Penyesuaian Adat Kematian Mengentaskan Kemiskinan di Sumba

Salah satu langkah yang ditempuh adalah waktu untuk menjaga jenazah dibatasi dan tidak boleh lebih dari delapan

Penulis: John Taena | Editor: Dion DB Putra

Laporan wartawan Pos Kupang, John Taena

POS KUPANG.COM, WAINGAPU-Sejak tahun 2014 silam, warga lima desa di Kecamatan Katala Hamu Lingu (Kahali), Sumba Timur, melakukan terobosan terkait adat kematian.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah waktu untuk menjaga jenazah dibatasi dan tidak boleh lebih dari delapan malam. Tujuannya demi pengentasan kemiskinan di daerah itu.

"Bukan reformasi atau mengubah tapi penyesuaian adat. Kalau ada orang mati, jenazahnya tidak boleh lebih dari enam hari. Begitupun pemotongan hewan yang biasanya puluhan bahkan ratusan ekor itu kita batasi " demikian Camat Kahali, Thomas Peka Rihi, S. Sos di ruang kerjanya, Kamis (23/2/2017).

Pemotongan hewan untuk kebutuhan konsumsi, lanjutnya, hanya selama tiga kali. Pertama pada saat keluarga hendak membuat musyawarah tentang waktu pemakaman. Selanjutnya pada saat malam terakhir.

"Makan itu hanya tiga kali dan potong hewan juga disesuaikan dengan kebutuhan. Setiap malam mete, layani kopi dan sirih pinang hanya satu kali," katanya.

Sanksi bagi orang yang tidak mematuhi kepekatan penyesuaian adat kematian itu, kata camat, akan dikucilkan oleh segenap warga di kecamatan itu. Pasalnya kesepatan bersama yang buat oleh seluruh tokoh masyarakat, tokoh adat dan pihak pemerintah itu telah dikukuhkan dalam sebuah sumpah adat.

"Kalau tidak patuh nanti orang yang bersangkutan akan dianggap sebagai musuh masyarakat seluruh kecamatan ini. Waktu sumpah adat itu kan ada tiga perang yakni melawan sakit, kemiskinan, perampokan atau pencurian dan satu penyesuaian adat." (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved