Pengamat Hukum John Tuba Helan: PNS yang Terlibat Politik Praktis Harus Ditindak Tegas
Undang-Undang Pilkada maupun PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS sudah jelas mengatur sanksi itu.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Agustinus Sape
Laporan Reporter POS KUPANG. COM, Gordi Donofan
POS KUPANG.COM | KUPANG - Pengamat Hukum Tata Negara Undana Kupang, Dr. John Tuba Helan, mengatakan, keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam politik praktis Pilkada harus ditindak tegas.
Undang-Undang Pilkada maupun PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS sudah jelas mengatur sanksi itu.
Seorang ASN yang terbukti terlibat dalam politik praktis diberikan hukuman disiplin. Itu sebenarnya tindakan yang perlu dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Panwas.
"Kemudian nanti pejabat pembina kepegawaian di daerah itu yang menjatuhkan sanksi.
Sekarang tinggal saja keberanian dari para pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sanksi itu," jelas Dr. John Tuba Helan, ketika dihubungi Pos Kupang, Minggu (4/2/2018).
Ia mengatakan, yang menjadi persoalan mereka terlibat dalam politik praktis itu untuk menguntungkan pejabat yang sedang bertarung dalam Pilkada itu yang menjadi soal.
Ia mengatakan, yang dibutuhkan saat ini adalah ketegasan dari Panwas juga Bawaslu Provinsi.
"Politik praktis itu mereka yang terlibat untuk ikut memenangkan salah satu paket calon dalam pertarungan Pilkada. Misalkan melalui kampanye, masuk di tim sukses atau mempengaruhi orang supaya memilih dan memenangkan calon tertentu. Dan itu tidak boleh," jelasnya.
Ia mengatakan, seorang PNS itu semestinya netral dalam artian pada hari pemilihan dia baru boleh memilih dan tidak boleh terlibat memihak salah satu pasangan calon yang sedang bertarung.
Ia menjelaskan, beberapa tahun yang lalu saat Pilkada ada kasus PNS yang terlibat dalam politik praktis. Yang terlibat dalam kegiatan kampanye menjadi Master Of Ceremony (MC) atau pemain musik itu boleh saja. Asalkan tidak mengeluarkan pernyataan yang mengajak masyarakat untuk memilih salah satu pasangan tertentu.
"Dulu ada kasus waktu itu saya masih menjadi staf ahli di Bawaslu Provinsi itu seorang ASN naik dipanggung menjadi Master Of Ceremony (MC), tetapi ketika itu MC tersebut berbicara, ayo mari kita pilih paket A. Itu yang menjadi salah. "
Tapi kalau sekadar menjadi pengatur lancarnya acara itu saya kira tidak dipersoalkan. Yang terpenting dia tidak boleh mengeluarkan bahasa atau ucapan-ucapan yang mendukung salah satu pihak. Karena yang dilarang itu tidak menjadi tim kampanye atau tim sukses, itu tidak boleh. Tetapi kalau dia menjadi MC atau pemain musik itu bisa saja. Yang terpenting dia tidak boleh mengajak masyarakat atau peserta dalam pertemuan itu untuk mendukung calon tertentu itu tidak boleh," jelasnya.
Ia mengatakan, seorang ASN yang dipercayakan oleh salah satu pasangan tertentu untuk menjadi MC itu hal yang wajar saja. Tetapi ada batasan-batasan tertentu dengan standar menjadi seorang MC yang profesional. Tidak ada keberpihakan pada pasangan calon tertentu.
"Tidak boleh ada keberpihakan seorang MC jika dia ASN. Nanti dinilai oleh Panwas atau Bawaslu kalau itu merupakan temuan mereka dan Bawaslu yang menilai," ungkapnya.
Ia mengatakan, ASN yang terlibat dalam politik praktis itu sebenarnya sadar akan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang ASN. Tapi ada suatu ketergantungan yang membuat seorang ASN tersebut bekerja untuk pasangan tertentu.
"Sebenarnya dalam penelitian saya yang menjadi persoalan itu untuk yang menduduki jabatan di ASN itu ketergantungannya kepada pihak-pihak tertentu itu. Nanti kalau dia menang maka harapan dari ASN tersebut mendapat suatu jabatan tertentu," jelasnya.
Ia mengatakan, sebenarnya seorang ASN itu tidak boleh terlibat dalam politik praktis. Karena ASN lebih tahu aturan yang mengatur disiplin seorang ASN.
"Di dalam Undang-Undang Pilkada maupun Undang-Undang Kepegawaian serta Undang-Undang ASN nomor 5 tahun 2014 maupun PP 53 tahun 2010 itu aturannya sangat jelas. Jadi kalau seorang ASN kalau dikatakan tidak tahu itu saya pikir itu tidak betul. Mereka menguasai aturan. Sengaja melanggar untuk mendapat keuntungan dikemudian hari setelah habis Pilkada," jelasnya. (*).