LIPSUS
Perempuan Harus Berani Mulai Jadi Pemimpin
BUDAYA patriaki yang masih dianut oleh masyarakat di NTT cenderung membuat perempuan gagal atau tidak dipilih dalam proses politik oleh masyarakat
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: omdsmy_novemy_leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - BUDAYA patriaki yang masih dianut oleh masyarakat di NTT cenderung membuat perempuan gagal atau tidak dipilih dalam proses politik oleh masyarakat dan kaum perempuan itu sendiri sekali pun mereka tahu sebenarnya perempuan itu berkualitas dan layak dipilih dan menjadi pemimpin publik.
Demikian Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi NTT, Ana Kolin dalam diskusi Aliansi Pemerintah dan Masyarakat Sipil, Mendorong Kepemimpinan Perempuan di Ruang Publik, Sabtu (9/4/2016).
Diskusi itu menghadirkan sejumlah pembicara seperti Ignatius Ikun dari Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Anak NTT, Maria Geong selaku Wakil Bupati Manggarai Barat, Maria Hartiningsih (wartawan senior Kompas), dan Davied Pandie, pakar politik dari Undana. Hadir pula para calon perempuan yang akan maju dalam Pilkada Kota Kupang.
Menurut Ana, untuk menjadi pemimpin di ruang publik, perempuan harus mulai melakukan aksi nyata dari lingkungan tempat tinggalnya. Bagaimana perempuan harus mulai berani berada di depan dan bersuara dan mengadvokasi persoalan- persoalan yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya, mulai dari persoalan air bersih, sampah dan sebagainya.
Perempuan harus hadir di titik-titik soal itu sehingga orang bisa mengetahui kualitas dan potensi perempuan dimaksud,” kata Ana.
"Dengan demikian perempuan bisa sedini mungkin mempersiapkan diri agar terjun di dunia politik. Perempuan harus bisa dihargai di publik terkait dengan politik itu sendiri. Diskusi ini bukan akhir segalanya namun menjadi parade kekuatan perempuan untuk momentum pilkada dan legislatif 2019,” kata Ana lagi.
Dosen Undana, Soraya Tanof mengarisbawahi solidaritas jaringan organisasi perempuan dari akar rumput hingga tingkat elit. Silahturahmi politik semacam ini bisa dijadikan ajang promosi bahwa di NTT dan Kota Kupang ini ada perempuan potensial yang selama ini telah berbuat banyak untuk masyarakat namun belum diekpos.
"Ini pendidikan politik bagi masyarakat bahwa ada perempuan potensial di antara laki-laki yang potensial,” kata dia.
Soraya menjelaskan, partisipasi politik perempuan perlu diperhitungkan di NTT dan Kota Kupang.
"Menurut saya, kepemimpinan politik dewasa ini seharusnya bukan lagi perkawinan sesama jenis antara laki-laki dengan laki- laki. Tapi sudah saatnya melakukan perkawinan politik laki-laki dengan perempuan, tentunya yang berkualitas agar Kota Kupang bisa berwajah 'perempuan' dan berprespektif gender. Sudah saatnya kaum laki-laki melamar perempuan dalam belis politik,” kata Soraya.
Mersi Patola dari Koalisi Perempuan Indonesia menilai minimnya perempuan menjadi pemimpin di ruang publik lantaran kurang dikenal masyarakat pemilih.
Perempuan potensial kurang dikenal publik karena tak diekspos media sehingga cenderung tidak dipilih. Sudah seharusnya media massa ikut bertanggungjawab mempromosikan para calon-calon pemimpin perempuan di media.
Welhemmina Manafe dari forum perempuan dari Kelurahan Lasiana dan Tres Ratu Nubi menilai program pemerintah seharusnya tidak hanya mendorong perempuan untuk berkiprah di sektor ekonomi produktif namun bagaimana bisa meningkatkan SDM perempuan untuk masuk ke forum pengambilan keputusan.
Tres mengungkapkan sebenarnya kendala terberat yang dialami kaum perempuan untuk maju dalam bidang politik berasal dari dalam diri perempuan itu sendiri. Perempuan tidak mendapat dukungan dari perempuan dengan berbagai alasan juga dari laki-laki.
Inilah masalah intern yang dihadapi perempuan untuk maju. Kalau tidak terselesaikan secara internal dan jaringan maka hal itu pasti akan menjadi masalah. Ke depan kita harus bisa hilangkan slogan bahwa perempuan harus memilih perempuan.
Bagi kami bukan soal memang atau kalah. Tapi bagaimana kaum perempuan bisa terlibat aktif dan berpartisipasi dalam politik dengan potensi yang ada dan akhirnya bagaimana kami bisa selalu ada di hati rakyat,” kata Tres. (vel)