Di Rumah Jabatannya, Ketua DPRD TTS Harus Siapkan Ember untuk Tampung Air Hujan
Ketua DPRD TTS, Jean EM Neonufa, SE menjelaskan, saat dilantik tahun 2014, ia dan dua wakil ketua DPRD langsung
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM, SOE -- Tiga rumah jabatan pimpinan DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di Jalan Gunung Mollo, Kota SoE, tidak layak huni.
Ketua DPRD TTS, Jean EM Neonufa, harus menyediakan ember dan bokor di sejumlah bagian rumah jabatan tersebut untuk menampung air hujan. Perbaikan sudah dilakukan sejak tahun 2016, tapi hingga tahun 2017 belum serah terima pertama pekerjaan atau provisional hand over (PHO).
Ketua DPRD TTS, Jean EM Neonufa, SE menjelaskan, saat dilantik tahun 2014, ia dan dua wakil ketua DPRD langsung masuk rumah jabatan (rujab) pimpinan DPRD TTS itu.
Namun, mereka hanya menempati sekitar setahun karena kondisi rujab memrihatinkan sehingga direhab. Lalu mereka keluar dari rujab dan tinggal di rumah pribadi sekitar awal tahun 2016.
"Rujab rusak berat waktu itu karena sudah berusia 25 tahun. Gentengnya rusak, pecah dan terbongkar. Jika kita tempati, maka seperti dalam kolam. Kita kerja tiap hari hanya tadah air hujan di dalam rumah dan seperti berlindung di bawah pohon pisang. Saya tadah air pakai ember dan bokor," tutur Jean, Senin (24/7/2017).
Selain itu, tambah Jean, barang-barang yang ada di rujab sudah belasan tahun belum diganti.
Wakil Ketua DPRD TTS, Alex Kase, mengatakan, rujab yang ditempatinya juga bocor. "Rumah jabatan pimpinan DPRD bocor di mana-mana. Kondisi lebih parah rujab ketua DPRD. Kalau musim hujan, beliau tadah air hujan di bokor. Karena bocornya besar," kata Alex, Sabtu (29/7/2017).
Menurut Jean, kerusakan rujab DPRD diperbaiki sekitar bulan November 2016 karena terlambat lelang.
"Lelang pengerjaan rujab tersebut terlambat, sehingga kontrak kerja mulai November. Dan harusnya Januari atau Februari 2017 sudah selesai. Sekarang kita tunggu PHO," kata Jean.
Jean menduga keterlambatan penyerahan karena terjadi mutasi pejabat pembuat komitmen (PPK) di instansi terkait.
Selama masa rehab, tiga pimpinan DPRD menempati rumah sendiri. "Saya menempati rumah keluarga. Tidak ada fasilitas dari daerah," kata Jean.
Jean mengatakan, tidak ada biaya kontrak rumah yang diberikan kepadanya ketika menempati rumah keluarga. Justru ketika dia menempati rujab DPRD, setiap bulan ada pemotongan sekitar Rp 4 juta sampai Rp 6 juta.
"Kalau menempati rumah pribadi, anggaran pemotongan rujab tidak ada lagi karena saya menempati rumah sendiri," ujarnya.
Alex Kase mengatakan, tiga rujab pimpinan DPRD rusak berat sehingga harus direhab dengan dana sekitar Rp 2 miliar. Pekerjaan itu berupa penutupan kap, pengggantian kunci rumah dan perbaikan keramik.
"Rujab sampai sekarang belum kami tempati karena belum serah terima. Kemarin setelah habis tahun anggaran, pekerjaan baru selesai 50 persen. Saya ingat betul tanggal 7 Desember 2016 kami ke sana bersama Komisi III DPRD TTS, ternyata pekerjaan penutupan kap satu rumah belum selesai. Karena itu, DPRD putuskan kontraktor harus dikenakan sanksi," kata Alex.
Alex menyesalkan kontraktor yang mengerjakan rehab rujab DPRD itu karena hingga kini belum ada penyerahan. (vel)