Senandung Cinta dari Pinggir Kali Bekasi

"My religion is very simple. My religion is kindness." Dalai Lama XIV

Editor: Rosalina Woso
EPA/HARISH TYAGI
Dalai Lama 

Hanya ini Tuhan persembahanku
Segenap hidupku jiwa dan ragaku
S'bab tak kumiliki harta kekayaan
Yang cukup berarti
Tuk ku persembahkan

Hanya ini Tuhan permohonanku
Terimalah Tuhan persembahanku
Pakailah hidupku sebagai alatMu
Seumur hidupku.

"Pesantren kami adalah pesantren untuk anak-anak kurang mampu. Lagu ini menjadi sangat bermakna karena kami memang hanya punya diri dan hidup kami sebagai persembahan kepada Tuhan," cerita Hasby saat saya mengajaknya berbincang di luar gereja.

Menurut Hasby, lagu itu diwariskan dari generasi ke generasi. "Saat saya datang menjadi pendamping sekitar empat tahun lalu, lagu itu sudah sering dinyanyikan di sana," tuturnya.

Hasby dan para santri kerap mendapat undangan untuk menyanyi di berbagai acara, baik di komunitas muslim maupun nasrani. Mereka juga pernah tampil di acara Natal dan Paskah.

Menurut Hasby, di pesantrennya para santri dididik untuk mencintai tanah air. Menurut dia, keimanan seseorang juga diuukur dari seberapa besar dia mencintai negerinya. Ia meyakini keragaman adalah karunia indah dari Tuhan.

"Keragaman Indonesia ini harus dijaga. Toleransi perlu dikembangkan. Semua orang adalah saudara dalam kemanusiaan," kata dia.

Cerita tentang gereja kecil dan ibadah di hari Minggu itu belum selesai. Ada cerita berikutnya dalam kesempatan yang sama.

Gereja itu terletak di sebuah gang buntu. Pelatarannya pernah amblas karena tanahnya terkikis aliran air kali Bekasi yang deras.

Pak Haji, tokoh masyarakat setempat, membantu jemaat gereja kecil itu mendirikan tempat ibadah di pinggir kali tersebut.

Sebelumnya, ratusan jemaah gereja ini beribadah di sebuah ruko karena tidak memiliki rumah ibadah. Pada suatu Minggu pagi, sekian tahun lalu, puluhan lelaki membubarkan ibadah mereka. Tak boleh lagi ada acara doa di ruko kecil itu.

Di tengah kebingungan mencari tempat untuk ibadat, datanglah Pak Haji menjadi sahabat para jemaat. Ia menjadi pengayom, mencarikan tempat, dan melindungi jemaat gereja ini beribadah dengan leluasa.

"Tuhan yang saya imani adalah Tuhan yang tidak membeda-bedakan manusia. Tuhan hanya melihat kebaikan kita," kata dia di suatu siang saat saya datang berbincang di teras rumahnya. Saya ingin mendengar ceritanya tentang gereja di pinggir kali itu.

Siang itu Pak Haji terlihat lemah. Tapi, senyumnya terus mengembang. Meski jalannya dipapah ia tampak ceria. Serangan stroke membuat kakinya tak sekuat dulu menopang badannya.

Sejumlah penyakit lainnya datang menghinggapi. Kulitnya tampak menghitam. Mungkin karena banyaknya obat yang harus dia konsumsi.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved