Prevalensi Stunting di NTT Ternyata Paling Tinggi di Indonesia. Inilah Penyebabnya
Prevalensi stunting di NTT terdiri dari bayi dengan kategori sangat pendek 18 persen dan pendek 22,3 persen.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,3 persen, tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Angka tersebut di atas prevalensi stunting nasional sebesar 29,6 persen.
Prevalensi stunting di NTT terdiri dari bayi dengan kategori sangat pendek 18 persen dan pendek 22,3 persen. Demikian hasil Pantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 yang telah dipublikasi. Hingga kini belum ada penanganan khusus terhadap balita penderita stunting.
Stunting erat kaitannya dengan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Baca: Link Live Streaming Liga Champions Inter Milan vs Barcelona Pukul 03.00 WIB Malam Ini
Baca: Ramalan Zodiak Esok, Rabu 7 November 2018, Aries Penuh Romansa, Capricorn?
Baca: Jadi Drama Korea Pertama yang Tayang di Youtube, Ini 4 Fakta Drakor Top Management
United Nations Childrens Fund (UNICEF) mendefinisikan stunting sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran World Health Organization (WHO).
Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk. Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
Di Kota Kupang, sebanyak 233 balita mengalami stunting. Hal itu berdasarkan Laporan Bulanan Rekapitulasi Penimbangan Bayi Balita di 11 Puskesmas per September 2018.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang melalui Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, I Gusti Agung Ngurah Suarnawa menjelaskan hasil tersebut diketahui setelah pengukuran pada 1.723 balita dari sasaran target balita sebanyak 23.525 balita.
Kepala Puskesmas Oesapa, Kota Kupang, dr. Trio Hardhina mengungkapkan, stunting di wilayahnya mencapai 34 balita terhitung sejak bulan Januari-September 2018. Balita yang mengalami stunting tersebar di Kelurahan Lasiana, Kelapa Lima, Oesapa, Oesapa Barat dan Kelurahan Oesapa Selatan.
Data stunting di Kabupaten Kupang belum ada. Namun Kepala Puskesmas Camplong, Kecamatan Fatuleu, Hermenigido Soares mengungkapkan, dari data gizi buruk tahun 2017, tercatat 13 orang.
Santy Nuryanti Toy menambahkan, data gizi buruk tahun 2017 di Fatuleu tercatat 13 kasus. Walaupun penanganannya dilakukan sangat cepat dan tidak sampai kematian tapi ini menjadi persoalan serius. "Kasus gizi buruk itu imbasnya ke stunting," kata Santy.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dr. Eirene Ina Dwika Ate melalui Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Rina Kusumaningrum menjelaskan, saat ini pihaknya masih melakukan survei stunting. Survei dilakukan sejak September dan ditargetkan selesai Desember 2018.
Menurutnya, balita yang sudah disurvei sebanyak 6.899 orang. Petugas mendatangi rumah ke rumah mencari balita. Rina mengatakan, pada tahun 2017, Kementerian Kesehatan melakukan survei stunting di TTS dengan menggunakan sampel 30 desa
yang tersebar di lima kecamatan.
Dari hasil survei tersebut, diketahui angka stunting untuk Kabupaten TTS mencapai 53,4 persen, lebih kecil dari tahun 2016, yakni 57,3 persen. "Kalau dari survei Kementerian Kesehatan sendiri, angka stunting di kabupaten TTS cenderung mengalami trend penurunan dari 2016 ke 2017. Walaupun penurunannya tidak signifikan, namun hal ini menunjukan adanya perubahan pola hidup dari masyarakat menuju pola hidup sehat," ujar Rina, Kamis (1/11/2018) lalu.
Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) juga belum memiliki data terkini tentang stunting. Pihak Dinkes hanya memiliki data penderita stunting tahun 2017.
"Kami belum memiliki data stunting. Kami sudah rapat juga supaya teman-teman dari puskesmas dapat mengumpulkan data stunting supaya kita bisa mengetahui," kata Pengelola Gizi Dinas Kesehatan TTU, Landa Nahak.