau kita kembali menelusuri teks alkitab pergumulan yang hampir mirip secara esensinya terjadi pada zaman Nabi Yeremia.

Pada Zaman nabi Nehemia bangsa Israel juga terjebak pada kehidupan dan pola hdup bangsa asing dan melupakan Tuhan dan Firmannya.

Akibatnya mereka dihukum dan dibuang ke Babel.

Kota-kota mereka dihancurkan. 

Dibawah pimpinan Nehemia sebagian orang Israel diisinkan untuk kembali ke Israel dan membangun kembali ke kota-kota mereka.

Di bawah pimpinan Nehemia pula bangsa Israel berhasil membangun kembali tata agama dan politik, membangun tembok yang mengelilingi Yerusalem dan mengadakan upacara pembaruan perjanjian antara umat Israel dan Tuhan

Tetapi untuk bisa hidup kembali di kota yang baru dibangun kembali itu bangsa Israel dituntut untuk memperbaharui diri mereka.

Mereka diminta untuk meninggalkan kehidupan yang cemar dan hidup dalam kekudusan yang dikehendaki Tuhan dan FirmanNya.  

Semula kesadaran akan hidup baik dan kudus ini dipadang aneh oleh sebagian besar orang Israel.