Bongkar Kasus Pungli di NTT

Pengusaha Memilih Diam

Para pengusaha yang menggunakan kapal kayu dalam pengangkutan barang, khususnya kayu harus mengeluarkan biaya surat izin pengangkutan berkisar Rp 750.

Editor: Alfred Dama
Kompas TV
Ilustrasi: Polisi menggelar OTT kasus pungli di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (11/10/2016) 

POS KUPANG.COM, KUPANG -- Para pengusaha yang menggunakan kapal kayu dalam pengangkutan barang, khususnya kayu harus mengeluarkan biaya surat izin pengangkutan berkisar Rp 750.00-Rp 2,5 juta.

Selama ini para pengusaha memilih diam dan tidak mau ribut agar pengangkutan berjalan aman dan lancar.

Instruksi Presiden Joko Widodo agar membentuk satuan tugas (satgas) pembersihan pungli menggembirakan hari para pengusaha. Informasi yang dihimpun Pos Kupang dari sumber di Kupang, Senin (17/10/2016) menyebutkan, praktik dugaan pungli di Pelabuhan Tenau Kupang sudah lama terjadi, terutama dialami para pengusaha kayu.

Namun, para pengusaha tidak mau bersuara karena takut dipersulit urusan izin. Dengan adanya instruksi presiden, para pengusaha merasa lega. "Satgas perlu dibentuk agar mengawasi pelabuhan-pelabuhan," kata sumber ini.

Wakil Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Pelra NTT, Drs. Jamaludin Amir mengatakan, pihaknya sudah mengundang anggota untuk membicarakan masalah pungli tersebut. Sebagai organisasi kemaritiman yang menangani kapal-kapal kayu, lanjutnya, Pelra NTT bertanggung jawab menyelamatkan anggota agar tidak lagi menjadi korban pungli.

"Orang Pelra ini ibarat hidup segan mati tak mau. Kenapa saya bilang begitu, karena pengusaha barang itu lebih senang muat barang ke kapal besi yang diasuransi, sementara kapal kayu tidak. Persoalannya di situ, maka kita hilang muatan. Makanya berdasarkan negosiasi kita dapat muatan. Agar kami bisa hidup, bisa bayar gaji karyawan," ungkap Amir.

Ia mengatakan, sikap ini berjalan karena kapal-kapal enggan masuk ke pelabuhan sebab menganggap ada indikasi pengurusan surat berliku-liku dan pembayaran mahal.

Amir mengatakan, semua anggota Pelra sangat mengharapkan agar kegiatan di lapangan sesuai hasil Musda dan Munas Pelra, tidak boleh tumpang tindih dengan pungutan yang tidak jelas.

Pengusaha sangat mengharapkan agar satgas yang dibentuk di pusat juga dibentuk di daerah sehingga melakukan pengawasan secara ketat. "Pengusaha itu memiliki anggota dinas luar yang dipercayakan mengurus karena dianggap memiliki kecakapan.

Tetapi soal berapa biaya yang dikeluarkan untuk memuluskan
urusan tidak tentu. Kadang satu orang mengurus satu kapal ada yang urus 10 kapal. Jadi susah kita prediksi. Temuan presiden itu di buku pelaut. Makanya ada indikasi temuan itu," ujarnya.

Ketua DPD Pelra NTT, Welhelmus J Kiu, S.SoS mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas instruksinya memberantas pungli. Instruksi itu melegakan para pengusaha kapal kayu.

Menyikapi pembentukan satgas di tingkat pusat, DPD Pelra NTT sudah mengundang anggota untuk menyampaikan bahwa tidak ada lagi pungutan lain selain penerimaan negara bukan pajak.

"Saya imbau hentikan. Kami akan buat surat kepada pengurus DPC Pelra seluruh NTT mengenai hal ini. Kalau anggota masih melakukan (pungli), maka kami akan memberikan sanksi organisasi berupa teguran dan pencabutan izin usaha sesuai kode etik organisasi," kata Kiu. (yon)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved