LIPSUS
Ribuan Orang Diperkirakan akan Dikebiri dalam Tiga Bulan
Jika Peraturan Pemerintah Pengganti UU soal hukuman kebiri secara kimia diberlakukan maka ribuan orang pemerkosa di negeri ini bakal dikebiri.
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: omdsmy_novemy_leo
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal hukuman kebiri secara kimia diberlakukan maka ribuan orang pemerkosa di negeri ini bakal dikebiri dalam kurun waktu tiga bulan ke depan.
Namun, patut dipertanyakan apakah hukuman kebiri itu efektif meminimalisir kasus kekerasan seksual. Itulah sebabnya kebiri mesti menjadi pilihan terakhir jika perilaku pemerkosa tidak berubah.
Demikian pandangan Kepala Pusat Studi HAM Kupang, Dedi R. Ch Manafe, S.H, M.Hum saat bicara dalam Seminar Penelitian Empiris RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Seminar yang terselenggara atas kerja sama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT dengan Rumah Perempuan berlangsung di Hotel On The Rock Kupang, Kamis (12/5/2016). Hadir aktivis LBH APIK NTT, PIAR NTT, Rumah Perempuan, para dokter serta tokoh pemberdayaan perempuan.
Pembicara lain dalam seminar ini Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperperda) DPRD NTT, Ir. Ans Takalapeta dan Komnas Anti Kekerasan Perempuan, Kombes (Purn) Dr. Irawati Harsono.
Dedi mengatakan, Perppu hukuman kebiri secara kimia yang sudah disetujui Presiden Jokowi hanya berlaku untuk kasus-kasus perkosaan yang terjadi selama tiga bulan ke depan. Selanjutnya akan diajukan Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
"Sesuai estimasi Komnas Perempuan bahwa tiap dua jam ada tiga korban kekerasan seksual di Indonesia. Dan, jika satu saja pelaku yang mendapat vonis kebiri, berarti ada berapa banyak orang yang akan dikebiri untuk tiga bulan ke depan? Kalikan saja. Satu hari ada 12 orang yang dikebiri, maka tiga bulan ada 1.080 orang yang dikebiri," kata Dedi Manafe.
Dia mengatakan, hukuman kebiri boleh diberlakukan bagi pemerkosa dewasa dalam rangka membatasi ruang gerak. Manfaatnya akan lebih besar karena pelaku tidak menjadi faktor kriminogen bagi calon korban baru.
Diingatkannya, kebiri hanya berkaitan dengan kemampuan menggunakan organ seksual. Sementara kasus kekerasan seksual selama ini tidak selalu menggunakan organ seksual sebagai alatnya.
"Itulah yang kemudian versi KUHP kategorikan sebagai kasus percabulan. Artinya, menyerang organ seksual orang lain tapi tidak menggunakan organ seksual pelaku. Kalau kebiri, tidak bisa mengkocer kejahatan seperti itu," kata Dedi.
Menurut Dedi, perkara kekerasan seksual sebenarnya pada psikologis pelaku, maka metode terapi pidana atau hukuman sesungguhnya adalah terapi yang diberikan kepada pelaku. Kalau bicara masalah psikologis yang mendorong perbuatan pelaku, lanjutnya, maka metode yang digunakan adalah terapi psikologis.
Dedi berharap RUU PKS yang akan diajukan hendaknya bisa mengakomodir hukuman kebiri bagi pelaku perkosaan untuk tingkatan tertentu.
"Karena jika RUU PKS yang akan dibahas ternyata tidak mengakomodir hukuman kebiri, maka hal itu akan menjadi disparitas atau ketidakadilan pemidanaan. Di mana untuk perbuatan yang sama perkosaan, tapi dipidana secara berbeda," kata Dedi.
Menurut Dedi, jika RUU PKS mengakomodir hukuman kebiri, maka harus ada keseimbangan juga dengan terapi psikologis bagi pelaku.