Mbay Masih Seperti Dulu, Kampung Besar yang Terpaksa Disebut Kota
Sampai saat ini, Mbay masih seperti yang dulu. Sebuah Kampung Besar yang dipaksakan dengan sebutan Kota.
Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM - Sepuluh tahun menyandang status sebagai 'Kota', sejak ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Nagekeo, Mbay ternyata belum bermetamorfosa.
Sampai saat ini, Mbay masih seperti yang dulu. Sebuah Kampung Besar yang dipaksakan dengan sebutan Kota.
Pembangunan Kota Mbay juga terkesan asal jadi.
Lihat saja taman kota yang tidak pernah berfungsi jadi taman. Taman yang menghabiskan anggaran Rp 730 juta itu lebih pantas disebut hutan karena desain fisiknya jauh dari ciri sebuah taman.
Mbay juga bak kota kubangan di musim hujan akibat pembangunan kota tanpa drainase, kota gersang dan berdebu di musim kemarau akibat kekurangan pohon, jalan rusak di sana-sini, belum lagi ternak berkeliaran di tengah kota, pasar ternak di pusat perkotaan.
Pemerintah dan DPRD Nagekeo terkesan nyaman dengan kondisi ini.
Kebijakan anggaran di DPRD Nagekeo bahkan cenderung mengamankan wilayah basis. Akibatnya, Mbay terabaikan.
Tahun 2015, sempat ada alokasi anggaran senilai Rp 5 miliar untuk drainase Kota Mbay.
Namun menurut informasi, ketika di DPRD Nagekeo, anggaran tersebut habis terbagi karena masing-masing anggota DPRD meminta 'jatah' untuk mengamankan wilayah basis masing-masing.
Tahun 2017, Pemda Nagekeo bahkan tidak mengalokasikan anggaran untuk pembangunan di Kota Mbay.
Hanya transformasi nomenklatur Mbay dari desa menjadi kota.
Kepala Bappeda Kabupaten Nagekeo, Agustinus Fernandes yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (20/9/2017), mengatakan, dalam perencanaan pembangunan daerah, pihaknya telah menetapkan rencana penataan Kota Mbay sejak tahun 2014.
"Coba buka dokumen perencanaan kita. Sejak tahun 2014 sudah kita tetapkan penataan Kota Mbay. Tapi mentok di Keuangan dan DPRD," kata Agus.
Bahkan, kata Agus, tahun 2017 anggaran untuk penataan Kota Mbay nihil.