Mendidik Anak Agar Jadi Orang

Pemulung Putus Sekolah 'Cuci Otak' Anaknya di Tempat Sampah

Mencari makanan sisa dan barang-barang rongsokan. Buruan pertamanya di Perumahan Lopo Indah Permai Kupang. Ada sekitar 10 tempat pembuangan sampah

Penulis: Benny Dasman | Editor: Ferry Ndoen
Benny Dasman
TRIBUNNEWS/BENNY DASMAN SIAP DIJUAL-Yohanes Dhosa berpose dengan latarbelakang barang-barang rongsokan yang dikumpulkannya setiap hari di tempat-tempat sampah. Dibungkus dengan kantong plastik, rongsokan dan botol-botol bekas air mineral ini siap dijual. Uang hasil jualan digunakan untuk menghidupi keluarga dan biaya sekolah anak-anak. 

POS KUPANG.COM - ANJING menggonggong bersahut-sahutan di sebuah gang sempit di Blok W Perumahan Lopo Indah Permai, Kota Kupang, Selasa (10/5/2016), pukul 05.00 Wita. Seorang pria berbaju kaos putih lusuh, memikul sebuah karung yang terisi setengah, menghalau anjing-anjing itu dengan tongkat yang dipegangnya. "Hus..hus..hus, sana..," demikian pria itu menghilangkan ketakutannya.

Siapa dia? Yohanes Dhosa. Saya mengenalnya. Kebetulan rumah saya di blok yang sama, nomor 9. Setiap hari Om Yan, demikian pria ini disapa, selalu melewati jalan di depan rumahku tatkala mencari sesuap nasi. "Biasa kae (kakak), pulang dari sebelah cari makanan sisa dan rongsokan," ujar Om Yan. Asap rokok mengepul dari mulutnya menghalau dinginnya pagi. Di sebelah gang sempit itu ada sebuah tempat sampah. Itu salah satu 'kantor' Om Yan.

Agar asap dapur terus mengepul, pria kelahiran Manggarai-Flores, NTT, 11 Maret 1965, ini 'berkantor' tiga kali sehari. Pertama, pukul 04.00 wita dini hari, saat istri dan anak-anaknya masih pulas. Yang membangunkannya saban pagi adalah kokok ayam jago tetangga. Berdoa sejenak, Om Yan mengemas peralatan kerjanya. Dua buah karung lusuh, sebuah ember, parang tumpul dan besi kecil satu meter. Beres? Om Yan bergegas meninggalkan rumah. Berjalan tanpa alas kaki. Perutnya kosong. Segelas air pun tidak.

Ke mana Om Yan menyasar? Tempat-tempat sampah. Mencari makanan sisa dan barang-barang rongsokan. Buruan pertamanya di Perumahan Lopo Indah Permai Kupang. Ada sekitar 10 tempat pembuangan sampah di kompleks yang masuk wilayah Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, itu.

Pria 51 tahun ini menyebut alasan menyambangi Perumahan Lopo Indah di pagi hari sebelum menyasar tempat sampah di wilayah lain yang dijadwalkan siang dan sore hari. Pertama, Perumahan Lopo Indah disebutnya sebagai kompleks kaum berada sehingga selalu 'tersedia' makanan sisa. Jika ada yang layak dikonsumsi, Om Yan tidak tergiur melahapnya di tempat meski perutnya keroncong. Rezeki itu dibawanya ke rumah sebagai sarapan pagi bersama istri dan anak-anak tercinta sebelum mereka ke sekolah. Kedua, kebanyakan warga perumahan mengenal Om Yan. Ketika ada makanan sisa, mereka tidak membuangnya di tempat sampah, tetap disimpan, menanti Om Yan lewat. Saat ada sambut baru, sidi atau wisuda, Om Yan ikut 'berpesta.' Ia kelimpahan makanan sisa yang layak konsumsi.

Itulah rutinitas Om Yan di pagi hari. Ia harus pulang ke rumah sebelum anak-anak ke sekolah pukul 06.30 wita. Istri dan anak-anak menunggu makanan sisa yang dibawa sang kepala keluarga itu untuk sarapan pagi, meski tidak setiap hari. Yang tak layak dikonsumsi dijadikan makanan babi yang mereka pelihara. "Kalau rezeki yang didapat pagi itu tidak cukup, saya dan istri utamakan anak-anak. Biar saya dan istri goreng jagung (kalau ada). Kalau tidak ada, kami tidak makan pagi, minum air putih saja. Tunggu rezeki yang kami cari siang hari," tutur Om Yan di rumahnya di Kelurahan Kolhua, Kamis (12/5/2016).

Setelah anak-anaknya ke sekolah, Om Yan kembali 'berkantor' di tempat sampah di wilayah lain hingga siang hari pukul 13.00 wita. Sang istri, Erna Dhosa, mengisi tempatnya di kompleks perumahan karena dekat dengan rumah. Yang dicari barang-barang rongsokan berupa besi-beri tua atau kemasan air mineral untuk ditimbang, tidak mengabaikan makanan sisa. Pekerjaan serupa ditekuni selepas pukul 13.00 wita hingga sore/malam hari. Sang istri tetap 'berkantor' di kompleks perumahan, tidak lagi mencari rongsokan tetapi mengetuk dari pintu ke pintu orang-orang yang dikenal menanyakan makanan sisa atau besi-besi tua. "Kalau istri yang pergi pasti dapat. Kalau tidak makanan sisa, orang kasih beras atau jagung giling," cerita Om Yan, didampingi sang istri, Erna.

Om Yan pun menceritakan pengalaman indah sebagai pemulung yang disebutnya sebagai campur tangan Tuhan. Suatu pagi, Om Yan lupa hari dan tanggalnya, di sebuah tempat sampah di Kompleks Perumahan Lopo Indah Kupang, menemukan satu rice cooker berisi nasi. Masih hangat. Bagian pinggirnya sedikit hangus. Mungkin itu alasan orang yang berkelebihan membuangnya. Om Yan dengan sumringah membawa rice cooker itu ke rumah sambil bersyukur, "Puji Tuhan. Terima kasih atas rezeki hari ini." Om Yan dan keluarga menikmati nasi itu untuk kebutuhan sehari.

Ini lebih surprise lagi. Sang istri, Erna Dhosa, menemukan uang Rp 1 juta dalam amplop, juga di tempat sampah di Perumahan Lopo Indah. Ia juga lupa hari dan tanggal penemuannya. Saking senangnya, Erna lompat kegirangan, bersama anaknya, Ardi yang ikut memulung, namun ia tidak memberitahukan kepada orang yang sempat melihat aksinya itu. "Ini cara Tuhan menolong kami yang susah. Terima kasih Tuhan," doa Erna saat itu. Erna menceritakan ini sambil sesenggukan. Butiran-butiran bening jatuh dari kelopak matanya. Uang itu mereka gunakan untuk membeli beras dan kebutuhan sekolah anak-anak.

Meski hanya seorang pemulung, Om Yan tak mengabaikan pendidikan bagi tujuh putra-putrinya. Yang sulung, Bonny Dhosa, sudah tamat SMA tahun lalu. Kini sedang mengikuti tes menjadi TNI AL di Kupang. Anak kedua, Natalia Dhosa, baru tamat SMA tahun ini. Lia, panggilannya, sedang mencari peluang kerja di perusahaan asuransi. Edwin Dhosa, Ardi Dhosa masih duduk di bangku SMP. Heru Dhosa dan Fina Dhosa masih SD. Bungsu, Fabio Dhosa belum sekolah.

Om Yan tak peduli berapa besar biaya pendidikan untuk anak-anaknya. Selain bekerja keras, Om Yan yakin Tuhan memberinya jalan. Dan, terbukti, Om Yan mendapat banyak bantuan berupa seragam sekolah dari gereja melalui aksi solidaritas setiap tahun saat Natal dan Paskah. "Saya juga tidak malu meminta pakaian seragam kepada orang-orang yang saya kenal. Yang penting anak saya harus jadi 'orang', jangan seperti saya lagi jadi pemulung. Nasib anak-anak harus berubah. Seperti sampah, meski busuk tetap dicari orang karena bermanfaat. Anak-anak saya juga harus begitu, kelak dicari orang seperti sampah karena bernilai dan berguna. Ini saya tanamkan dalam diri anak-anak saya. Saya tidak bermimpi anak-anak saya jadi PNS. Saya tak punya duit untuk melobi," terangnya.

Om Yan pun membiarkan anak-anaknya menempuh jalan kesuksesannya masing-masing. Medan belajarnya di tempat sampah. Si sulung, Bonny Dhosa, tercatat sebagai siswa berprestasi di bidang olahraga ketika masih SMA. Bonny menjadi atlet karate di sekolahnya. Kerap mewakili sekolah dalam kejuaraan antarsekolah di Kupang. Dan, juara. Alhasilnya, dua tahun lalu, mewakili Kota Kupang mengikuti kejurnas karate antarpelajar di Surabaya. Sang adik, Edwin Dhosa juga mengikuti jejak sang kakak. Menjadi atlet karate di sekolahnya.

Dicari Orang Karena Berguna
Om Yan, yang memulung sejak tahun 1992, membuka resep mengapa dua buah hatinya menjadi atlet karate. Selepas sekolah formal, sore hari, Om Yan selalu membawa Bonny dan Edwin 'sekolah' menimba ilmu di tempat sampah. Mereka bersama-sama mencari makanan sisa dan rongsokan. Ketiganya berjalan tanpa alas kaki. Om Yan marah kalau Bonny dan Edwin memakai sandal. Masing-masing membawa karung, mereka 'berkantor' dari satu tempat sampah ke tempat sampah yang lain. Di tempat sampah, Om Yan membagi tugas. Sang ayah memulung rongsokan (besi-besi tua), Edwin memulung botol, Bonny memulung makanan sisa.

Sambil menyelam minum air, saat memulung, Om Yan 'mencuci otak' dua buah hatinya itu agar tidak malu memulung. Di tempat sampah ini ada rezeki, ada kehidupan. "Dengar, meski tempat sampah ini busuk, berlalat, saban hari orang mencari sesuatu di sini, termasuk kita. Itu berarti ada yang berguna, bermanfaat di sini. Meski bau, tempat ini menghidupkan orang, termasuk kita," ujar Om Yan menggurui kedua anaknya. Tak hanya sekali dan kepada Bonny dan Edwin saja, Om Yan selalu memotivasi semua anak-anaknya dengan kata-kata ini tatkala mereka bersama-sama 'sekolah' dan 'berguru' di tempat sampah.
Tatkala mengaso di bawah pohon, Om Yan menjelaskan lebih detil apa maksud perkataannya.

Mengharapkan anak-anaknya seperti sampah, dicari orang karena berguna. "Bukan berarti kamu (Bonny dan Edwin) dan anak-anak lain nanti jadi pemulung seperti saya. Di tempat sampah ada barang yang dicari orang karena masih berguna. Seperti itulah kamu nanti, dicari orang karena berguna meski tidak berpendidikan tinggi atau dilihat orang sebelah mata. Bagaimana supaya berguna, harus terampil, kerja keras, jangan malu, kerja apa saja, yang penting halal," tegas Om Yan dengan mata berkaca-kaca diamini Bonny dan Edwin.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved