Betapa Indahnya Toleransi di Kampus-kampus Yogyakarta

Perbedaan yang ada di lingkungan kampus bukan menjadi penghalang untuk menimba ilmu, namun justru menjadi warna yang indah dalam bingkai toleransi.

Editor: Rosalina Woso
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma
Raras Ruming Melathi (20) Warga Magelang, Jawa Tengah yang saat ini masih menjadi mahasiswa aktif Pendidikan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 

"Yang mengisi gantian, dosen Muslim, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha. Bentuknya forum diskusi tanya jawab," kata Raras.

Diceritakanya, di lingkungan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, ia melihat seorang suster, romo, frater, pendeta duduk bersama mahasiswa berjilbab, bercanda, makan bersama di kantin atau berdiskusi sudah hal yang biasa.

Bahkan suster memboncengkan teman kelasnya yang berjilbab atau sebaliknya juga itu sudah biasa.

Pandangan serupa juga terlihat di Universitas Atmajaya Yogyakarta. Widi Jati Pangestu, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya angkatan 2015 menuturkan, perbedaan bukan menjadi penghalang untuk menjalin pertemanan maupun persaudaraan. Justru perbedaan itu harus dirayakan dan menjadi indah.

"Di sini (Universitas Atmajaya Yogyakarta) yang kuliah tidak hanya Katolik, tetapi banyak yang Muslim, Hindu, Budha dan Kristen. Dan, tidak ada masalah, justru saling bersaudara," ujarnya.

Widi menceritakan, di Universitas Atma Jaya Yogyakarta setiap fakultas menyediakan ruangan untuk menjalankan ibadah shalat. Bahkan di ruangan itu kampus menyediakan fasiltas perlengkapan shalat.

"Setiap Fakultas disediakan ruangan untuk shalat. Lengkap ada mukena, sajadah, serta sarung juga," bebernya.

Satu yang menarik dari sebuah dinamika toleransi dan persaudaraan yang ia rasakan salah satunya adalah ketika jam shalat zuhur atau hari Jumat, misalnya, mahasiswa yang nonmuslim sering mengantar mahasiswa muslim ke masjid. Bahkan sering kali mengingatkan agar jangan bolos shalat.

"Teman-teman yang nonmuslim itu mau mengantarkan kalau mau ke masjid, dibonceng naik motor atau sekadar menemani jalan kaki," urainya.

Mahasiswa Kristen di UIN

Sama halnya dengan Riston Batuara, mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Dia mengaku awalnya datang ke prodi dan menanyakan apakah bisa kuliah di UIN karena agamanya Kristen. Pihak Prodi menyambutnya secara terbuka.

"Saya langsung datang ke prodi, Pak saya orang Kristen apakah bisa kuliah di sini? Prodi sangat welcome dan akhirnya saya kuliah di UIN," tuturnya.

Selama kuliah di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Riston tidak pernah merasakan adanya diskriminasi. Teman -teman kuliah maupun pengajar terbuka dan saling menjalin komunikasi yang baik, sehingga ia menikmati dinamika kehidupan di kampus negeri Islam.

"Selama kuliah saya tidak merasakan hal-hal yang ganjil atau apa. Saya sangat menikmati dinamika yang ada," tegasnya.

Menurutnya, karena kuliah di studi agama dan resolusi konflik maka ketika membahas tentang Kekristenan misalnya, maka tidak sungkan-sungkan dosen di UIN memberikan kesempatan kepada mahasiswa Kristen untuk presentasi.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved