Pilkada DKI Jakarta

Kutukan Petahana di Putaran Kedua Berulang di Pilkada DKI Jakarta

Pencoblosan di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua sudah usai dalam suasana damai. Melegakan. Hitung cepat (quick count) sejum

Editor: Alfred Dama
youtube
Sandiaga Uno dan Anies Baswedan 

Meskipun real count oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta belum selesai dihitung, berdasarkan hasil quick count (hitung cepat) sejumlah lembaga survei yang nyaris sama dan selisih perolehan suara yang jauh, petahana hampir pasti tumbang di putaran kedua. 

Menangi putaran pertama

Fauzi Bowo.(ANDREAN KRISTIANTO )
Fauzi Bowo.(ANDREAN KRISTIANTO ) ()

Namun, petahana tidak perlu berkecil hati. Pemilu Indonesia mencatat hal manis juga terkait petahana yang ingin melanjutkan kekuasaanya di periode kedua.

Selain mencatat kutukan petahana di putaran kedua, sejarah Pemilu Indonesia memberi catatan untuk petahana agar bisa mempertahankan jabatannya.

Baru satu memang catatannya. Namun, catatan ini menggenapi catatan soal kutukan petahana di putaran kedua atau semacam tips bagi kutukan petahana untuk menghindari kutukan di putaran kedua.

Bagi petahana, jika hendak tetap bertahan dan berkuasa, menang di putaran pertama adalah keharusan. Jangan pikirkan putaran kedua. Tidak menang di putaran pertama artinya kalah di putaran kedua. 

Untuk catatan kemenangan petahana di putaran pertama sehingga kekuasaannya bisa dipertahankan, kita perlu menengok Pilpres 2009. Untuk Pilpres 2009, kita perlu melihat prestasi SBY yang memilih berpasangan dengan Boediono.

Di Pilpres 8 Juli 2009, SBY-Boediono meraih 60,80 persen suara menyingkirkan langsung pasangan Megawati Soekarnoputri- Prabowo Subianto yang meraih 26,79 persen suara dan pasangan Jusuf Kalla- Wiranto yang meraih 12,41 persen suara.

Kemenangan SBY di Pilpres 2009 didahului kemenangan Partai Demokrat yang dalam Pemilu 2009 unggul dengan 20,85 persen suara. Partai yang baru dua kali ikut Pemilu ini mengalahkan partai-partai yang lebih mengakar seperti Golkar dan PDI-P.  

Sebuah prestasi yang membanggakan dan membaut sejumlah orang yang tidak bisa menerima masih geleng-geleng kepala. 

Soal bagaimana kemenangan SBY dan Partai Demokrat di Pemilu 2009 diraih, kita bisa berdebat melihat nasib Partai Demokrat dan sejumlah kadernya saat ini. Namun, hasil luar biasa SBY dan Partai Demokrat tercatat dalam sejarah Pemilu di Indonesia.

Mengubah atau mengulang sejarah

Calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berada di rumahnya, di Kompleks Pantai Mutiara Blok J/39, Jakarta Utara, Rabu (19/4/2017).(Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)
Calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berada di rumahnya, di Kompleks Pantai Mutiara Blok J/39, Jakarta Utara, Rabu (19/4/2017).(Kompas.com/Kurnia Sari Aziza) ()

Jika Pilkada DKI Jakarta adalah cermin untuk Pilpres seperti sudah terjadi di Pilkada DKI 2012 dan Pilpres 2014, petahana yang akan maju di Pilpres 2019 perlu menengok sejarah pendek Pemilu kita.

Sejarah Pemilu Indonesia sudah mencatat, petahana yang bertarung di putaran kedua tumbang. Sejarah yang sama juga mencatat, petahana yang bisa mempertahankan kekuasaannya untuk periode kedua harus menang di putaran pertama.

Belajar dari sejarah pemilu yang sama, cara meraih kemenangan dan bagaimana memanfaatkan kekuasaan karena kemenangan perlu dicermati juga. Dari Partai Demokrat kita belajar juga.

Terhadap sejarah yang akan kita torehkan, kita punya peluang untuk mengubah jalannya atau mengulanginya. 

Untuk ujian atas sejarah itu, Pilpres 2019 akan jadi momentum terdekatnya. Jokowi sebagai petahana sudah dicalonkan dua partai politik dan tampak mempersiapkan dengan sungguh-sungguh capaian kerja sebagai modal kampanyenya.*

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved