Air Mata Duka Perempuan dan Anak

Saya menyajikan beberapa kasus antara lain, di suatu siang pada akhir bulan Oktober tahun 2017 telepon masuk

Editor: Dion DB Putra
istock
ilustrasi 

Kekerasan yang dialami perempuan dan anak terjadi di semua strata mulai dari pedesaan sampai perkotaan dengan faktor penyebabnya bervariasi antara lain : 1).Kentalnya budaya patriarkhi dimana laki-laki merasa lebih kuat untuk dapat melakukan apa saja kepada kaum yang lemah dalam hal ini perempuan dan anak sebagai kelompok rentan;

2).Kemiskinan yang melilit mereka dan akses perempuan terhadap sumber daya yang tersedia oleh negara sangat rendah, sehingga ketergantungan hidup perempuan kepada suami sangat tinggi membuat mereka tidak berdaya melawan kekejaman suami ;

3).Tingkat pendidikan perempuan umumnya sangat rendah serta tidak memiliki keterampilan mencari nafkah, maka perempuan pasrah menerima ketidakadilan yang dialami dalam kehidupan berumah tangga karena merasa suami adalah pencari nafkah utama keluarga.

4).Banyaknya kaum perempuan yang mengalami kekerasan tidak memahami adanya peraturan perundangan yang memberikan perlindungan kepada mereka dan mereka juga tidak memiliki informasi bahwa telah tersedia lembaga-lembaga layanan kemanusiaan milik masyarakat dan negara/pemerintah yaitu P2TP2A;

4).Pembangunan yang dilaksanakan kurang mempertimbangkan kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki artinya perencanaan pembangunan yang tidak responsif terhadap perbedaan kebutuhan tersebut.

Siapa yang harus bertanggungjawab? Semua pihak, negara (pemerintah pusat dan daerah) dan lembaga-lembaga layanan kemanusiaan agar bersama-sama mengevaluasi kembali hal-hal sebagai berikut. 1). Seberapa efektifnya penerapan instrumen hukum yang tersedia; 2). Sejauh mana capaian kinerja pelaku hukum yang mengeksekusi instrumen hukum;

3). Apakah para pengambil kebijakan membuat program/kegiatan sebagai solusi terhadap permasyalahan yang dihadapi oleh perempuan dan anak dengan program kegiatan yang responsif terhadap kebutuhan yang berbeda antara laki-laki, perempuan dan anak; 4). Apakah telah ada upaya meningkatkan kapasitas perempuan melalui pendidikan dan pelatihan sehingga mampu mandiri, dapat mencari nafkah dalam keluarga yang akan menaikan posisi tawar perempuan dalam keluarga.

5). Sejauh mana upaya negara dalam memfasilitasi para pegiat yang bekerja untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta memberikan reward kepada pegiat yang berprestasi;

6). Sejauhmana upaya negara meningkatkan kerja sama kemitraan antara pemerintah, masyarakat sipil dan pelaku usaha untuk membantu mengatasi kekerasan yang dihadapi oleh perempuan dan anak dengan menyusun progran bersama karena bersama kita bisa;

7). Sejauh mana capaian kinerja Lembaga Pemegang Mandat Pemberdayaan Perempuan yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas perempuan dan anak serta upaya menyadarkan masyarakat dalam partisipasinya memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dalam negara, khususnya di provinsi kita yang tercinta.

Pada akhir tulisan ini saya mengharapkan peringatan hari International Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tanggal 25 November 2017 tidak kita lewatkan begitu saja.

Semoga peringatan tahun ini memberikan perhatian dan semangat baru bagi kita untuk memberikan perhatian kepada semua mereka yang mengalami berbagai macam kekerasan termasuk kekerasan seksual dan mengupayakan terjadinya pengurangan kasus yang menimpa kelompok rentan tersebut.

Perhatian dan semangat kita adalah ibadah kita kepada Tuhan yang memberikan keberuntungan lebih kepada kita. Sebagai orang beriman kita percaya segala perbuatan baik kita membantu menghentikan dan atau mengurangi air mata duka perempuan dan anak akan mendapatkan pahala dari Sang Pencipta, Amin. *

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved