Beginilah Cara BKH Menggenjot Potensi Kelautan untuk NTT Sejahtera
"Potensi yang melimpah ini dapat digali sebagai sumber pangan, transportasi laut, infrastruktur pelabuhan, dan pariwisata."
BKH menegaskan, potensi laut yang melimpah itu bisa direncanakan dan dikelola sebagai sumber ekonomi masa depan. "Saya tidak ragu sedikitpun, laut NTT adalah sumber ekonomi masa depan," tegas BKH.
Bagaimana membawa potensi kekayaan laut NTT sebagai sumber ekonomi masa depan? BKH memberikan pendapatnya dengan beberapa langkah untuk membangkitkan ekonomi kelautan.
Pertama, sebagian rakyat NTT sudah harus mengalihkan pandangan mereka ke laut. Masih sedikit warga yang menjadi nelayan. Diperlukan dorongan untuk meningkatkan partisipasi warga agar mau terjun dalam menggarap sumber kelautan. Mengenai banyaknya petani rumput laut menggarap perairannya dan sebagian hasilnya diekspor, maka sukses petani rumput laut ini bisa dipandang sebagai membuka mata kita atas kekayaan laut untuk sumber pangan.
Kedua, mengelola sumber kelautan tidak cukup dengan program bantuan kepada nelayan, melainkan perlu disiapkan peta jalan (road map) dan rencana yang terpadu. Pemerintah dan Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, dunia usaha, nelayan, tenaga ahli kelautan, serta kelompok pemerhati laut dan lingkungan harus terlibat dalam merencanakan jalan membangun ekonomi kelautan yang terpadu, terkoneksi dengan bagian lainnya dan termasuk pula bagaimana mengembangkan ekonomi kelautan secara berkelanjutan.
Ketiga, sebagaimana Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti yang mengkhawatirkan terjadinya illegal fishing dan perusakan biota laut lainnya, maka pengelolaan sumber kelautan NTT juga harus bisa membendung berbagai tindakan ilegal tersebut. Perairan NTT sebagai sumber penghidupan harus dikembangkan secara berkelanjutan, tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dan berlebihan, apalagi dihabisi untuk kepentingan jangka pendek. Dengan itu, kapal dan nelayan asing harus dicegah, bahkan kapal besar yang mengeruk hasil laut dari Jakarta pun harus diatur.
Keempat, dengan rencana terpadu dan saling terkoneksi satu sama lain, NTT bisa bergerak menuju "Revolusi Pangan" khusus dari sebagian hasil laut. Revolusi ini hanya dapat ditempuh jika infrastrukturnya terpenuhi seperti pelabuhan, armada laut, jalan, listrik, akses pemasaran, mesin pendingin, pabrik pengolahan atau cara pengolahan lainnya, serta pengemasannya. Revolusi Pangan ini berarti transformasi dari bahan mentah ke barang olahan yang siap dikonsumsi.
Kelima, tidak dapat disangkal betapa pentingnya sistem informasi kelautan dalam merintis masa depan NTT yang bersumber dari laut. Sistem informasi ini tidak saja mendokumentasikan jumlah nelayan, petani laut, pengusaha, pelabuhan dan pasar ikan, jumlah perahu dan kapal, tetapi juga memberikan nama 134 pulau yang belum bernama, stasiun bahan bakar (BBM), perputaran uang, panduan prosedur, lokasi-lokasi tangkapan dan terumbu karang, perkiraan luas perairan rumput laut, panduan budidaya ikan dan udang, pembibitan hingga kebutuhan bakau (mangrove). Singkatnya, segala potensi laut terdokumentasi dan harus mudah untuk diakses warga.
Keenam, menyiapkan bank kelautan yang berperan dalam memperluas dan memperkuat kegiatan ekonomi kelautan dari hulu hingga hilir. Peran bank sebagai pemain modal keuangan (capital finance) tidak saja pemberi kredit atau pinjaman, tetapi juga dapat menjalin kerja sama dengan berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam perkembangan bisnis sejak lama, peranan bank semakin penting.
BKH tidak merinci lebih lanjut langkah-langkah yang diharapkan bakal membawa kekayaan laut NTT sebagai sumber ekonomi masa depan. "Tentu, semua itu perlu dielaborasi lebih mendalam agar didapat peta kekayaan yang lengkap atas sumber kelautan NTT.
Setidaknya kita harus mulai berpaling pada kelautan NTT yang masih terpendam kekayaannya," kata BKH. (Tim Media BKH)