Berita NTT
Lahan HGU Digunakan Perusahaan Lain! PT PKGD Siap Mengadu ke KPK
saat PT. PKGD akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam surat menteri ATR/BPN tersebut, terdapat banyak sekali kendala yang
Penulis: Edy Hayong | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS KUPANG.COM, Edi Hayong
POS KUPANG.COM I KUPANG----PT Puncak Keemasan Garam Dunia (PKGD) yang telah mengakuisisi saham PT.Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS) atas lahan hak guna usaha (HGU) nomor : 6 di Kelurahan Babau, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT, akan mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengaduan ini dilakukan karena HGU yang ada digunakan oleh perusahaan lain tanpa sepengetahuan PT PKGD.
Baca: Panitia Seleksi CPNS Lembata Verifikasi Berkas
Baca: Kasus Pembacokan di Atambua dalam Penyidikan Polisi
Juru Bicara Kuasa Hukum PT PKGD, Hendri Indraguna, kepada wartawan usai mengikuti sidang di PTUN Kupang, Selasa (16/10/2018) mengingatkan bahwa pihaknya tidak gagal paham bahwa PT.Panggung Guna Ganda Semesta 2017 berbeda dengan PT.Panggung Guna Ganda Semesta 1992, yang mana letak perbedaannya ialah perihal kepemilikannya.
PT. Panggung Guna Ganda Semesta 2017 sepenuhnya atau 100 persen telah di ambilalih dan dimiliki oleh PT. PKGD. Bahwa proses pengambil alihan PT. PGGS oleh PT. PKGD telah melalui Prosedur perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang benar.
Menurutnya,sebelum dilakukannya proses Akuisisi saham PT.Panggung Guna Gandasemesta oleh PT PKGD telah dilakukan koordinasi antara Panggung Guna Ganda Semesta lama/Penjual dengan kementrian ATR/BPN maupun BPN Kupang mengenai tindak lanjut penertiban tanah terindikasi terlantar (bukan tanah terlantar) sampai dengan akhirnya pada 15 September 2017 terbitlah surat dari Kemenko
Maritiman dengan nomor : S-72-001/02/Menko/Maritim/IX/2017 yang mana isinya disepakati pengelolaan HGU Panggung Guna Ganda Semesta dikerjasamakan dengan PT. PKGD dan kepada menteri ATR berkenan menyelesaikan status HGU sesuai peraturan perundang-undangan. Atas hal tersebut diatas kemudian pada 20 September 2017 menteri ATR/BPN menerbitkan surat dengan nomor : 3454/35.2.700/IX/2017 yang isinya terhadap obyek HGU PGGS dimaksud dikeluarkan dari database tanah terindikasi terlantar.
"Pada saat PT. PKGD akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam surat menteri ATR/BPN tersebut, terdapat banyak sekali kendala-kendala yang kami alami yaitu Izin Amdal dan Izin-izin kami yang lain hingga saat ini belum dikeluarkan. Adanya informasi-informasi yang menyesatkan dan beredar di masyarakat yang diantaranya informasi bahwa PT. PKGD yang katanya akan menggusur Rumah-rumah
warga, Gereja, Sekolah,mengambil sawah dan mengusir warga dari lahan HGU No.6 sehingga terjadi kegaduhan dan penolakan besar-besaran di tengah masyarakat yang menimbulkan banyak reaksi negatif," tegasnya.
Hendri mengatakan,adanya perusahaan yang melakukan kegiatan tambak garam diatas lahan HGU No.6 padahal mereka bukan pemilik lahan serta emreka juga tidak memiliki izin pendukung dalam melakukan kegiatan tambak garam tersebut.
Selain itupihaknya juga bingung mengapa Perusahaan seperti itu yang dianggap benar bahkan didukung oleh Pemerintah Daerah, sedangkan pihaknya pemilik lahan yang sah malah sulit mendapatkan Izin-izin.
" PT. PKGD sangat taat dan menghormati hukum. PIhaknya tidak akan pernah melaksanakan kegiatan tanpa ada izin-izin dari yang berwenang karena akan berpotensi masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan ini. Kalau kami lakukan kegiatan Industri Garam tanpa izin, maka akan terkena sanksi pidana terhadap kegiatan produksi garam yang dilakukan tanpa Izin Pengelolaan, yaitu sesuai ketentuan pasal 75A UU 1/2014 yang mengatakan:
“Setiap Orang yang memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000," jelasnya
Menurut Hendri, pihaknya akan tetap memperjuangkan Hak-Hak yang diberikan oleh Negara terkait pengelolaan lahan HGU No.6 sampai kapanpun bahkan sampai langit runtuh sekalipun. Kebenaran harus ditegakkan agar pembangunan industri garam di Kabupaten Kupang cepat terlaksana. Selain itu pihaknya juga mempertanyakan, kenapa perusahaan yang berinisial GIN yang faktanya bukan pemilik Lahan HGU No.6 itu malah dikasih izin dan didukung sedangkan pihaknya yang jelas-jelas pemilik SAH lahan HGU No.6 tersebut malah terkesan diduga dipersulit penerbitan Izin Amdal dan Izin Lainnya padahal pihaknya ingin secepatnya membangun industri Garam di kabupaten Kupang.
"Jangan Paksa Kami membangun Industri Garam Tanpa Izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Oleh sebab itu jangan coba-coba jadikan Hukum Rimba sebagai Panglima Tertinggi Negara Kita. Kami akan mengadukan kondisi ini kepada KPK dalam waktu dekat. Kami tengah mengumpulkan bukti-bukti. KPK harus turun ke Kabupaten Kupang untuk menelusuri semua ini," kata Hendri.
Pada hari yang sama juga digelar sidang perkara antara penggugat dari PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS) dengan tergugat Pemkab Kupang dan tergugat intervensi PT Garam Indo Nasional (GIN) di Pengadilan PTUN Kupang. Pihak tergugat menyerahkan materi duplik tertulis kepada majelis karena tergugat tidak menerima kemauan baik dari penggugat untuk penyelesaian secara damai.
Disaksikan POS KUPANG.COM di Pengadilan PTUN Kupang, Selasa (17/10/2018), sidang dipimpin Ketua Majelis hakim PTUN, R Basuki Santoso,S.H,MH, dengan Hakim Anggota, Rinova Happyani Simanjuntak,S.H, MH, Prasetyo Wibowo, S.H, MH bersama panitra pengganti, Marthen A Yakob, S.H,MH. Hadir juga Kuasa Hukum penggugat, Hendri Indraguna, Cs, begitupun kuasa hukum tergugat dari Pemkab Kupang dan tergugat intervensi PT Garam Indo Nasional (GIN). Setelah majelis membuka sidang langsung menanyakan kepada kuasa hukum tergugat Pemkab Kupang, Emon dan kuasa hukum PT GIN soal materi sidang pengajuan duplik tertulis. Kedua tergugat kemudian menyerahkan duplik tertulis masing-masing enam rangkap sesuai permintaan majelis pada persidangan sebelumnya.
Setelah selesai penyerahan materi duplik dari tergugat, majelis kemudian menanyakan kepada penggugat maupun tergugat apakah ada tambahan, tapi tidak ada. Majelis kemudian menyampaikan sidang berikutnya baik penggugat maupun tergugat, tergugat intervensi masing-masing mengajukan bukti-bukti. (*)