Kuliah Fakultas Hukum Unwira Kupang, Jangan Ragu, di Sini Kawah Penggodokan Ahli-ahli Hukum di NTT
Tujuan berdirinya fakultas ini untuk memenuhi sarjana hukum untuk kebutuhan hukum masyarakat NTT khususnya, serta Indonesia umumnya.
Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
DIDIRIKAN tanggal 3 Mei 1986 melalui SK Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus, No: 01 Tahun 1986, Fakultas Hukum (FH) Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang tercatat sebagai salah satu sekolah hukum tertua di Flobamorata.
Semenjak itu, FH Unwira menjadi kawah penggodokan ahli-ahli hukum yang memainkan peranan menentukan. Tidak hanya dalam membangun sistem hukum di NTT, tetapi juga dalam mengukir sejarah perjalanan nusa ini.
Hadir sebagai fakultas kelima dari tujuh fakultas dari rahim Unwira, tujuan awal berdirinya fakultas ini untuk memenuhi sarjana hukum untuk kebutuhan hukum masyarakat NTT khususnya, serta Indonesia umumnya.
Benar saja, dari FH Unwira pula kecendekiawanan hukum di NTT dan Indonesia lahir. Sebagai sekolah hukum milik bangsa, sumbangsih FH Unwira bagi kelahiran dan tumbuh-kembangnya sistem hukum dan peradilan bangsa tidak lagi diragukan. Belajar sistem hukum dan peradilan Indonesia di FH Unwira akan terasa seperti mengalami sendiri bagaimana sistem-sistem itu dibuat.
Dibalut dalam semboyan Unwira, "Ut vitam habeant abundantius" (supaya mereka memiliki kehidupan dan memilikinya secara berlimpah), FH menjiwai semua kegiatan akademiknya. Alhasil, lembaga ini terus menorehkan keunggulan.
Pada 9 September 1987 atau setahun setelah didirikan, misalnya, FH Unwira memperoleh Status Terdaftar, dengan SK Mendiknas RI No: 0347/0/1987. Selanjutnya tahun 1990, FH Unwira meraih status DIAKUI berdasarkan SK Mendiknas, No: 0581/0/1990.
Tanggal 3 November 2008, kabar gembira menyelimuti keluarga besar FH Unwira. Program Studi Ilmu Hukum mendapatkan akreditasi B, berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) No: 029/BAN-PT/Ak- XI/S1/XI/2008. Sedangkan izin operasional terakhir diperoleh berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No: 14642/D/T/K-VIII/2013.
Dan, pada 7 Desember 2013, mendapatkan akreditasi B (dalam kegiatan reakreditasi PS) berdasarkan surat keputusan BAN-PT No: 242/SK/BAN-PT/Ak- XVI/S/XII. Berlaku 7 Desember 2013- 7 Desember 2016.
Dekan Fakultas Hukum Unwira, Dr. Yustinus Pedo, SH, M.Hum, mengakui lulusan FH Unwira telah meninggalkan jejak mereka pada taraf regional, nasional, maupun internasional. Beribu-ribu lainnya mengisi jabatan-jabatan di dunia peradilan Indonesia, profesi hukum, akademisi hukum, praktisi (profesional) seperti hakim, jaksa, advokat, kurator, notaris. Banyak juga yang bekerja di berbagai kantor/instansi/lembaga/perusahaan. Pun berkarya sebagai usahawan, politisi, akademisi ataupun peneliti.
"Kesempatan berkarya di berbagai bidang tersebut semakin terbuka lebar bagi lulusan program studi ilmu hukum Unwira karena telah dipersiapkan dan dibekali secara matang, baik aspek hard-skill (ilmu pengetahuan baik teori maupun praktek di bidang hukum) maupun soft-skill (leadership, pengembangan kepribadian, berorganisasi) selama kuliah," ujar Yustinus di Kampus Unwira Merdeka, Kamis (19/4/2018).
Kurikulum Berbasis KKNI
Mencetak lulusan yang siap kerja, berkompetensi dan menjejak level-level 'premium' bukan perkara gampang bagi sebuah universitas. Penerapan kurikulum sangat menentukan kualitas output.
Ketua Program Studi Ilmu Hukum FH Unwira, Maria Fransiska O Da Santo, SH, M.Hum, menyebut kurikulum pembelajaran program studi Ilmu Hukum Unwira adalah Kurikulum Berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia).
Kurikulum KKNI memuat kompetensi mata kuliah yang terdiri dari kognitif, psikomotorik, dan afektif atau sikap. "KKNI merupakan kerangka perjenjangan kualifikasi kerja yang menyandingkan, menyetarakan, mengintegrasikan sektor pendidikan dan pelatihan serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan jabatan kerja di berbagai sektor," Maria menambahkan.
Dengan disusunnya kurikulum berbasis KKNI, Maria mengharapkan ada penyetaraan kualitas pendidikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah merekonstruksi kurikulum, begitu juga dengan metode digunakan berbasis riset untuk merespons perubahan yang terjadi di sekitarnya. Namun semua itu tetap berakar pada budaya lokal.
Misalnya, menggelar peradilan semu (semi peradilan) untuk mengadaptasi dengan lingkungan peradilan yang sesungguhnya. Mahasiswa diberi kesempatan untuk magang (pada pengacara atau notaris).