Opini Pos Kupang

Begini Fenomena Transfer Politisi

Dalam dunia sepakbola, istilah transfer sudah sangat familiar. Istilah ini berkaitan dengan pembelian atau perpindahan

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi 

Oleh Gerardus Kuma Apeutung
Pendidik di SMPN 3 Wulanggitang-Hewa, Flores Timur

POS-KUPANG.COM - Seiring berakhirnya perhelatan Piala Dunia 2018 dan pesta politik pemilihan kepala daerah di tanah air, istilah transfer kini menggema.

Maklum setelah Piala Dunia 2018, bursa jual beli pemain bola musim 2018/ 2019 kembali dibuka. Transfer pemain bola pun menggeliat. Sementara di dunia politik tanah air, pendaftaran calon legislatif untuk pemilu legislatif 2019 pun dimulai. Dan ada transfer "pemain" politik.

Dalam dunia sepakbola, istilah transfer sudah sangat familiar. Istilah ini berkaitan dengan pembelian atau perpindahan pemain dari satu klub ke klub yang lain.

Bursa transfer pemain bola biasa dibuka dua kali selama satu musim yaitu transfer diawal musim dan pertengahan musim. Ketika bursa transfer dibuka, setiap klub akan memburu pemain incaran untuk memperkuat klub masing-masing.

Baca: Bersiap, Intip Ramalan Zodiak Besok, Selasa 7 Agustus 2018. Virgo: Stop Pikir Negatif. Zodiak Lain?

Sementara dalam dunia politik, istilah transfer baru muncul belakangan ini. Istilah ini merujuk pada perpindahan politisi dari satu partai ke partai lain yang ditengarai faktor "uang."

Istilah transfer muncul saat momentum pendaftaran calon legislative oleh partai politik untuk bertarung dalam pemilu legislatif 2019 mendatang.

Partai yang telah dinyatakan lolos pemilu 2019 oleh KPU saat ini sudah menyerahkan daftar bakal calon legislatif untuk diverifikasi oleh KPU. Dalam proses seleksi di tubuh partai sebelumnya, ada fenomena perpindahan politisi dari satu partai ke partai yang lain.

Perpindahan kader ini bukan hal baru dalam dunia politik. Dan lazimnya yang menjadi alasan adalah karena ketidakcocokan dengan partai. Tetapi fenomena terbaru sebagaimana diungkapkan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan adalah perpindahan politisi yang disertai dengan mahar politik.

Baca: 5 Dokter di Drakor Ini Pasti Bikin Kamu Klepek-Klepek, Lihat Yuk!

Hal ini didasarkan pengakuan politisi PAN Lukcy Hakim yang pindah "nyaleg" di partai Nasdem disertai iming-iming dari partai untuk membantu sang caleg dalam kampanye politik nanti. Kasarnya, ada mahar dalam transfer politisi ini.

Politik Transaksional

Bila ditelusuri lebih jauh, transfer politisi ini dikarenakan partai berusaha menggaet public figure untuk menjadi calon legislatif e pada pileg 2019 mendatang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya calon legislative dari kalangan selebritis.

Sebaran bacaleg artis dapat dirinci sebagai berikut: Nasdem 27 orang; PDIP 13 orang; PKB 7 orang; Berkarya 5 orang; PAN, Demokrat dan Golkar masing-masing 4 orang; Perindo dan Gerindra 3 orang; dan PSI 1 orang.

Fenomena ini terjadi karena perubahan cara perhitungan perolehan kursi dewan. Perhitungan sebelumnya yang menggunakan Kuota Hare diubah menjadi Metode Sainte Lague Murni.

Metode yang bisa dibilang "the winner takes all", pemenangnya sapu bersih kursi yang tersedia. Tidak heran parpol berusaha menggumpul perolehan suara dengan mengusung para selebritis.

Dengan demikian partai bisa lolos dari persyaratan Presidential Treshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional dan Parliamentary Treshold 4 persen (https://nasional.kompas.com/read/2018/07/24/fenomena-caleg-artis-dan-transfer-polit isi).

Pola transfer seperti ini tidak berbeda dengan pola rekrutmen calon dalam pilkada yang juga mensyaratkan mahar politik. Dimana seorang calon yang (mau) diusung diwajibkan menyetor sejumlah uang kepada partai pengusung.

Sederhananya, jika ingin pencalonan bercalon mulus, maka harus menyerahkan sejumlah fulus. Lalu apa yang bisa dibaca dari fenomena mahar dan transfer politisi ini?

Mahar dan transfer politisi menunjukkan dengan terang bahwa politik kita memang transaksional. Para pelaku politik transaksional masih bebas bergentayangan di negeri ini. Pola transaksional menjadikan uang syarat utama berkarir di bidang politik.

Uang adalah garansi sukses bagi siapa saja yang ingin terjun ke dunia politik. Ketika uang menjadi penentu dalam proses politik, maka ancaman kematian demokrasi kian nyata.

Pola transfer dan mahar politik seperti ini tentu akan menyander politisi. Ketika kelak terpilih mereka pasti akan menempatkan kepentingan diri dan partai di atas kepentingan rakyat.

Wabah Korupsi

Politik transaksional membawa setidaknya dua dampak berikut. Pertama, politik transaksional menghasilkan pemimpin transaksional. Pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, memperkaya diri, membersarkan partai dan atau kelompok.

Pemimpin transaksional, dalam ranah eksekutif dapat dilihat dari kebijakan yang dihasilkan dan atau peraturan yang dikeluarkan; sedangkan pada ranah legislative dapat dilihat dari undang-undang yang ditetapkan, yang semuanya tidak mewakili aspirasi publik.

Kedua, politik transaksional akan memunculkan maraknya korupsi. Wabah korupsi sudah menghinggapi pemimpin (politik) di negeri ini baik di bidang eksekutif maupun legislatif mulai dari pusat hingga daerah.

Virus korupsi dikarenakan ketika terjun ke dunia politik, ada mahar yang harus ditebus. Mengikuti logika bisnis, dana yang telah dikeluarkan harus dikembalikan.

Karena itu ketika sudah berkuasa, sang pemimpin akan berusaha menutupi semua ongkos politik yang telah dikeluarkan. Dan jalan paling mudah adalah korupsi.

Melihat dampak destruktif ini, sudah saatnya genderang perang terhadap politik transaksional harus segera ditabuh. Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam demokrasi harus menggunakan kekuasaannya untuk menghukum actor politik transaksional.

Politisi yang mengusung politik "sarat" kepentingan yaitu politik yang mengutamakan kepentingan pribadi dan atau kelompok harus dieliminasi.

Sebaliknya politisi yang mengusung politik "murni" kepentingan yaitu politik yang memperjuangkan kepentingan umum; mendahulukan kebutuhan masyarakat harus diberi tempat untuk mengabdi. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved