Opini Pos Kupang

"Tragedi Tiang Bendera Silawan" dan Virus Om Valens Doy

Dua sosok yang telah mendahului kita ini Om Valens Doy dan Pieter Gontani memiliki DNA Pos Kupang harus sempurna.

Editor: Dion DB Putra
Instagram/Jokowi
Presiden Joko Widodo dan Yohanes Ande Kala di Istana Negara Jakarta, Senin (20/8/2018). 

Oleh Paul Bolla
Wartawan, tinggal di Kupang

POS-KUPANG.COM - Tulisan ini dipicu oleh akun Facebook Om Dion DB Putra yang menginformasikan telah meninggal dunia Bapak Pieter Gontani.

Informasi ini mengingatkan saya pada dua sosok di awal hadirnya Surat Kabar Harian Pos Kupang sejak 1 Desember 1992. Yakni, Valens Goa Doy atau akrab disapa Om Valens dan Pieter Gontani atau akrab disapa Om Piter.

Dua sosok yang telah mendahului kita ini adalah sosok yang memiliki DNA Pos Kupang harus sempurna. Sempurna dalam pengertian bukan tanpa cacat, tetapi harus menyajikan isi koran yang lengkap, komprehensif, dan berdampak.

Untuk memenuhi kualitas itu bagi para reporter pemula, terpaksa harus telinga tebal untuk menerima kritik, bekerja ekstra yang melelahkan untuk menebus kekurangan.

Berpulangnya Om Piter bertepatan dengan hebohnya berita musibah tali tiang bendera macet di Belu. Sosok bernama Yohanes Ande Kala (14) atau biasa dipanggil Joni, viral di media sosial gara-gara memanjat tiang bendera.

Baca: Ayahnya Sakit Kanker, Artis Drakor Winter Soneta, Park Yong Ha Memilih Bunuh Diri, Tragis!

Joni nekat memanjat tiang bendera untuk memperbaiki pengait tali yang macet di tengah pelaksanaan upacara bendera memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia di Pantai Mota'ain, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT, Jumat (17/8/2018). Peristiwa itu saya sebut "Tragedi Tiang Bendera Silawan."

Setelah kejadian itu, saya tidak puas membaca berita tersebut di Pos Kupang yang isinya "biasa-biasa" saja. Ingatan saya kembali ke tahun 1992, saat masih ada Om Valens dan Om Piter.

"Paul, sebuah peristiwa itu." Begitulah awal Om Valens memulai nasehatnya. "Jangan menulis berita yang semua orang sudah tahu. Tulislah berita yang orang tidak tahu atau belum tahu. Kalau semua orang sudah tahu, bukan lagi berita. Untuk apa orang harus mengeluarkan uang untuk membeli koran, kalau dia membaca hal yang dia sudah tahu. Berita itu harus memberi dampak." Om Valens terus mengoreksi para wartawan pemula.

Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini, Rabu, 22 Agustus 2018, Gemini Jaga Jarak, Zodiak Lain?

Kebetulan saya tidak ikut tes masuk dan tidak ikut pelatihan yang diselenggarakan Pos Kupang. Saya diterima menjadi wartawan Pos Kupang sebagai utusan Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) beserta Pdt. Ebenhaezer Nubantimo, Pdt. Yulius Lopo, Pdt. Mesakh AP Dethan dan Ester Mariani Rihi Ga. Modal saya sewaktu di Yogya, sudah memiliki kemampuan jurnalistik hasil binaan Bang Moxa Nadeak, salah seorang teman Om Valens dari koran Sinar Harapan.

Terngiang-ngiang oleh teriakan-teriakan Om Valens, apalagi menjelang rapat dan deadline, saya agak menggerutu membaca berita Pos Kupang mengenai "Tragedi Tiang Bendera Silawan". Untunglah ada media sosial (medsos), seperti Facebook dan Whatsapp yang menyediakan banyak informasi yang tidak ada di media edisi cetak.

Di medsos informasi berlimpah ruah, interaktif, sumbernya banyak, tetapi tetap harus konfirmasi lagi kebenarannya. Yang ada dalam pikiran saya peristiwa "Tragedi Tiang Bendera Silawan" jangan hanya menampilkan sosok Joni, remaja pemanjat tiang bendera saja. Berita itu mestinya bisa menjadi pintu masuk untuk meng-update program penting pemerintah Presiden Joko Widodo.

Sosok Joni, si pemanjat tiang bendera harus dijadikan pintu masuk untuk menampilkan hal besar lainnya. Mumpung perhatian nasional sedang terarah ke Desa Silawan, tempat tragedi terjadi, sekaligus desa tempat tinggal Joni.

Wajah kawasan Mota'ain, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Belu, sudah sangat jauh berbeda dibanding beberapa waktu sebelumnya. Daerah di mana Joni beraktivitas sehari-hari adalah daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.

Joni adalah produk konteks tempat tinggalnya di Desa Silawan, yakni desa yang berbatasan dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste, paling dekat dengan Kota Batugade, Bobonaro. Desa Silawan adalah desa terdepan Indonesia berhadapan dengan Timor Leste, sekaligus desa pinggiran dilihat dari Atambua, Ibukota Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved