Revolusi Media Pembelajaran di NTT Tertinggal Jauh, Inilah Penyebabnya
Kalau masih mengandalkan kemampuan verbal sang guru untuk menjelaskan, maka pembelajaran mencangkok
Akan tetapi, hemat saya, di NTT justru lebih memprihatinkan lagi. Memanfaatkan `media jadi' saja banyak orang masih gagap, apalagi membuat media pembelajaran secara mandiri.
Oleh karena itu, dalam konteks NTT, yang mesti dilakukan adalah revolusi media pembelajaran. Revoluasi itu pertama-tama dilakukan melalui `revolusi pemanfaatan'. Setelah itu baru diikuti dengan `revolusi pengembangan'.
Revoluasi pemanfaatan bukan hanya dalam arti memastikan pendidik terbiasa menggunakan media pembelajaran yang sudah ada, tetapi bahwa `media jadi' yang digunakan para guru didasarkan pada analisis terhadap kebutuhan siswa.
Dengan itu, maka media yang dipakai benar-benar mampu menjawab kebutuhan siswa.
Ketika orang sudah terbiasa memanfaatkan media yang ada, maka akan gampang melakukan intervensi agar melakukan pengembangan media. Mengembangkan media sendiri itu manfaatnya ganda.
Pertama, media yang dirancang diharapkan benar-benar sesuai apa yang terdapat pada rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kedua, kreativitas guru itu sendiri bisa diasah.
Pada suatu kesempatan, dalam kunjungan saya di sebuah sekolah di pedalaman Manggarai Timur, saya dibuat tercengang oleh jawaban seorang guru yang cukup senior di sekolah tersebut.
Katanya mereka tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengembangkan media pembelajaran karena belum ada listrik. Ia membayangkan media pembelajaran itu seperti projector, video compact disc (VCD) dan benda-benda lain yang termasuk dalam kategori barang elektronik. Saya terdiam.
Sekolah-sekolah kita rupaya masih menganut aliran behaviorisme klasik ataupun kognitivisme konvensional dengan metode ceramah sebagai andalan utamanya.
Padahal seperti contoh tadi, penjelasan mengenai pokok bahasan mencangkok dapat saja menggunakan media media grafis seperti poster (jika belum didukung fasilitas yang memadai). Bahkan lebih efektif lagi, pokok bahasan itu diberikan dengan praktik langsung di lapangan.
Berbeda sekali ketika sebagai mahasiswa saya mengunjungi beberapa sekolah di Jawa Timur, pengembangan media pembelajarannya sangat pesat.
Hampir tidak bisa dijangkau lagi oleh sekolah-sekolah di NTT karena sudah terlalu banyak variasi media pembelajaran yang dikembangkan, baik alat-alat peraga sederhana maupun media teknologi yang lebih kompleks semisal macromedia flash, prezi ataupun camtasia.
Macromedia Flash adalah program mutimedia dan animasi untuk berkreasi membuat aplikasi-aplikasi unik dan animasi-animasi interaktif.
Program ini sudah banyak digunakan dalam presentasi bisnis maupun kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Prezi adalah perangkat lunak untuk presentasi berbasis internet. Prezi juga dapat digunakan sebagai alat untuk melukis secara virtual.
Sementara camtasia adalah program untuk membuat video tutorial atau video presentasi. Dengan memakai program-program tersebut, maka penyampaian materi pembelajaran menjadi lebih efektif.