Opini Pos Kupang
Menafsir Intoleransi Guru
Hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah tahun 2018 cukup mengejutkan.
Kedua, perlunya pemerataan baik dalam hal peningkatan kompetensi maupun kesejahteraan guru. Fakta menunjukkan, guru PNS apalagi yang juga memperoleh sertifikasi, mencapai tingkat kesejahteraan yang cukup baik.
Meski demikian, kinerja yang dihasilkan tidak sejalan dengan peningkakan kesejahteraan. Mereka bahkan kerap menjadi begitu santai karena `dibantu' guru honorer yang sungguh bertarung untuk dapat mempertahankan hidup.
Hal lain yang mengkuatirkan, dalam kaitan dengan pelatihan dan pendidikan, kerap guru honorer pun dianaktirikan. Minimnya kapasitas ini bukan tak mungkin menjadi celah masuknya pemikiran intoleran.
Tendensi menjadi tertutup dan hanya mengakui kebeneran sektorial akan menjadi
akibat lain yang muncul sebagai kelanjutannya. Untuk itu pemerataan dan perlakuan yang adil terutama kepada guru honorer akan menjadi tablet mujarab menyembuhkan masyarakat dari tendensi sikap intoleran.
Fakta membuktikan, pengajaran intoleran kerap hadir dan disebarluaskan oleh guru yang tak terjamah baik kesejahteraan maupun kompetensinya. Fakta lain juga menunjukkan bahwa tidak sedikit guru TK (yang direkrut seadanya demi menjalankan PAUD) memiliki kadar intoleransi yang lebih tinggi dari guru tingkatan lainnya. Pemerataan karena itu bersifat sangat urgen.
Ketiga, intoleransi akan kian menipis sejalan dengan kontrol atas proses perekrutan dan pendidikan para guru. Jaminan hidup yang semakin menggiurkan yang diberikan kepada guru mestinya diikuti dengan proses seleksi yang ketat sehingga hanya pribadi terbaik dengan kompetensi kepribadian yang mengagumkan dapat menjadi guru.
Kita kita mengimpilkan bahwa lembaga pendidikan guru tidak dibangun seadanya dan terkesan boleh dibangun siapapun, tetapi merupakan institusi terpilih dengan program unggulan (termasuk pelajaran multikulturalisme terutama intereligiusitas) serta pengawasan yang ketat.
Mereka digembleng karena yakin bahwa guru adalah profesi satu-satunya yang menjadi tempat lahir semua profesi lain. Karena itu penataan pendidikan guru adalah pembentukan wadah kokoh untuk semua profesi lain.
Intoleransi yang meluas mesti mengkhawatirkan tidak saja diletakkan sebagai awasan agar membenahi pendidikan guru kita secara lebih sistematis, tetapi juga menjadi sebuah kejadian yang perlu ditafsir secara lebih konstruktif sebagai sebuah peluang untuk membenahi para calon guru kita. *