Mau Jadi Paspampres, Mesti Siap Jadi Mesin Perang dan Tameng Peluru Bagi Presiden
Mau jadi Paspampres, mesti siap jadi mesin perang dan tameng peluru bagi Presiden. Berat namun keren.
Namun, jauh sebelum itu, pasca Indonesia merdeka, upaya perlindungan atau pengawalan terhadap Presiden sebagai kepala negara sudah dilakukan.
Pada tahun 1945, misalnya, saat itu hanya polisi yang masih memiliki senjata.
Sementara tentara yang berasal dari PETA ataupun Heiho sudah dibubarkan dan dilucuti senjatanya.
Alhasil, para pemuda polisi dari Tokubetsu Keisatsutai (pasukan polisi istimewa) merasa perlu ada pengawalan bagi Presiden dan pimpinan negara lainnya.
Niat itu didorong rasa tanggung awab atas keselamatan pimpinan negara walaupuan saat itu mereka hanya berbekal senjata api berupa pistol dan senapan seadanya.
Pembantu Inspektur Mangil beserta delapan orang polisi pun mengajukan diri.

Sementara itu, pimpinan polisi saat itu belum berani menentukan sikap karena masih berada di bawah pengawasan Jepang.
Setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta, Kapten Polisi Tentara Kafrawi mulai mengatur organisasi pengawalan.
Kegiatan Kafrawi ini mendapat dukungan dari Polisi Tentara. Bentukan ini kemudian dinamakan Pasukan Pengawalan Istana Presiden (PPIP).
Sementara Inspektur Mangil memimpin kawal pribadi dengan identitas tetap sebagai polisi.
Pada 22 Juni 1946, dibentuk Polisi Tentara di bawah pimpinan Jenderal Mayor Santoso.
Kemudian dilakukan kembali pengaturan di mana kawal priadi tetap di bawah Inspektur Mangil sedangkan untuk PPIP merupakan 1 kompi Polisi Tentara.
Menjelang tahun 1948, Polisi Tentara AD, Polisi Tentara AL diubah menjadi polisi militer yang meliputi angkatan perang.

Pengawalan VIP kemudian berada di bawah Batalion Mobil B CPM dengan pembagian Kompi I di bawah Kapten Tjokropranolo yang mengawal Panglima Besar Jenderal Sudirman, dan Kompi II di bawah Letnan Satu Susetio yang mengawal Presiden.
Pada 19 Desember 1948, Presiden Soekarno, Wapres Hatta beserta beberapa menteri membiarkan diri ditawan tentara Belanda. Sebagian besar Kompi II juga ditawan.