Liputan Khusus

Pendeta di Kupang Kembangkan Rempah Pengawet Mayat

Ia menjelaskan, penggunaan rempah-rempah untuk pengawetan mayat sudah ia kembangkan sejak tahun 1994

Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HERMINA PELLO
Pendeta Octovina Metboki Nalle, S.Th dan ramuan rempah hasil racikannya. 

POS KUPANG.COM, KUPANG -Pendeta Octovina Metboki Nalle, S.Th, bersama jemaat Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Pniel Manutapen, Kota Kupang mengembangkan rempah-rempah menjadi ramuan pengawet mayat atau jenazah. Rempah-rempah ini bisa digunakan sebagai pengganti formalin yang sudah dikenal luas untuk mengawetkan jenazah.

Ditemui Pos Kupang di kediamannya, Selasa (23/2/2016), Pdt. Octovina Metboki-Nalle, S.Th mengatakan, pengawetan mayat pakai rempah-rempah belum dikenal luas oleh masyarakat Kota Kupang. Rempah-rempah pengawet jenazah baru dikenal jemat gereja yang dipimpinnya, seperti di Gereja Genazaret Oesapa, Gereja Maulafa dan Gereja Pniel Manutapen.

Ia menjelaskan, penggunaan rempah-rempah untuk pengawetan mayat sudah ia kembangkan sejak tahun 1994 saat neneknya meninggal dunia di Sabu. Saat itu, lanjut Pdt. Octovina, ia masih kuliah. Ketika ia melakukan pengawetan jenazah menggunakan rempah-rempah, jenazah bisa bertahan sampai satu minggu baru dimakamkan.

"Saat nenek meninggal, saya mencoba membuat rempah untuk pengawetan dan hasilnya bagus. Mayat nenek bisa bertahan sampai satu minggu, karena menunggu paman saya dari Papua," ujar Octovina.

Menurutnya, selama ini penggunaan rempah-rempah untuk mengawet mayat belum dikembangkan secara luas karena ia belum yakin dengan temuannya ini. "Saya khawatir belum diterima oleh masyarakat umum karena orang sudah terbiasa menyuntik formalin pada jenazah," katanya.

Jika ada yang meninggal dunia, demikian Octovina, ia belum berani menawarkan rempah buatannya untuk pengawetan. Ia hanya menunggu jika ada keluarga yang meminta, ia akan meracik rempah dan melakukan pengawetan. Octovina mengatakan, di Kelurahan Manutapen, ia melayani permintaan jemaat yang keluarganya meninggal di rumah. Dan, itu jika keluarga yang meminta. Di Kelurahan Manutapen sudah tiga keluarga yang meminta pengawetan jenazah gunakan rempah-rempah.

Dari tiga orang ini, kata Octovina, dua orang tidak mengungkapkan terkait pengawetan memakai rempah, tapi ada satu keluarga yang berbicara. Saat itu, katanya, keluarga tidak menyampaikan kepadanya terkait kondisi jenazah yang terdapat luka. Karena, untuk luka di jenazah ada ramuan lain yang ia gunakan untuk mengeringkan luka tersebut.

"Ada satu keluarga yang mengungkapkan terkait rempah yang saya awetkan pada jenazah. Kalau saja mereka menyampaikan ada luka, saya sudah mengantisipasinya. Tetapi mereka tidak menyampaikan sehingga saya tidak tahu," katanya..

Selain itu, Octovina juga membantu beberapa jemaat di Maulafa dan Gereja Genazaret Oesapa, ketika ada anggota keluarga yang meninggal. Kebetulan ia sering berpindah tugas pelayanan di gereja. Rata-rata yang ia awetkan adalah orang yang meninggal di rumah.

Octovina menjelaskan, rempah pengawet mayat yang diraciknya berbahan bumbu dapur, seperti pala, daun teh golopara, adas dan daun pandan. Selain pengawetan yang disiram di badan, juga untuk diminumkan pada jenazah sebagai pengawetan bagian dalam.
Untuk pengawetan jenazah di bagian dalam, jelas Octovina, cuka dicampur dengan adas dan diminumkan pada jenazah. Biasanya untuk pengawetan bagian dalam ini, minuman yang diberikan adalah pada jenazah yang baru meninggal dua jam. Sebab, dalam kondisi tersebut, biasanya mulut jenazah masih bisa dibuka.

Selain diminum dan ditaburkan pada tubuh jenazah, rempah ini juga bisa disuntik, tetapi karena dirinya bukan tenaga kesehatan, sehingga ia melakukannya secara alamiah.
Octovina mengatakan, rempah-rempah sebagai pengawet jenazah didapatkan sebagai anugerah dari Yang Maha Kuasa. Selain rempah-rempah untuk pengawetan mayat, ia juga sudah membuat rempah obat-obatan herbal, seperti sirup diabetes, minyak untuk sakit stroke, vertigo, migran, dan kerusakan saraf. Bahkan bisa digunakan untuk menyembuhkan orang gila.

Saat ini, ia sudah memproduksi minyak rempah-rempah untuk orang yang sehat. Minyak rempah ini sudah ada sertifikat halal dan ada nomor registrasi dari Balai POM, serta izin kelayakan dari Dinas Kesehatan.

Octovina mengatakan, rempah-rempah untuk pengawetan mayat belum dikembangkan karena khawatir belum banyak yang berminat. Ia sudah pernah menyampaikan hal ini kepada Walikota Kupang, Jonas Salean, ketika berkantor di Kelurahan Manutapen, tapi belum ada tanggapan yang konkret.

Saat masih bertugas sebagai Pendeta di Gereja GMIT Genazareth Oesapa, Octovina juga menjadi Ketua Koperasi Ora Et Labora Lasiana. Saat itu, bersama anggota koperasi ingin memproduksi rempah-rempah ini untuk berbagai kebutuhan pengobatan, namun ia kemudian dipindahkan ke Manutapen.

Saat ini, Octovina ngin kembali mengembangkan rempah-rempat tersebut bersama jemaat di Gereja Pniel Manutapen. "Saya punya keinginan untuk kembangkan karena sudah ada banyak orang yang ditangani. Namun, dukungan dari pihak lain belum ada. Selama ini masih di kalangan terbatas di gereja," ujarnya.

Untuk pengawetan mayat, katanya, rempah yang dibutuhkan tergantung dari kondisi jenazah, apakah orang dewasa atau anak-anak dan tergantung besar kecilnya tubuh jenazah.

Untuk orang dewasa, membutuhkan pala 25 biji, adas sebanyak dua kg, daun teh tiga bungkus. Semua bahan ditumbuk atau diblender. Biasanya rempah ini sebagianya dimandi, sebagian disiram pada jenasah dan sedikit saja (setengah gelas) untuk diminum, sebagian dihambur di badan, sebelum pakaian, dan setelah pakaian dan di cela pakaian.
"Selama ini masih di kalangan gereja saja yang tahu, dan biasanya hanya keluarga jenazah saja yang tahu, belum untuk masyarakat umum," katanya.

Sementara itu, rempah-rempah ini parnah ia gunakan untuk pengawetan mayat ketika ia bertugas sebagai pendeta di Desa Kuanbaki, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). "Kalau di Desan Kuanbaki, semua masyarakat sudah tahu tentang rampah ini dan mereka biasa menggunakannya jika ada yang meninggal. Terkadang, mereka merasa risih meminta bantuan kepada saya, karena saya harus menumbuh terdahulu rempah ini," katanya.

Ke depan, demikian Octovina, ia ingin mengembangkan rempah-rempah ini sebagai salah satu bahan pengawet mayat. Pengunaan rempah-rempah ini sangat alamiah, ketimbang menggunakan bahan kimia seperti formalin yang bisa berdampak pada lingkungan, terutama pencemaran tanah.

"Selama ini pernah terlintas mengampanyekan agar orang menghentikan formalin dan menggunakan rempah-rempah ini. Tetapi, saya tidak enak dengan petugas kesehatan. Saya tidak mau mengambil rezeki mereka. Tapi mungkin, ke depan ada kerja sama dengan orag-orang ini, bagaimana kalau yang tukang suntik ini yang menangani dan tinggal saya sampaikan caranya," ujarnya.

Octovina mengatakan, pengawetan jenazah menggunakan ramuan rempah-rempah harganya tidak mahal dibandingkan bahan kimia seperti formalin. Bahan pengawet dari rempah-rempah harganya Rp 150.000 untuk mendapatkan bahan rempah di pasar. Itupun untuk orang dewasa yang badanya besar, tapi untuk anak kecil pasti takarannya berkurang dan harganya murah. (nia/ira)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved