Monumen Garuda Pancasila di Kupang, Inilah Desainnya yang Mengagumkan

Kelompok ini tidak boleh dipandang sebelah mata lagi. Mereka sudah ada di mana-mana. Sel-selnya sudah merasuk jauh

Editor: Dion DB Putra
IST
Pradisain Monumen Garuda Pancasila yang akan dibangun di Kupang, NTT 

Oleh: Theodorus Widodo
Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) NTT

POS KUPANG.COM - Kupang tidak lama lagi akan mempunyai monumen raksasa Garuda Pancasila. Gagasan ini bermula dari diskusi internal Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) NTT bersama kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) NTT, Dra. Sisilia Sona dan jajarannya. Wakil etnis yang ada di dalam forum resah. Ibu kepala Badan Kesbangpol juga resah. Semangat persatuan dalam bingkai NKRI saat ini sedang mengalami cobaan berat. Ada upaya kelompok radikal tertentu yang ingin mengganti dasar negara Pancasila.

Kelompok ini tidak boleh dipandang sebelah mata lagi. Mereka sudah ada di mana-mana. Sel-selnya sudah merasuk jauh ke seluruh pelosok negeri jadi sel kanker yang sebentar lagi sulit diobati. Paham ini bahkan sudah lama merambah dunia kampus, kawah candradimuka bagi intelektual muda yang sebentar lagi akan jadi pemimpin bangsa.

Susahnya, yang namanya paham itu bukan hardware. Tapi software yang tidak berwujud. Sulit sekali dideteksi. Paham ini tumbuh subur karena kecanggihan dunia lembah silikon. Dunia maya. Medsos (media sosial). Indoktrinasi sekarang tidak terikat lagi pada ruang dan waktu. Maka semua sepakat, situasi ini perlu disikapi. Dengan apa? Masak diskusi saja terus. Mesti ada tindakan nyata.

Tercetuslah gagasan. Di Kupang harus ada sesuatu. Sesuatu itu tidak boleh biasa-biasa saja. Ia harus dalam bentuk yang nyata. Spektakuler dan monumental. Sebuah simbol yang bisa mengirim pesan kepada semua orang bahwa persatuan dan kesatuan itu harus di atas segala-galanya. Bahwa NKRI itu harga mati. Maka pilihan jatuh pada sebuah monumen Pancasila.

Mengapa harus Pancasila? Toh Pancasila hanya salah satu pilar bangsa. Masih ada tiga pilar lain. Jawabannya, pertama hanya Pancasila yang mudah dinyatakan dalam sebuah simbol kasat mata, formal dan baku . Yang lainnya sulit. Perlu imajinasi. Perlu formalisasi. Kedua, sebagian ahli bilang, Pancasila itu fondasi. Dasar negara, bukan pilar. Karena itu tidak pas disejajarkan dengan tiga pilar lain. Tanpa Pancasila, bangunan negara sudah lama roboh. Tanpa Pancasila tiga pilar NKRI, UUD '45 dan Bhineka Tunggal Ika sudah lama patah. Ya iyalah. Tanpa fondasi, pilar dan bangunan mau berdiri di mana? Tanpa fondasi Pancasila, Indonesia sudah lama bubar. Begitu katanya.

Selanjutnya visualisasi Pancasila harus dalam bentuk sebuah lambang yang sudah baku. Apa itu? Tentu Garuda. Garuda yang di dadanya ada perisai Pancasila yang memuat salah satu pilar, sila ketiga Persatuan Indonesia yang idem ditto dengan NKRI. Garuda yang di cakarnya terggenggam salah satu pilar lain lagi yaitu Bhineka Tunggal Ika. Maka pilihan monumen Garuda Pancasila tepat. Tidak salah.

Selanjutnya gagasan ini tidak boleh sekadar gagasan. Ia harus diwujudnyatakan. Dicarilah arsitek yang punya imajinasi kuat. Tapi bukan hanya imajinasi. Harus juga punya semangat nasionalisme tinggi. Pilihan jatuh pada tim disainer kantor Gubernur baru di Jalan Tari Kupang yang piawai mencari simbol simbol kaya makna. Benar. Begitu disampaikan, tim arsitek ini langsung setuju. Bahkan konsep Garuda Pancasila sudah lama ada dalam benak para arsitek muda yang hebat ini.

Hanya dalam tempo seminggu, tim yang dipimpin Yoseph Liem dan Melki Yermias Dami sudah merampungkan pradisain. Garuda hasil imajinasi tampak gagah perkasa dalam perspektif tiga dimensi. Gagasan forum jadi mudah diterima sekarang.
Selanjutnya, agar didukung pemerintah, ide besar ini perlu disampaikan kepada gubernur.

Sebelumnya pendekatan dulu dengan Sekda. Kalau Sekda setuju baru lanjut. Eh, ternyata respon Sekda NTT luar biasa. Begitu pula Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Orang nomor satu NTT ini dukung seratus porsen. Bahkan langsung tancap gas. Perintah turun. Bikin malam penggalangan dana. Luar biasa. Dengan persiapan seadanya dan tamu undangan yang tidak seberapa (kurang lebih 30 orang), dana langsung terkumpul 500 juta rupiah.

Kegelisahan forum, Kesbangpol, Sekda dan gubernur ternyata juga adalah kegelisahan semua orang. Maksudnya di sini tentu semua orang baik. Yang peduli pada nasib bangsa. Yang tidak baik pasti acuh saja atau malah galau. Malam itu hanya dengan satu dua lagu dari ibu Lusia Adinda Lebu Raya, semua spontan menyumbang. Baik institusi maupun pribadi. Demi Indonesia tercinta tentunya. Rencana bangun monumenpun bergulir cepat bak bola salju. Dukungan datang dari mana-mana, terutama dari DPRD lewat ketua dan pimpinan fraksinya. Semua setuju. NTT harus bikin sesuatu. Harus ada sumbangsih kepada Nusantara dalam wujud yang nyata. Simbol pemersatu.

Sementara di medsos masih ada satu dua pertanyaan. Salah satunya, mengapa mesti dibangun di Kupang? Kok bukan di Ende sebagai tempat lahirnya Pancasila. Jawabnya simpel saja. Ende bagian dari NTT atau bukan?. Kalau NTT ibarat sebuah rumah, Ende itu salah satu kamarnya. Jadi tidak salah monumen besar ini dibangun di Kupang sebagai ibukota provinsi. NTT adalah Rumah Pancasila sebagaimana tema seminar nasional 30 Mei 2017 di Kupang. Lagipula, memangnya monumen Pancasila dibangun di mana-mana itu salah? Monumen ini seharusnya ada di seluruh pelosok negeri untuk mewartakan kepada semua anak bangsa bahwa Pancasila itu harus di atas segala-galanya.

Sebagai dasar falsafah dan ideologi bangsa yang harus jadi pedoman hidup, nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila itu perlu dijaga, dirawat, dipahami, dihayati dan dipraktikkan. Apalagi dimasa yang berat seperti sekarang ini. Masa di mana Pancasila sedang diterpa badai besar. Mestinya kalau mau, amalkan saja semua nilai yang terkandung dalam Pancacila. Semua persoalan bangsa pasti sudah lama kelar.

Tidak Urus Kemiskinan
Ada juga pertanyaan lain yang benar-benar konyol. Di NTT ini kenapa tidak urus dulu soal kemiskinan? Kok bangun monumen besar yang makan banyak ongkos? Nah lho! Lagi-lagi soal kemiskinan diangkat. Miskin menurut siapa? Juga ada urusan apa bangun monumen dengan soal kemiskinan? Sorry, patut disayangkan ada pertanyaan semacam ini.

Pertama, orang ini tidak paham arti penting Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi bangsa. Kemiskinan tidak akan ada kalau semua orang paham dan mau mempraktekkan nilai-nilai luhur bangsa yang ada dalam lima sila dari Pancasila. Ambil contoh soal kesejahteraan rakyat dan ketimpangan sosial ekonomi itu misalnya. Sila kelima Pancasila jelas-jelas secara eksplisit menyebutnya. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi simpel saja. Hayati dan amalkan itu bung. Pasti tidak ada lagi orang miskin di bumi nusantara.

Kedua, siapa bilang NTT miskin? Miskin dari perspektif mana? Miskin dari etos kerja, barangkali iya. Wong banyak orang bilang NTT ini kaya kok. Tinggal bagaimana mengelolanya Lagipula ingat bung. Kata orang bijak, kalimat yang diucapkan berulang-ulang akhirnya benar-benar akan terjadi. Karena itu jangan selalu bilang anda miskin. Jangan bilang anda tidak punya apa-apa. Lama kelamaan benar benar anda akan jatuh miskin dan tidak punya apa-apa. Bilang saja kita kaya kenapa?

Ketiga, memangnya dua urusan ini saling meniadakan? Istilah kerennya ini zero sum game yaitu kalau pakai sekian miliar untuk bangun monumen, berarti ada sekian miliar dana pengentasan kemiskinan yang berkurang? Kasihan. Buktinya, lihat saja apa yang terjadi di malam penggalangan dana 13 Mei yang lalu. Supaya diketahui dana spontanitas dari para dermawan itu bukan dana filantrofi yang siap dipakai untuk urusan pengentasan kemiskinan. Bila tidak percaya tanya saja sama para penyumbang malam itu.

Keempat, dari perspektif ekonomi justru lokasi monumen ini akan jadi sentra pertumbuhan ekonomi baru. Ekonomi rakyat. Bayangkan saja kalau lokasi ini kelak jadi destinasi wisata baru. Destinasi wisata kebangsaan yang sepengetahuan saya belum pernah ada. Bukan hanya di NTT, tapi di seluruh Indonesia.

Kita sudah punya destinasi wisata religius Semana Santa di Larantuka, Taman Ziarah Yesus Maria di Oebelo Kupang, Pawai Paskah di Kupang dan lain lain.
Kita sudah punya destinasi wisata alam seperti Kelimutu, Labuan Bajo, Taman Nasional Komodo, Riung, Alor, Nemberala, resort terbaik dunia Nihiwatu dan lain lain. (Sayangnya banyak orang NTT yang rajin ke luar negeri tiap tahun tapi belum ke tempat-tempat itu. Semoga sadar).

Kita sudah punya destinasi margasatwa di mana-mana, teristimewa Komodo, satu-satunya "Dynosaurus" yang masih tertinggal di bumi. Kita sudah punya destinasi wisata budaya seperti Pasola, tari Caci, Kampung Bena, Boti, Waerebo dan lain lain. Nah, sebentar lagi kita juga akan punya destinasi wisata baru. Destinasi wisata kebangsaan, satu satunya di Indonesia. Hebat kan?

Di dalam perut monumen setinggi 30 m ini akan ada ruang besar bertingkat-tingkat yang harus difungsikan. Tidak boleh idle. Maka akan ada teater, diorama, perpustakaan dan lain lain di dalamnya. Di land-scapenya akan ada taman baca, rumah ibadat semua agama dan sebagainya.

Letak monumen di puncak bukit. Di dekat pantai pula. Dari puncaknya seluruh hamparan laut, teluk dan pulau di mulut Kota Kupang akan terlihat jelas karena letaknya di ketinggian di tepi pantai. Monumen ini bisa dilihat dari segala arah. Dari darat, laut maupun udara. Hebat kan? Jangan bayangkan monumen ini seperti monumen umumnya yang ada di persimpangan-persimpangan jalan. Monumen ini lain daripada yang lain. Mau belajar lebih jauh tentang Pancasila, datang saja ke situ.

Lalu kalau anda memang pelancong, dari Kupang terbanglah ke Ende, kota Pancasila. Lihat bagaimana dulu Bung Karno terinspirasi oleh hidup berbhineka tunggal Ika di Ende. Lihat bagaimana orang Ende yang Katolik, Protestan dan Islam bisa hidup damai dan bersaudara. Lihat bagaimana para misionaris Katolik Belanda dulu yang nota bene sebenarnya bagian dari kaum kolonialis bisa hidup bersesama dengan semua warga setempat.

Lihat bagaimana proklamator kita ini dulu duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima yang masih ada sampai sekarang (walaupun sudah ditanam ulang tapi kok ajaib benar bisa tetap bercabang lima) . Dalam desir gelombang laut Sawu di bibir pantai teluk Ende yang begitu indah, Bung Karno berhasil menggali dan menemukan Pancasila.

Lihat bagaimana rumah tempat tinggal presiden pertama kita dulu yang selama 4 tahun dalam pengasingan tetap masih ada sampai sekarang. Lengkap dengan sumur gali di belakangnya.

Sudah itu kunjungi semua tempat wisata di Flores yang memang kaya tempat wisata. Luar biasa bukan? NTT benar benar akan jadi New Tourism Territory sebagaimana yang selalu diucapkan Gubernur Frans Lebu Raya pada berbagai kesempatan. Karena NTT nanti akan penuh dengan destinasi wisata. Kita sebentar lagi akan punya monumen raksasa. Garuda Pancasila. Ingat. Kerja goton- royong pasti mampu menghasilkan sesuatu yang besar. Siapa bilang ini mimpi?*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved