Pahlawan Devisa kok Ilegal?
Dari jumlah itu, sekitar 350-an orang di antaranya adalah warga Indonesia. Sisanya dari Bangladesh, Myanmar, Filipina
Oleh: Frano Kleden
Mahasiswa STFK Ledalero Maumere
POS KUPANG.COM -- Kompas.Com (7/7/2017) menulis sebuah berita mengejutkan: "Ratusan TKI Ilegal Ditangkap Malaysia, Indonesia Kirim Nota Diplomatik".
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa sejak dua hari sebelum penangkapan, sudah tersiar informasi bahwa 2.600 pekerja asing tanpa izin terjaring operasi.
Dari jumlah itu, sekitar 350-an orang di antaranya adalah warga Indonesia. Sisanya dari Bangladesh, Myanmar, Filipina, Thailand dan negara lain. Sebelumnya pada 26 Mei 2017, pemerintah Malaysia juga mendeportasi 124 TKI ilegal melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan.
Di tengah derasnya arus globalisasi, pilihan untuk bermigrasi dan atau bekerja di luar negeri sudah menjadi hal yang biasa. Hal ini diafirmasi oleh JB Mangunwijaya dalam karyanya Gereja Diaspora. Menurutnya, karakter masyarakat pascamodern Indonesia ditandai dengan kembalinya manusia ke kebudayaan nomad modern atau yang dalam konteks kita disebut migrasi (on the move, on the way, selalu bergerak).
Bagi negara dunia ketiga seperti Indonesia, migrasi dan atau bekerja di luar negeri, selain dapat memperoleh pengalaman baru dan memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga, juga dapat mendatangkan devisa bagi negara.
Hingga akhir tahun 2016 lalu, remitansi TKI (jumlah uang yang dikirim oleh para TKI ke Indonesia) berjumlah $8,8 juta atau setara dengan Rp 120 triliun. Atas dasar ini, para tenaga kerja luar negeri pantas disebut sebagai pahlawan devisa.
Pahlawan devisa di Indonesia sering disebut dengan nama Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Nama ini diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Sebutan lain bagi masyarakat yang bekerja di luar Indonesia ialah pekerja migran.
Yang lebih spesifik dari TKI adalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) mengingat peluang lapangan kerja bagi kaum perempuan lebih besar terutama di sektor informal misalnya sebagai pekerja rumah tangga. Setiap TKI memiliki hak dan kesempatan yang sama atas jaminan perlindungan hukum, jaminan perlindungan keselamatan serta jaminan upah yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.
Membaca TKI Ilegal
Pada dasarnya, membaca TKI ilegal berarti menelaah faktor penyebab dan konsekuensi yang timbul darinya. Pertama, faktor penyebab dari diri sendiri.
Sebab paling pasti orang memilih menjadi TKI ilegal ialah tiadanya kedewasaan diri. Ibarat pencuri (koruptor) yang mengambil isi rumah orang (uang) secara diam-diam, masuknya TKI ilegal juga didukung oleh persekongkolan diam-diam TKI dengan pihak-pihak tertentu.
Selain itu, minimnya kondisi finansial untuk mengurus dokumen, lemahnya keahlian berbahasa, serta rendahnya pengetahuan akan hukum dan perundang-undangan terkait dengan posisi WNI sebagai tenaga kerja luar negeri dapat menjadi faktor lanjutan yang mendorong para TKI untuk terlibat dalam pemalsuan atau peniadaan identitas dokumen perjalanan.
Kedua, faktor penyebab dari luar. Sebut saja tergiur pada bayaran yang tinggi. Motivasi menjanjikan seperti ini bisa dimengerti sebab setiap orang yang bekerja pantas mendapatkan upah. Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, H.A. Muhaimin Iskandar mengungkapkan bahwa banyak tenaga kerja Indonesia yang memperoleh keberhasilan dalam bermigrasi ke luar negeri.
Banyak dari mereka bisa mengirim uang yang cukup banyak untuk keluarganya, membangun rumah, membantu pendidikan keluarga, atau menyewa sawah untuk ditanam. Hal ini tentu merupakan satu kebanggaan bagi banyak TKI karena mereka dapat meningkatkan taraf hidup keluarga mereka.
Ketiga, konsekuensi menjadi TKI ilegal. Pekerja ilegal rentan terhadap pelanggaran HAM. Kita kerap mendengar pemberitaan media terkait perlakuan buruk yang diterima oleh para TKI ilegal di luar negeri seperti kekerasan, penganiayaan, pemerkosaan, perdagangan orang sampai pada pemotongan gaji oleh majikan.