J.S.Badudu dan Bahasa Indonesia

Fenomen yang menarik yaitu bahwa Bahasa Indonesia tidak lahir dari salah satu dialek bahasa daerah

Editor: Dion DB Putra
(ANTARA FOTO/Agus Bebeng/foc/16.)
Jenazah pakar bahasa Indonesia dan Guru Besar Linguistik, Prof. Dr. Jusuf Syarif (J.S) Badudu siap diberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan usai disalatkan di masjid Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/3/2016). JS Badudu yang lahir 19 Maret 1926 di Gorontalo meninggal dunia pada Sabtu 12 Maret 2016 pukul 22.10 di Rumah Sakit Hasan Sadikin. 

Retorika
Dari latar belakang umum tentang bahasa sebagai "discourse" di atas, kita tentu mensyukuri makna bahasa dalam hidup manusia; dan lebih dari itu, kesadaran kita akan pentingnya bahasa harus membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu bahasa bertujuan untuk meyakinkan seseorang tentang sesuatu. Kita tidak sekedar berbicara atau sekedar berkata-kata dengan menggunakan bahasa apa adanya.

Penggunaan bahasa yang baik dan benar harus menyadarkan kita tentang hal-hal teknis yang bersifat persuasif dan diskursif. Di sini retorika amatlah penting. Ricoeur berkata, "The art of rhetoric is an art of operative (agissant) discourse" (1997.62). Dengan kata lain, retorika adalah seni berbahasa dalam menyampaikan sesuatu dengan tujuan untuk meyakinkan orang lain agar bisa bertindak dalam hidupnya dengan baik.

Tentu, seni berbahasa di sini tidak saja berkenaan dengan argumentasi, tetapi lebih dari itu, ia berhubungan dengan seni mengelaborasi argumentasi yang didukung dengan daya persuasi dan inovasi semantis. Dalam dunia politik dan semua aktivitas publik, retorika amatlah penting karena memang politik dan aktivitas publik bertujuan untuk merebut perhatian orang lain.

Bahasa Puitis
Dalam cara kita berbahasa sehari-hari, tidak jarang kita menemukan apa yang disebut bahasa puitis. Kalau kita sejenak kembali ke Aristoteles, "Poiesis" berkenaan dengan inovasi semantis yang dihasilkan oleh daya "discourse" yang kreatif.

Selain itu, Poiesis berkaitan dengan sesuatu yang bersifat "universal", tidak konvensional, tidak terikat pada ketatnya unsur semantis dan lebih bebas. Ia lebih mengandalkan kreativitas. Karena itu, dunia seni sastra dan seni puisi adalah dunia "creative art" dengan tingkatan imitasi kreatifnya jauh lebih tinggi.

Dalam domain politik, dua hal ini, ideologi dan utopia, sering memainkan peranan sentral. Sebuah ideologi secara politis harus mengikat retorika berbahasa untuk memenangkan tujuannya. Namun, dalam dunia utopia, hal yang lebih penting adalah keyakinan akan imajinasi untuk mengubah kehidupan. Unsur ini harus diikat oleh dimensi imajinasi sosial yang kuat dan dahsyat. Di sinilah kita membutuhkan bahasa puitis yang mempunyai daya kreatif dan persuasif untuk mengubah dunia.

Namun, di atas semuanya, bahasa harus juga didukung oleh seni interpretasi yang membawa kita kepada pengertian yang lebih baik. Discourse, retorika dan bahasa puitis, semuanya membutuhkan interpretasi agar kita dibawa ke "dunia makna" (The world of meaning) yang sesungguhnya. Karena melalui "dunia makna", kita dibantu untuk menjalani hidup ini dengan baik dan membangun komunikasi dengan wajar dan bertanggung jawab.*

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved