Pilgub NTT 2018
Ini Cara Robert Soter Marut Atasi Kekeringan di NTT
Untuk mengatasi problem gizi buruk di NTT, saya punya pikiran begini. Kumpulkan penderita gizi buruk di rumah sakit.
Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
------------------------------------------------------------------
Gizi buruk, kemiskinan, kekeringan, bisa menghilangkan semua harapan akan masa depan masyarakat NTT jika tidak ditangani secara sistematis.
-------------------------------------------------------------------
ROBERT Soter Marut memantapkan tekadnya maju dalam pemilihan Gubernur NTT 2018. Kini, pria asal Manggarai, purnawirawan TNI Angkatan Udara itu, terus bersafari mengelilingi NTT dan mengidentifikasi sejumlah masalah kronis yang membutuhkan penanganan segera. Bagaimana Robert mengurai benang kusut pembangunan itu? Simak 'resepnya', disampaikan dalam gaya tutur.
Banyak persoalan yang saya temukan. Yang serius kasus gizi buruk. Ini terkait pola makan. Anak-anak kerap diberi makanan sisa. Kalau potong ayam untuk lauk, porsi terenak untuk ayah, suami. Sisanya untuk ibu dan anak-anak. Ini harus segera diubah. Sosialisasi harus dilakukan tanpa henti. Bagaimana cara mengolah makanan yang baik. Gizi buruk dan kemiskinan bisa menghilangkan semua harapan akan masa depan bagi masyarakat NTT jika tidak ditangani secara sistematis.
Untuk mengatasi problem gizi buruk di NTT, saya punya pikiran begini. Kumpulkan penderita gizi buruk di rumah sakit. Mereka diberi makanan bergizi sampai normal. Sambil anak-anak ini diberi program, orangtuanya (sang ibu) juga diintervensi cara mengolah makanan yang baik, diputar otaknya. Juga bapak-bapak diberi pemahaman, jangan sampai karena tekanan ekonomi mereka diam saja. Kalau mereka, misalnya, butuh sayur atau butuh apa, pemerintah tinggal siapkan bibitnya, juga fasilitas untuk pengadaan air dan sebagainya.
Di daerah pinggiran atau terpencil yang tidak memiliki rumah sakit, bisa dilayani menggunakan rumah sakit terapung. Lebih bermanfaat, bisa keliling setiap saat. Misalnya di Kupang dua hari, pindah ke Atambua, dan terus keliling NTT. Ada yayasan yang mengelola rumah sakit terapung ini. Mereka berlayar melayani seluruh persada. Tinggal kita pintar-pintar mendekati mereka untuk ke NTT.
Ada juga konsep yang mungkin kita harus kerjakan di NTT. Klinik kesehatan di desa-desa, jangan hanya ditempati perawat, tetapi juga ahli gizi, ahli pertanian untuk penyuluhan dan bidang lain yang berkorelasi. Dokter hanya monitor saja, cukup sesekali datang, dia konsentrasi di rumah sakit. Ini namanya pelayanan satu atap. Selama ini kita masih ego sektoral.
Di Sumba, misalnya, untuk program gizi, kita bekerja sama dengan pemerintah desa, pasang pompa air memanfaatkan aliran sungai. Berhasil kita angkat ke atas, tanam bawang. Panenannya sampai 3,5 ton pada musim kering seperti ini. Juga tanam sayuran lainnya. Di sepanjang Timor, ada Sungai Noelmina. Bisa dimanfaatkan untuk sayur-sayuran. Kasihan kalau air sungai itu berlalu begitu saja.
Jadi, masyarakat bisa bebas dari gizi buruk kalau dibangun kerja sama yang integratif antara dinas-dinas yang menangani masalah pangan, baik produksi maupun distribusi. Di satu pihak puskesmas dan pemerintah desa, dan di pihak lain sektor bisnis dan perguruan tinggi untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, serta managemen pengetahuan (knowledge management).
Selain itu, program dan kebijakan penanganan sektor-sektor utama yang menjadi sumber masalah rawan pangan dan gizi di masing-masing daerah harus sudah diintegrasikan di dalam rencana strategis pemerintah provinsi untuk penanganan rawan pangan dan rawan gizi. Provinsi tidak hanya menjalankan fungsi supervisi, fasilitasi dan koordinasi tetapi juga secara langsung bekerjasama dengan kabupaten/kota yang paling membutuhkan dukungan provinsi.
Pembangunan ekonomi diarahkan pertama-tama mengatasi masalah rawan pangan dan gizi buruk di pedesaan NTT. Gizi buruk pada ibu hamil dan anak-anak pada jangka waktu 1.000 hari pertama kelahiran akan sangat menentukan kualitas sumberdaya manusia NTT ke depan. Karena itu, penanganan gizi buruk harus dilaksanakan secara komprehensif dan integratif melibatkan berbagai sektor dan aktor: pemerintah desa dan dinas-dinas terkait (pertanian, kesehatan, pendidikan, badan ketahanan pangan, dan sebagainya), dengan sektor ekonomi sebagai leading sector. Ekonomi rakyat sedapat mungkin didukung untuk menunjang pencegahan dan penanganan gizi buruk dan rawan pangan.
Ekonomi rakyat dilaksanakan dengan peningkatan kemampuan ekonomi berbasis desa dengan memperhatikan potensi alam lokal dan potensi manusia masing-masing desa baik perempuan maupun laki-laki, baik kaum muda maupun dewasa.
Ketangguhan dalam bidang ekonomi bisa diperkokoh dengan memperkuat potensi masyarakat desa sesuai dengan potensi dan pengalaman empiris masing-masing wilayah. Linkage antara usaha ekonomi rakyat dan usaha bisnis skala besar dari para actor bisnis perlu dikembangkan dan diperkuat dalam segala sektor usaha ekonomi.
Pemerintah provinsi akan memfasilitasi koordinasi dan membangun sinergi antar- kabupaten dan antar-sektor untuk menggerakkan pembangunan ekonomi secara bersama dan berkelanjutan. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan keunggulan masing-masing kabupaten akan diprioritaskan untuk menarik gerbong ekonomi masing-masing kabupaten dan seluruh provinsi.
Masalah lainnya yang saya temui adalah human trafficking. Ini terjadi karena minimnya keterampilan. Tidak punya nilai jual, lalu dijual murah. Kita punya balai latihan kerja (BLK) di provinsi tapi hanya gedungnya saja dan orang yang jaga. Tak ada fasilitas. Mau latihan mesin, mesin tidak ada. Mau jadi apa. Kalau BLK ini kita siapkan dengan baik, peralatan lengkap, dioperasi tenaga-tenaga yang berkualitas, saya yakin orang berebutan belajar. Tidak mungkin ada human trafficking lagi. Dan, BLK juga harus ada di daerah-daerah. Konsepnya, mendidik tenaga kerja menjadi terampil, diberi sertifikat. Ketika dia berusaha, mandiri, diberi modal. Dan, selama dia berusaha, terus diawasi supaya dia juga membantu orang lain. Ini salah satu cara mengurangi pengangguran. Masih banyak cara lainnya.
Demikian pula dengan kekeringan. Sudah menahun di NTT. Seharusnya pemerintah daerah menjadikan kekeringan sebagai masalah yang urgen dan memecahkannya secara sistematis.