Duc in Altum
Setiap kali reses, seorang Fary Francis selalu berjalan dari kampung ke kampung, bertemu dengan begitu banyak orang, sahabat, dan rekan seperjuangan
Refleksi Reses Wakil Rakyat NTT, Fary Francis
Oleh: Isidorus Lilijawa
Editor Buku Duc in Altum
TANGGAL 28 Juli 2016 yang lalu, bertempat di ruang rapat Komisi V DPR RI Senayan telah berlangsung acara bedah buku Duc In Altum, yang ditulis oleh wakil rakyat NTT sekaligus Ketua Komisi V DPR RI, Fary Francis. Acara ini dihadiri oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI dan anggota fraksi serta para anggota Komisi V DPR RI. Turut hadir pula para pengamat dan pegiat sosial kemasyarakatan. Terbersit pertanyaan, apa urgensinya seorang ketua komisi menulis buku tentang reses? Lalu, mengapa harus Duc in Altum?
Memaknai Reses
Reses sebagai agenda para wakil rakyat berkunjung dan bertemu dengan para konstituennya di daerah pemilihan bisa dimaknai secara berbeda. Dalam pemahaman dan pengalaman seorang Fary Francis, reses itu bermakna duc in altum, yang diartikan bertolaklah ke tempat yang lebih dalam (Lukas 5:4). Pendasarannya biblis namun sangat sosio-antropologis. Reses merupakan suatu kesempatan emas bagi setiap wakil rakyat untuk berjumpa dengan para konstituennya di daerah pemilihan. Reses bernilai strategis. Reses jelas bukan rehat. Sama halnya duc in altum. Kalau mau rehat, maka tempatnya adalah hotel-hotel berbintang di ibukota dan hamparan pantai indah di berbagai destinasi wisata populer tanah air.
Reses adalah kerja. Datang mencari, bertemu, berdiskusi, terjun ke lapangan, menggumuli persoalan mencari jalan keluar bersama sahabat-sahabat di kampung. Reses adalah kerja hati, kerja pikiran dan kerja tangan (opus manuale). Sebagaimana duc in altum. Sebuah instruksi untuk bekerja. Bertolak ke tengah realitas baru yang dalam untuk menebarkan jala. Reses adalah kesempatan menebarkan jala untuk mendulang aspirasi dan inspirasi dari kedalaman realitas rakyat.
Selama kurun waktu dari tahun 2009 hingga 2016 ini, selaku wakil rakyat dari NTT, Ketua Komisi V DPR RI ini telah melakukan kegiatan reses sebagai kerja dalam konteks duc in altum. Yang lebih menarik lagi adalah beliau memformulasikan reses tidak saja sebagai laporan formal dalam format baku, rigid, tetapi berani bertransformasi menuju suatu kisah yang hidup, penuh dinamika dan merefleksikan realitas asali rakyat. Kisah-kisah yang hidup itu didokumentasikan untuk menjelaskan bahwa reses tidak semata tuntutan konstitusional yang diatur dalam UU MD3, tetapi juga merupakan jawaban atas harapan konstituen. Dengannya, reses bagi seorang Fary Francis mewakili tiga aspek kunci ini yakni momen mendengarkan aspirasi, membagi informasi dan menimba inspirasi.
Reses adalah momen mendengarkan aspirasi. Setiap kali reses, seorang Fary Francis selalu berjalan dari kampung ke kampung, bertemu dengan begitu banyak orang, sahabat, dan rekan seperjuangan. Pertemuan-pertemuan reses dimanfaatkan untuk mendengarkan isi hati rakyat dan menangkap curahan hati mereka. Apa yang mereka alami, apa yang mereka butuhkan. Mendengarkan langsung apa kata rakyat itu jauh lebih penting daripada sekadar mendengar apa kata orang tentang rakyat. Karena itu, intimasi, kedekatan, keakraban sangat urgen. Dekat, erat, akrab dengan rakyat, langsung di gubuk, di ladang, sungai, pantai dan jalanan adalah kuncinya. Di situlah seorang wakil rakyat bisa dengan cepat dan lugas menangkap harapan dan isi hati rakyat.
Reses juga adalah kesempatan membagi informasi. Masa reses juga dimanfaatkan wakil rakyat NTT Fary Francis sebagai kesempatan untuk berbagi informasi tentang aneka program pembangunan. Berbagai pergulatan dan perjuangan di Senayan mesti juga diwartakan kepada sahabat-sahabat yang ada di pelosok-pelosok desa dan kampung karena hal itu bukan milik segelintir orang yang dekat dengan media, memiliki akses ke corong pemberitaan, tetapi juga hak rakyat di kampung-kampung untuk tahu (right to know). Perjuangan melahirkan undang-undang, sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah hingga proses pengawalan anggaran harus disampaikan sebagai berita gembira kepada rakyat.
Di sisi lain, seorang Fary Francis juga memaknai reses sebagai saat menimba inspirasi. Universitas sejati adalah masyarakat. Di sana aneka kekayaan kearifan lokal dan kebijaksanaan bersemi. Reses adalah kesempatan yang beliau maknai sebagai saat untuk recharge energi, meluruskan fokus dan menjernihkan feeling pada persoalan rakyat. Ada banyak hal yang tidak dapat kita temukan di bangku kuliah, maupun dari ibukota metropolis dan yang hanya ada di kampung-kampung. Orang kampung dengan kesederhanaan dan kejujurannya adalah inspirasi untuk menjadi sederhana dan jujur. Sahabat-sahabat di pelosok desa dengan perjuangan yang gigih untuk hidup adalah inspirasi agar bekerja tulus dan terus berjuang bagi kepentingan mereka.
Terkadang saya bahkan orang-orang bertanya, mengapa berkeliling dari kampung ke kampung dari pagi hingga tengah malam tidak membuat wakil rakyat NTT ini lelah dan bosan? Ternyata jawabannya sederhana. Di saat beliau bertemu dengan orang-orang dan sahabat-sahabat di kampung dan bisa membantu memperjuangkan atau mengatasi persoalan mereka atau menyampaikan bahwa aspirasi mereka sedang diperjuangkan dan pada saatnya akan dijawab, dan atau menyampaikan bahwa di daerah tersebut akan ada program tertentu yang berguna untuk masyarakat, maka segala rasa lelah, letih pun gugur. Selalu lahir semangat baru, semangat untuk bertolak ke dalam, ke keseharian rakyat, ke persoalan rakyat, ke kedalaman perasaan rakyat. Semangat duc in altum.
Kerja Nyata
Reses adalah kerja nyata. Buku Duc in Altum yang ditulis oleh Bapak Fary Francis ini mengisahkan berbagai aksi reses yang adalah kerja nyata itu. Wakil rakyat sejatinya adalah pembawa kabar gembira, mereka yang menemukan jalan keluar bersama rakyat untuk mengatasi persoalan yang ada sekaligus menjadi jembatan aspirasi rakyat. Saya mencatat beberapa kisah reses yang menggambarkan kerja nyata itu.
Buku ini dimulai dengan kisah Melintas Batas Menembus Sekat Kotafoun Kabupaten Malaka. Warga Kotafoun mengalami krisis air bersih dan air untuk pertanian, peternakan. Wakil rakyat ini hadir dengan memperjuangkan embung yang sekarang sudah dinikmati warga setempat. Ada kisah menyelamatkan terminal yang mubazir di Kabupaten TTU. Beberapa tahun terminal internasional ini dibiarkan menjadi rumah hewan. Tertutup rerumputan. Miliaran anggaran pembangunannya seakan sia-sia karena akses masuk tidak ada. Pemda setempat tidak memiliki anggaran untuk membangun jalan dan jembatan. Wakil rakyat ini tergerak untuk mengatasi persoalan ini. Anggaran diperjuangkan melalui APBN. Tahun lalu Rp 3 miliar dialokasikan untuk membuka akses masuk. Tahun depan ditambah lagi dananya. Berharap beberapa tahun ke depan terminal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Tidak sampai di situ. Melalui kisah Merenda Memori di Nekamese, wakil rakyat ini turun tangan dengan memperjuangkan pembangunan rumah belajar bagi anak-anak Sekolah Minggu serta akses jalan menuju ke tempat itu. Persoalan infrastruktur jalan terus menjadi perhatian. Akses Nurobo -Umasukaer (Betun) yang selama ini rusak sehingga memakan waktu tempuh yang lama karena perbaikannya mengandalkan dana APBD, diperjuangkan statusnya menjadi jalur strategis nasional. Tahun lalu telah dikerjakan 1,5 km dari Nurobo dan 1,5 km dari Betun status hotmix. Tahun-tahun ke depan akan ditambah sehingga jalur ini dihotmix semuanya. Itu berarti waktu tempuh singkat dan biaya transportasi berkurang. Akses masyarakat semakin baik.
Untuk mengatasi ancaman banjir sungai Benenain di Kabupaten Malaka, wakil rakyat ini tidak tinggal diam. Mungkin tidak banyak mengumbar janji. Namun langsung melakukan aksi nyata dengan memperjuangkan pembangunan tanggul penahan banjir di Desa Sikon, Oan Mane sepanjang 750 meter dan akan diperjuangkan lagi hingga 1000 meter lebih agar daerah Umatoos juga aman dari ancaman ini. Ada kisah Merindu Air di Bokong Kabupaten Kupang. Seusia kemerdekaan bangsa ini, warga Bokong belum merdeka dari krisis air. Ibu-ibu dan anak-anak setiap hari berjalan 7-8 km untuk mencari air. Bahkan mereka mesti menggali cerukan-cerukan pasir di kali kering untuk mendapatkan tetesan-tetesan air. Terpanggil dengan situasi ini, Bapak Fary Francis datang langsung ke Bokong dan memperjuangkan satu embung untuk warga di sana. Hari ini mereka boleh bersyukur embung sudah bisa mengatasi sedikit persoalan mereka ini.
Banyak orang mungkin tidak mengenal desa Koa di Kabupaten TTS. Namun perhatian wakil rakyat ini melampaui tantangan banjir sungai Noelmina. Keterpencilan dan keterbelakangan warga Koa langsung diatasi dengan membangun akses jalan, memperjuangkan sumur bor tenaga surya, menghadirkan embung skala besar. Tujuannya satu, agar warga semakin berdaya dan kehidupan mereka lebih baik. Hari ini warga Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan sekitarnya dapat menikmati keindahan puncak gunung Fatuleu di Kabupaten Kupang. Coba dibayangkan tiga tahun lalu. Apa yang terjadi? Akses ke sana yang sekarang disebut jalur poros tengah rusak berat. Waktu tempuh bisa 2-3 jam. Gunung Fauleu pun tak dikenal banyak orang. Berkat perjuangan wakil rakyat yang lebih suka disebut jembatan aspirasi rakyat ini, jalur poros tengah diintervensi APBN. Sekarang warga dapat menikmati jalan hotmix dan gunung Fatuleu jadi ikon wisata baru yang hanya dijangkau paling lama 30 menit dari Kupang. Akses transportasi membaik, pendapatan eknomi meningkat. Tidak heran warga desa Nunsaen dan Oelbiteno menyebut beliau sebagai pahlawan poros tengah.
Pulau Semau itu dekat tetapi jauh. Dekat sejauh mata memandang, namun jauh ketika dikayuh sampan pun perahu motor. Aspirasi warga ditangkap. Tahun 2010 memperjuangkan pembangunan pelabuhan Hansisi. Setelah pelabuhan jadi, lahir kebutuhan hadirnya kapal penyemberangan. Tanggal 9 Desember 2015, wakil rakyat ini mengantar sendiri kapal penyeberangan Ile Labalekan dan diserahkan langsung ke Pemerintah Kabupaten Kupang. Tidak saja itu, sejumlah embung dibangun di wilayah ini untuk menjawabi kebutuhan warga akan air bersih, air pertanian dan peternakan. Saya ingat pesan beliau saat penyerahan kapal. "Tugas saya sebagai wakil rakyat sudah usai dengan memperjuangkan pelabuhan, menghadirkan kapal, membangun embung-embung. Sekarang tanggung jawab beralih ke pundak warga Semau. Manfaatkan semua yang ada untuk meningkatkan pendapatan ekonomi, akses pendidikan. Warga Semau mesti berubah lebih baik dengan hadirnya berbagai fasilitas ini."