Globalisasi Pluralisme Agama

Semua hal inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil

Editor: Dion DB Putra

Oleh Andy Mello, SVD
Magister Pendidikan UNY

POS KUPANG.COM - Pluralisme adalah pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya kemajemukan dan keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dan sebagainya. Semua hal inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas.

Adapun hal/isu penolakan agama di Indonesia, yakni penolakan pelbagai paham, sikap dan praktek hidup yang mengandung unsur-unsur diskriminasi, fanatisme, premordialisme dan kekerasan atau terorisme. Masalah-masalah yang ada dalam agama dan pluralisme, yakni kita mendengar tentang reaksi kelompok umat beragama atas tindakan pelecehan yang dilakukan terhadap elemen-elemen yang dipandang sakral dalam agamanya.

Banyak nyawa sudah melayang, tidak sedikit gedung dibakar dan lebih baik, sebagian sesama warga ditekan dalam rasa takut yang mencekam. Atas para pelaku kekerasan hukuman sudah dijatuhkan, dan para pemuka agama sudah demikian sering menyampaikan kutukannya atas reaksi kekerasan yang brutal itu. Namun tindak kekerasan ini masih saja terjadi, dan tidak ada jaminan bahwa ini tidak akan terjadi lagi di masa depan. Apa yang akan harus dilakukan agar kita menjadi lebih manusiawi dalam perilaku keagamaan kita?

Sebagai jalan keluar menghadapi masalah agama dan pluralisme, yakni menciptakan nilai untuk saling menghargai/menghormati, belajar untuk memahami dengan lebih baik, dan menunjang dan memperkaya. Perbedaan tidak perlu dan tidak boleh dilihat dan dijadikan sebagai "sumber" pertentangan dan perpecahan, tetapi sebagai kekayaan dan pendorong untuk kerukunan dan perdamaian serta kesatuan dan kerja sama.

Maka ada beberapa hal sebagai jalan keluar untuk menangani masalah-masalah tersebut: 1)
pengenalan/pendalaman dan pemahaman satu sama lain melalui dialog (komunikasi), keterbukaan dan proses belajar timbal- balik, secara proporsional; 2) membangun hidup bersama yang rukun dan toleran dalam suasana persaudaraan lintas kelompok yang berbeda secara berkelanjutan; 3) menanamkan dan mengembangkan kejujuran, ketulusan dan kepercayaan satu sama lain; 4) mencari dan mengembangkan bersama "simpul" kerukunan dan kesatuan dalam kemajemukan; 5) mengembangkan solidaritas sosial dan persaudaraan sejati lintas kelompok yang berbeda (agama, suku, ras, dll) dalam tindakan konkret atau praktek hidup yang nyata dan aktual; 6) membangun kerja sama lintas kelompok yang berbeda dalam bidang pendidikan (pengajaran, pelatihan dan pembinaan formal maupun non-formal), ekonomi, sosial karitatif, sosial budaya dan politik.

Pluralisme sebagai konsekuensi dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial, yang dari satu segi memiliki kesamaan essensial dan ada perbedaan eksistensial, maka pada hakekatnya adanya dan kekhasan atau identitas suatu kelompok masyarakat (entah lokal, nasional, dan internasional) akan hilang bila tidak ada atau ditiadakan atau ditolak kemajemukan. Kemajemukan merupakan unsur penentu bagi adanya dan kekhasan dari suatu masyarakat.

Makna sumpah Pemuda dan berbagai bentuk perjuangan untuk mendirikan dan mempertahankan NKRI dari masa kemasa merupakan fakta sejarah nasional bangsa Indonesia akan adanya serta komitmen untuk menerima dan mempertahankan kemajemukan masyarakat Indonesia. Begitu juga Pancasila dan UUD `45 mencerminkan kesadaran, komitmen, pandangan hidup serta sikap hidup yang sama. Pancasila dan UUD `45 merupakan bukti konstitusional nasional tentang pluralisme di Indonesia.

Pluralisme yang makin dihargai di dalam era globalisasi sebenarnya adalah sebuah fenomena yang merupakan kekhasan bangsa Indonesia sejak lama. Pembangunan masyarakat Indonesia untuk menghadapi globalisasi adalah pembangunan yang menghargai dan memberi tempat yang tepat kepada pluralitas. Itu berarti, di satu pihak kita tidak membangun sebuah paham nasionalisme yang sempit, dengannya kita hendak menolak segala sesuatu yang datang dari luar.

Pluralisme sebagai ciri masyarakat global menuntut kita untuk merasa diri sebagai bagian dari satu masyarakat dunia yang sederajat dengan semua yang lain. Kita tidak mengalami dan menilai kehadiran semua yang lain sebagai ancaman yang membahayakan identitas kita sebagai bangsa. Pada tingkat internasional kita perlu semakin menghargai kemajemukan sistem politik dan sejarah kebudayaan.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved