Pemuda, Imajinasi, Perjuangan

Suatu hari, seorang novelis belia menyatakan bahwa Indonesia merdeka berkat perjuangan kelompok religius.

Editor: Rosalina Woso
Didie SW/Kompas
Ilustrasi 

Mereka yang kebetulan lewat dari daerah yang dicurigai berpihak kepada Belanda rentan mengalami bahaya.

Dari kesaksian lain seorang guru di Jawa Timur, penggeledahan sewaktu-waktu dapat dilakukan di desa-desa oleh para pejuang. Mereka memeriksa apakah warga memegang uang Belanda atau tidak.

Apabila tertangkap basah memiliki uang Belanda-dan warga dapat memegangnya sekadar karena alasan kepraktisan-warga bersangkutan dapat diculik dan tak akan pernah ditemukan lagi.

Kita masih menyimpan setumpuk cerita lain ihwal ini. Tetapi, intinya, ada satu gelombang besar penertiban yang memaksa orang-orang yang awam dengan kemerdekaan sekalipun mengenakan identitas Indonesia.

Apa yang berkembang di sejumlah tempat akibat keberadaan para pemuda pejuang ini adalah ketakutan terlihat dengan atribut identitas tertentu, termasuk di antara mereka yang mendukung republik sekalipun.

Mereka yang terlahir dengan atribut identitas yang tak terkesan Indonesia, dalam banyak kasus, jadi korban tak terhindarkan perang ini.

Daya pikat peperangan

Untuk apa fakta ini diungkit? Tentu, kita dapat mengatakan ini adalah dampak tak terhindarkan sebentang periode sejarah yang memang kalut.

Sulit untuk mengatakannya sebagai aib tanpa dituduh berpikir anakronistis. Tetapi, saya sekadar ingin memperlihatkan bahwa 71 tahun selepas revolusi Indonesia, ada yang tak lekang di antara para pemuda.

Kami tetaplah pihak yang rentan terpikat imajinasi peperangan dan drama yang digelar dengannya.

Inilah yang hingga hari ini, saya kira, menyangga dominasi narasi sejarah kemerdekaan yang bernuansa peperangan.

Bukan hanya sejarah kemerdekaan yang, dengan demikian, akan terus diajarkan dengan bahasa peperangan.

Film perjuangan yang ditonton, wejangan komedian berdikari yang dianggap menarik, cuit provokatif dari akun gelap yang di-cuit-kan ulang adalah yang menceritakan kemerdekaan sebagai perjuangan mengusir "yang lain".

Narasi ini akan mereproduksi dirinya sendiri, bahkan tanpa campur tangan negara.

Persoalannya, ini berakibat perjuangan melalui pengorganisasian, pengaderan, penulisan, pendidikan, tak diindahkan dengan sepantasnya dalam ekspresi populer kita ihwal sejarah kemerdekaan.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved