Begini Urgensi Meningkatkan Kompetensi Guru di NTT

Bila kita membaca tema ini, secara khusus pada frase "menguatkan pendidikan", spontan terpikirkan tentang mutu

Editor: Dion DB Putra

Pertama, pemerintah perlu membangun Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara merata di setiap provinsi.

Kedua, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat bekerja sama membuka Sentra Belajar Guru (SBG) atau tempat untuk on going formation bagi guru-guru di setiap daerah dengan instruktur yang hebat.

Ketiga, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat membangun kerja sama dengan universitas-universitas yang kredibel dalam menyelenggarakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) untuk menyiapkan guru-guru berkualitas dan menjalankan Pendidikan Profesi Guru (PPG) secara baik dan benar.

Keempat, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat terus memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan guru seumur hidup.

Dengan demikian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional guru akan meningkat dan berdampak pada menguatnya pendidikan dan meningkatnya kualitas lulusan kita.

Statement ini didukung oleh hasil penelitian John Hattie (2000) yang menunjukkan bahwa sebanyak 63% mutu pembelajaran dan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kompetensi guru, sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain di sekolah.

Ini berarti bahwa semakin tinggi kompetensi guru, akan berbanding lurus dengan peningkatan prestasi belajar peserta didik atau kualitas lulusan.

Jika ini telah diterapkan dalam pendidikan di Inodensia, maka seharusnya tidak ada perbincangkan dan keluhan sukarnya soal UN pada beberapa waktu yang lalu setelah UN oleh banyak peserta didik yang mengikuti UN tahun ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menjelaskan mengapa Ujian Nasional sulit dan Mendikbud menyebut ada nilai beberapa mata pelajaran UN yang turun. Ternyata karena soal-soalnya menggunakan instrumen Higher Order Thinking Skill (HOTS) untuk penuhi standar internasional
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/04/02).

Hal ini benar-benar tidak nyambung dengan kenyataan dunia pendidikan kita. Kalau soal ujiannya menggunakan standar internasional, harusnya para guru juga sudah disiapkan untuk mampu mengajar dengan standar internasional.

Tetapi itu tidak dilakukan oleh pemerintah secara merata dan menyeluruh sampai ke pelosok-pelosok. Maka sekarang kita harus menyiapkan guru-guru untuk mampu mengajar dengan standar internasional. Upaya yang harus dilakukan adalah mengadakan pelatihan untuk guru-guru di pusat-pusat pelatihan secara kontinu.

Selama ini sudah ada banyak pelatihan namun belum menjangkau semua guru sampai ke pelosok-pelosok. Dalam hal pengetahuan dan kemampuan guru untuk mengajar masih sangat terbatas.

Kalau guru-guru kita mengajar dengan instrumen HOTS (Higher Order Thinking Skill) dan mereka menguasai bidang yang diajarkannya dengan sangat mendalam (profound knowledge), maka peserta didik akan menyerap konsep dengan instrumen HOTS juga.

Instrumen HOTS memberikan penekanan pada mentransfer satu konsep ke konsep lain, memproses dan menerapkan informasi, melihat hubungan atau mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan menguji gagasan dan informasi secara kritis.

Kemampuan guru mengajar dengan menalar itulah yang sangat dibutuhkan. Ketika guru mengajar dengan menalar (waktu menjelaskan pelajaran yang diajarkannya), maka secara tidak langsung peserta didik akan ikut menalar.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved