Opini Pos Kupang

NTT dan Stigma Kemiskinan yang Melekat

Bandingkan dengan penduduk miskin yang ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur yang masing-masing daerah

Editor: Dion DB Putra

Konsumsi lauk pauk berupa ikan, daging dan telur masih relatif sedikit. Sedangkan konsumsi rokok lebih besar daripada konsumsi daging dan telur.

Anggara (2015) menggunakan analisis statistik yang lebih kompleks untuk memodelkan data panel kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur periode tahun 2004-2013. Pemodelan yang digunakan adalah Generalized Estimating Equation (GEE) dan Generalized Linear Mixed Models (GLMM).

Salah satu kesimpulan penting dalam penelitian tersebut adalah faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kemiskinan di NTT yaitu faktor pendidikan, ekonomi, dan konsumsi.

Munthe (2019) menggunakan indikator-indikator kemiskinan yang bersumber dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2014 untuk mengidentifikasi karakteristik wilayah desa/kelurahan di NTT. Judul penelitiannya adalah, "Penggerombolan Desa/Kelurahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Menggunakan Algoritma Two Step Cluster (TSC) dan Algortima K-Prototypes".

Peubah yang digunakan dalam penelitian tersebut sebanyak 13 peubah yang terdiri dari 9 peubah numerik dan 4 peubah kategorik. Hasil akhir dari penelitian diperoleh 6 gerombol optimal terbaik berdasarkan indikator kemiskinan yang diteliti.

Gerombol 1, terdiri dari 620 desa/kelurahan, merupakan wilayah-wilayah dengan capaian pembangunan yang rendah berdasarkan indikator kemiskinan yang diteliti dalam penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya persentase keluarga pertanian, rendahnya persentase keluarga pengguna listrik, serta minimnya sarana dan prasarana (pendidikan serta kesehatan) yang ada.

Selain itu, pada gerombol 1 masih terdapat sebanyak 34.19 persen wilayah yang tidak memiliki angkutan umum sama sekali dari total keseluruhan desa/kelurahan pada gerombol ini.

Gerombol 2, terdiri dari 498 desa/kelurahan, memiliki karakteristik yang mirip dengan gerombol 1. Akan tetapi, rasio penerima layanan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) per 1.000 penduduk pada gerombol 2 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gerombol 1. Selain itu, wilayah-wilayah pada gerombol ini tempat buang air besar sebagian besar keluarganya adalah bukan jamban.

Gerombol 3, terdiri dari 749 desa/kelurahan, memiliki karakteristik yang juga mirip dengan gerombol 1.

Persentase keluarga pertanian yang tinggi, persentase keluarga pengguna listrik rendah, serta rasio sarana pendidikan dan kesehatan yang rendah.

Gerombol 4, terdiri dari 144 desa/kelurahan, memiliki karakteristik yang berbeda
dengan gerombol-gerombol lainnya yaitu persentase keluarga pertanian yang tinggi, persentase keluarga pengguna listrik rendah, akses ke menuju kantor camat dan kantor Bupati/Walikota jaraknya jauh.

Akan tetapi sarana dan prasarana pendidikan maupun kesehatan sudah cukup memadai pada wilayah-wilayah desa/kelurahan yang masuk dalam gerombol ini.

Gerombol 5, terdiri dari 647 desa/kelurahan, juga memiliki karakteristik yang mirip dengan gerombol 1, gerombol 2, dan juga gerombol 3. Perbedaannya adalah persentase keluarga pengguna listrik pada gerombol 5 merupakan yang tertinggi dibanding dengan 3 gerombol lainnya. Selain itu, sumber air untuk minum sebagian besar keluarga pada gerombol 5 seluruhnya adalah bersumber dari mata air.

Gerombol 6, terdiri dari 612 desa/kelurahan, memiliki karakteristik dengan capaian pembangunan yang paling baik dibandingkan dengan gerombol-gerombol lainnya.

Persentase keluarga pertanian yang rendah mengindikasikan berkembangnya sektor lain (perdagangan, industri, jasa, dan sebagainya). Persentase keluarga pengguna listrik tinggi, akses di kantor camat dan Bupati/Walikota jaraknya dekat, sumber air untuk minum sebagian besar keluarga adalah sumur/sumur bor/pompa dan juga ledeng dengan meteran.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved