Refleksi Tentang Perdamaian, Catatan Menarik Ini Karya Mahasiswa Komunikasi Undana
Selain itu, aksi teror dan kekerasan terus terjadi di beberapa pelosok tanah air guna memecahbelah persatuan dan
Oleh : Mario Djegho
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Undana, Kupang
POS KUPANG.COM - Guncangan internal dalam diri bangsa Indonesia selalu menyisakan cerita tentang rasa kebhinekaan. Perbedaan sebagai dasar persatuan menjadi tema utama ketika berbagai paham radikal berusaha untuk menyeragamkan pluralitas dalam satu otoritas. Nilai persatuan seakan terkoyak oleh sikap fundamentalis yang menentang eksistensi Pancasila sebagai dasar negara.
Selain itu, aksi teror dan kekerasan terus terjadi di beberapa pelosok tanah air guna memecahbelah persatuan dan kesatuan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Fatalnya, sebagian masyarakat mulai terpengaruh oleh berbagai gerakan fundamentalis keagamaan yang tergabung dalam beberapa ormas radikal. Seperti halnya penyakit kanker, paham radikalisme seakan datang tanpa disadari dan perlahan merusak dari dalam (diri bangsa Indonesia).
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok Negara 20 atau G20 sesi I di Hamburg, Jerman, Presiden Jokowi berkesempatan untuk menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah terorisme dengan program deradikalisasi (Pos Kupang, Minggu 9/7/2017).
Menurut Presiden Jokowi, dengan program deradikalisasi hanya 3 dari 560 (0,53 persen) mantan aktor teroris yang berkeinginan kembali melakukan aksi terorisme. Program deradikalisasi tersebut diterapkan melalui penggunaan teknologi informasi, proses edukasi cara berpikir yang benar dan persuasif, serta peran nyata dari lembaga keagamaan dalam menyebarkan pesan damai dan toleran.
Proses deradikalisasi merupakan sebuah metode yang dilakukan oleh pemerintah dalam menekan perilaku terorisme, radikalisme, dan fundamentalisme. Menurut Altemeyer dan Hunsberger (via Rahman, 2013 : 248), fundamentalisme agama sering dihubungkan dengan kekerasan (radikalisme dan terorisme) berbasis agama akibat tingginya prasangka negatif terhadap kelompok lain.
Dalam pemahaman kaum fundamentalis, agama yang dianutnya memiliki kebenaran mutlak sehingga harus diikuti. Sedangkan pihak yang menentangnya akan diperangi secara doktrinal maupun fisikal. Sikap fundamentalisme agama biasanya terjadi akibat kebutuhan akan makna, merasa terpinggirkan dan adanya pemrosesan kognitif.
Hindari Kekuatan Militer
Dalam proses pemberantasan ketiga "hama persatuan" tersebut Presiden Jokowi sangat menghindari kekuatan militer karena pikiran sesat hanya bisa dikoreksi dengan cara berpikir yang benar. Semua pihak harus kembali pada tataran etis, yakni menyadarkan kembali para pelaku hama persatuan tersebut melalui proses deradikalisasi. Oleh sebab itu, berdasarkan paradigma pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, maka terdapat dua hal utama yang dapat dilakukan pihak-pihak tertentu dalam menangkal terorisme, radikalisme dan fundamentalisme, yakni; penguatan sektor pendidikan dan kesejahteraan sosial.
Dalam pandangan Ilmu Komunikasi, proses deradikalisasi bisa ditunjang dengan penerapan konsep efektivitas komunikasi antar budaya. Liliweri menyatakan bahwa komunikasi antar budaya yang efektif adalah interaksi antar budaya dimana pelaku-pelaku di dalamnya mampu menjaga keseimbangan dan relasi komunikasi di antara dua kebudayaan yang berbeda.
Dengan demikian bila seseorang belum mampu menghadapi dan menerima perbedaan-perbedaan budaya maka ia belum berkomunikasi antarbudaya secara efektif. Hal itu pada akhirnya mampu memperbaiki kerusakan simetrisitas sosial yang oleh Muhamad Damm disebut sebagai kematian partikular. Simetrisitas sosial adalah relasi antara manusia dengan dirinya (intra subyektif) dan dengan orang lain (antar subyektif).
Pola komunikasi antar budaya yang efektif pada dasarnya memiliki tiga fungsi utama, yakni fungsi integrasi sosial, fungsi kognitif, serta fungsi sosialisasi nilai. Fungsi integrasi sosial berarti komunikasi antar budaya adalah "penyatu" bagi orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi itu sehingga setiap orang akan berupaya untuk saling menghargai dan menerima satu sama lain.
Dengan demikian akan tercapai suatu integrasi sosial dan menghindari berbagai konflik horizontal. Kemudian fungsi kognitif berarti komunikasi antar budaya memberikan pengertian dan pengetahuan kepada setiap orang yang melakukan proses komunikasi sehingga mengetahui dan memahami identitas setiap pribadi. Hal itu bisa meminimalisir stereotip dan prasangka sosial sehingga terwujudnya nilai toleransi dan kesetaraan. Dan, yang terakhir adalah fungsi sosialisasi nilai yang berarti bahwa komunikasi antar budaya merupakan bagian integral dari proses pembelajaran dan pewarisan nilai-nilai luhur seperti kebhinekaan, toleransi dan kesetaraan bagi sesama dan generasi selanjutnya.
Pada akhirnya persoalan terorisme, radikalisme, dan fundamentalisme agama yang menantang Pancasila bisa dicegah (preventif) dan ditanggulangi (kuratif) melalui penguatan sektor pendidikan dan kesejahteraan sosial dalam ruang lingkup (scope) akademis seperti sekolah dan kampus, ruang lingkup profesionalis seperti birokrasi dan pemerintahan, serta ruang lingkup sosial-religius seperti organisasi keagamaan atau bahkan lembaga agama itu sendiri yang ditunjang oleh penerapan efektivitas komunikasi antar budaya.
Eric Weil (1904-1977), seorang pemikir dan aktivis perdamaian meyakini bahwa setiap orang adalah pembawa kedamaian dan bertanggung jawab untuk melestarikan perdamaian itu. Hal itu menjadi bukti bahwa semua orang harus memiliki kesadaran sosial dan keyakinan sebagai pendorong tindakan sosial demi perdamaian.
Mengapa? Karena perdamaian bisa menjadi nyata dalam kehidupan bersama yang diwarnai oleh kerja sama, dialog, solidaritas, saling menghormati, saling menghargai, saling menolong dan hidup bersaudara. Selain itu, toleransi dan semangat komunikasi antar budaya juga mampu melestarikan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal itu secara tidak langsung mampu mengembalikan citra moderat-rasional bangsa ini ke arah yang lebih baik tanpa adanya "hama persatuan". Maka dari itu, marilah kita menjaga semangat perdamaian dalam lingkaran komunikasi antarbudaya untuk stabillitas bangsa yang lebih baik. *