Pdt. Dr Mesakh Dethan: Natal Ibarat Ajang Tes Kegilaan, Apakah Kita Lolos atau Tidak?
Hal itu dikatakannya pada acara Natal Klasis Kota Kupang, Kamis, 10 Januari 2019 di Gedung Gereja Ebenhaizer Oeba,
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dosen Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Pdt. Dr Mesakh Dethan mengatakan Natal ibarat ajang tes kegilaan, apakah kita lolos atau tidak?
Hal itu dikatakannya pada acara Natal Klasis Kota Kupang, Kamis, 10 Januari 2019 di Gedung Gereja Ebenhaizer Oeba, Merdeka Kupang.
"Sebetulnya dalam perayaan Natal tercipta satu kesempatan atau peluang kita lolos dari tes kegilaan massal atau tidak, selain dari makna utama perayaan Natal yang mengingatkan kita akan hikmat Allah yang terwujud dalam diri Yesus, dimana pada satu pihak oleh karena kasihNya kepada dunia (Yoh 3: 16) dan pada pihak yang lain dalam kesederhanaannya yang ditunjukkan kepada kita (Luk 2:4-7)", kata Pdt. Mesakh Dethan.
"Kenapa saya bilang perayaan Natal juga sebagai ajang tes kegilaan massal dan syukur jika banyak dari kita yang lolos darinya? Karena kalau orang sampai pada perayaan Natal orang terkadang menjadi "gila". Banyak kaum perempuan yang tanpa sadar berlomba-lomba memamerkan kemampuan membuat kue bertoples-toples dan beraneka macam dan meng-upload di media sosial bukan untuk menjualnya untuk keuntungan ekonomis, tetapi sekadar mamerkan "kehebatannya". Sebetulnya ini baik juga bahwa menunjukkan mereka juga bisa buat kue dan memanfaatkan waktu luang dengan baik, kecuali jikalau ada unsur pamer nah itu yang salah," tandas Mesakh Dethan.
Menurut Doktor lulusan Jerman ini tidak sedikit anak muda di kota Kupang ini pada musim Natal apalagi menjelang mau memasuki kunci tahun, ramai-ramai mengubah knalpot motornya menjadi "knalpot motor racing" yang suaranya meraung-raung memekakkan telinga.
Keluarga-keluarga yang punya uang banyak berlomba-lomba adu petasan dan kembang api yang diluncurkan ke udara, semakin besar dan lama bunyinya semakin bangga. Bunyi petasan yang mengganggu orang lain, terutama orang-orang tua yang lagi sakit adalah bentuk "kegilaan".
"Bahkan kalau kita amati dengan seksama, perayaan Natal yang diselenggarakann oleh kelompok-kelompok dan keluarga-keluarga, perayaannya misalnya Natal baru akan berlangsung lusa, dua hari sebelumnya yakni hari ini dan esok bunyi musiknya sudah bergema meraung-raung di seluruh kampung, sehingga banyak orang terganggu istrahat siangnya atau bahkan malam hari. Ini juga suatu kegilaan. Seoralah-olah perayaan natal adalah kesempatan kita menggganggu orang lain. Jika kita merayakan Natal seperti itu, maka itu bukanlah perayaan Natal yang berhikmat," demikian Mesakh Dethan.
Karena menurut mantan Wartwan Pos Kupang ini dengan perayaan Natal sebetulnya menolong kita juga untuk mengosongkan diri untuk memahami dunia orang lain.
Kristus meninggalkan kemuliaan surgawi untuk merasakan suka duka kehidupan dunia. Kita juga terpanggil untuk meninggalkan dunia kita sendiri, kesenangan kita sendiri, demi orang lain, demi kita lebih merasakan dunia orang lain.
"Jadi saudara-saudari bagaimana kita berhikmat. Hikmat yang kita pakai hendaknya kita berhikmat yang datang dari Kristus, hikmat yang mengosongkan, diri artinya kita juga bisa merasakan dunia orang lain. Bagaimana kita bisa merasakan perasaan orang lain, keinginan orang lain, unek-unek orang lain. ini yang disebut kita mengosongkan diri. Bagaimana rekan-rekan sepelayanan saling memahami perasaan satu sama lain, saling mengosongkan diri. Pertengkaran-pertekaran yang tidak perlu dalam pelayanan kalau orang orang mampu mengosongkan diri, merendahkan diri demi pelayanan kepada Kristus. Bagaimana kita bisa saling menerima dan menghargai satu dengan yang lain dengan tulus, tanpa basa-basi, dan embel-embel dan ada maunya. Ini yang disebut dengan hikmat dari Tuhan, dan kita menjadikan Yesus Kristus hikmat bagi kita. Kita memahami orang lain, untuk kita dapat bertumbuh bersama dalam hikmat Kristus," demikian Mesakh Dethan.
Lebih jauh Mesakh Dethan menjelaskan, melalui kerendahan hati dan pengorbanan diri, Yesus melaksanakan rencana Allah untuk menyelamatkan manusia.
Begitulah hikmat Allah yang berbeda dengan hikmat dunia. Itulah sebabnya Paulus menyebut Yesus sebagai hikmat Allah bagi Kita (I Kor 1: 30a) dan kekuatan Allah bagi kita (1 Kor 1:24). Pandangan ini paulus membedakan dengan hikmat Yahudi (hokhma atau hakham) dan hikmat Yunani (sofia), karena Paulus menghubungkan dengan salib, pengorbanan atau kasih.
Menurut Penafsir F.W. Grosheide dalam The new International Commentary on the NT bagi hikmat Yunani seorang Juruselamat yang mati di salib dianggap tidak masuk akal.
Salib dianggap stamblingblock (batu sandungan). Sedangkan bagi Manford George Gutzke perendahan diri Yesus bagi Paulus harus tidak dapat dipahami dengan hikmat dunia tetapi melalui hikmat Allah yang bisa diterima hanya dengan iman (band 1 Kor 2:13).
Johanes Calvin menjawab mengapa Kristus oleh Paulus dianggap sebagai hikmat Allah bagi kita, karena di dalam Kristus Allah telah menyatakan dirinya secara penuh dan sempurna (band. Kolose 2:3).
Natal bukan semata mengenang kelahiran Yesus sebagai bayi di dalam palungan, atau sekadar hura-hura dan pesta pora, atau cari kesempatan untuk bikin ribut dengan bakar petasan untuk kagetkan orang atau raungan knalpot motor racing untuk cari perhatian, tetapi Natal sesunggunya adalah kesempatan untuk merenungkan kehidupan Yesus yang penuh hikmat dan yang oleh Roh Allah.