Beginilah Cara BKH Menggenjot Potensi Kelautan untuk NTT Sejahtera

"Potensi yang melimpah ini dapat digali sebagai sumber pangan, transportasi laut, infrastruktur pelabuhan, dan pariwisata."

Editor: Gerardus Manyela
Istimewa
Benny K Harman saat mengunjungi Nihiwatu, Hotel terbaik dunia 

PROVINSI Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi kelautan yang luar biasa. Tetapi, belum digali optimal dan belum dikelola secara terencana demi pemerataan ekonomi, di mana sebagian besar rakyat memperoleh manfaatnya.

Demikian inti sari program Benny K Harman (BKH), yang saat ini disebut-sebut bakalmaju sebagai Calon Gubernur NTT,jika dipercayakan partai politik dan didukung rakyat NTT memimpin daerah yang memiliki 556 pulau ini.

"Setiap warga NTT perlu menyadari betapa pentingnya potensi kelautan bagi kehidupan dan penghidupan mereka. Tanpa dikelola secara terencana dan berorientasi pada pemerataan ekonomi, maka hanya sedikit orang yang menikmatinya," tutur BKH kepada Tim Media di Kupang, belum lama ini.

Menurut BKH, potensi laut NTT sangat melimpah. Luas lautnya sekitar 200.000 km2 di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Sementara luas daratan hanya 48.718,10 km2.

"Luas laut itu lebih empat kali lipat dari luas daratan. NTT punya tidak kurang 556 pulau, hanya 42 pulau yang dihuni. Punya beberapa laut seperti Laut Flores, Laut Sawu, Laut Timor, dan Samudera Indonesia. Pulau Flores, Sumba, Sawu, Rote, Timor, Alor, dan Lomblen juga melingkari Laut Sawu," ujar BKH memberikan gambaran sepintas.

Dengan laut yang luas, kata BKH, NTT memendam potensi yang melimpah sebagai sumber daya alamnya.

"Potensi yang melimpah ini dapat digali sebagai sumber pangan, transportasi laut, infrastruktur pelabuhan, dan pariwisata. Sebagian sudah digali dan menjadi salah satu sumber pendapatan warga NTT," kata kandidiat Gubernur NTT dari Partai Demokrat ini.

Bagi BKH, sebagai sumber pangan, laut NTT sangat melimpah. Dia menyebutkan setidaknya perikanan dan rumput laut, karena dengan banyak pulau, maka di sekeliling laut dangkalnya banyak ikan, udang, cumi-cumi, rumput laut, dan hewan laut lainnya yang bisa menjadi sumber pangan.

Tidak hanya sumber pangan, laut juga bisa disulap menjadi sumber destinasi wisata.

"Siapa sangka, salah satunya di Pulau Komodo tersaji pantai berwarna merah muda yang disebut juga Pink Beach. Campuran pasir dari serpihan karang, cangkang kerang, dan kalsium karbonat dari biota laut, dan Foraminifera, dan Amuba Mikroskopis yang memiliki cangkang tubuh berwarna merah telah membentuk warna pantai ini," kata BKH, mengagumi keindahan Pantai Pink itu.

"Pulau Komodo juga punya kelangkaan yang tiada duanya di dunia. Pulau ini menjadi lingkungan atau habitat asli komodo (Varanus Komodoensis), tergolong hewan endemik. Masih ada Taman Nasional Komodo yang mengandung lebih dari 1.000 jenis ikan, 385 terumbu karang, 105 jenis kepiting, 70 jenis sponges, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis hiu, penyu hijau, dan pari manta," jelas BKH mengenai sejumlah habitat hewan langka itu.

BKH mengatakan, sumber pariwisata lainnya adalah bermain dengan ombak besar untuk berselancar di Pantai Nihiwatu (Sumba Barat) dan taman bawah laut di antaranya Taman Laut Selat Pantar di Pulau Alor dan Taman 17 Pulau Riung di Ngada.

"Dan, masih ada lagi lebih 500 pulau yang masih `perawan'," BKH menguatkan sumber destinasi wisata NTT.

Sumber tantangan NTT terkait potensi kelautan, menurut BKH, adalah keterhubungan pulau-pulau.

"Tantangannya adalah membangun infrastruktur pelabuhan, baik ikan maupun penumpang dan barang. Transportasi laut, perahu dan kapal menjadi penting, bukan saja mengangkut hasil laut ke pulau, tetapi juga mengantarkan penumpang dan barang dari satu pulau ke pulau lainnya," katanya.

BKH menegaskan, potensi laut yang melimpah itu bisa direncanakan dan dikelola sebagai sumber ekonomi masa depan. "Saya tidak ragu sedikitpun, laut NTT adalah sumber ekonomi masa depan," tegas BKH.

Bagaimana membawa potensi kekayaan laut NTT sebagai sumber ekonomi masa depan? BKH memberikan pendapatnya dengan beberapa langkah untuk membangkitkan ekonomi kelautan.

Pertama, sebagian rakyat NTT sudah harus mengalihkan pandangan mereka ke laut. Masih sedikit warga yang menjadi nelayan. Diperlukan dorongan untuk meningkatkan partisipasi warga agar mau terjun dalam menggarap sumber kelautan. Mengenai banyaknya petani rumput laut menggarap perairannya dan sebagian hasilnya diekspor, maka sukses petani rumput laut ini bisa dipandang sebagai membuka mata kita atas kekayaan laut untuk sumber pangan.

Kedua, mengelola sumber kelautan tidak cukup dengan program bantuan kepada nelayan, melainkan perlu disiapkan peta jalan (road map) dan rencana yang terpadu. Pemerintah dan Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, dunia usaha, nelayan, tenaga ahli kelautan, serta kelompok pemerhati laut dan lingkungan harus terlibat dalam merencanakan jalan membangun ekonomi kelautan yang terpadu, terkoneksi dengan bagian lainnya dan termasuk pula bagaimana mengembangkan ekonomi kelautan secara berkelanjutan.

Ketiga, sebagaimana Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti yang mengkhawatirkan terjadinya illegal fishing dan perusakan biota laut lainnya, maka pengelolaan sumber kelautan NTT juga harus bisa membendung berbagai tindakan ilegal tersebut. Perairan NTT sebagai sumber penghidupan harus dikembangkan secara berkelanjutan, tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dan berlebihan, apalagi dihabisi untuk kepentingan jangka pendek. Dengan itu, kapal dan nelayan asing harus dicegah, bahkan kapal besar yang mengeruk hasil laut dari Jakarta pun harus diatur.

Keempat, dengan rencana terpadu dan saling terkoneksi satu sama lain, NTT bisa bergerak menuju "Revolusi Pangan" khusus dari sebagian hasil laut. Revolusi ini hanya dapat ditempuh jika infrastrukturnya terpenuhi seperti pelabuhan, armada laut, jalan, listrik, akses pemasaran, mesin pendingin, pabrik pengolahan atau cara pengolahan lainnya, serta pengemasannya. Revolusi Pangan ini berarti transformasi dari bahan mentah ke barang olahan yang siap dikonsumsi.

Kelima, tidak dapat disangkal betapa pentingnya sistem informasi kelautan dalam merintis masa depan NTT yang bersumber dari laut. Sistem informasi ini tidak saja mendokumentasikan jumlah nelayan, petani laut, pengusaha, pelabuhan dan pasar ikan, jumlah perahu dan kapal, tetapi juga memberikan nama 134 pulau yang belum bernama, stasiun bahan bakar (BBM), perputaran uang, panduan prosedur, lokasi-lokasi tangkapan dan terumbu karang, perkiraan luas perairan rumput laut, panduan budidaya ikan dan udang, pembibitan hingga kebutuhan bakau (mangrove). Singkatnya, segala potensi laut terdokumentasi dan harus mudah untuk diakses warga.

Keenam, menyiapkan bank kelautan yang berperan dalam memperluas dan memperkuat kegiatan ekonomi kelautan dari hulu hingga hilir. Peran bank sebagai pemain modal keuangan (capital finance) tidak saja pemberi kredit atau pinjaman, tetapi juga dapat menjalin kerja sama dengan berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam perkembangan bisnis sejak lama, peranan bank semakin penting.

BKH tidak merinci lebih lanjut langkah-langkah yang diharapkan bakal membawa kekayaan laut NTT sebagai sumber ekonomi masa depan. "Tentu, semua itu perlu dielaborasi lebih mendalam agar didapat peta kekayaan yang lengkap atas sumber kelautan NTT.

Setidaknya kita harus mulai berpaling pada kelautan NTT yang masih terpendam kekayaannya," kata BKH. (Tim Media BKH)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved