200 Juta Perempuan di 30 Negara Menjalani Sunat

Demikian laporan Unicef, lembaga PBB yang mempromosikan hak dan kesejahteraan anak, menjelang hari internasional toleransi nol terhadap sunat perempua

Editor: Alfred Dama
BBC
Kampanye menghentikan praktek sunat perempuan di Pantai Gading pada 2013 lalu. 

POS KUPANG.COM -- Sedikitnya 200 juta anak perempuan dan perempuan dewasa yang hidup di 30 negara, termasuk Indonesia, saat ini telah menjalani praktik mutilasi kelamin perempuan atau sunat perempuan.

Demikian laporan Unicef, lembaga PBB yang mempromosikan hak dan kesejahteraan anak, menjelang hari internasional toleransi nol terhadap sunat perempuan.

Menurut laporan berjudul Female Genital Mutilation/Cutting: A Global Concern, separuh anak perempuan dan perempuan dewasa mengalami praktik sunat perempuan di tiga negara, yaitu Mesir, Etiopia, dan Indonesia.

Temuan ini, yang mengacu pada studi-studi yang lebih kecil serta observasi, membuktikan bahwa sunat perempuan adalah sebuah isu hak asasi manusia global yang berdampak terhadap anak perempuan dan wanita di dunia.

Menurut Unicef, terlepas dari apa pun bentuk yang dipraktikkan, sunat perempuan adalah pelanggaran terhadap hak anak.

"Mutilasi kelamin perempuan berbeda di berbagai wilayah dan budaya, dan beberapa bentuk melibatkan risiko yang membahayakan hidup," kata Deputi Direktur Eksekutif Unicef, Geeta Rao Gupta.

Langgar hak anak perempuan

Dalam setiap kasus, menurut Unicef, sunat perempuan melanggar hak anak perempuan dan perempuan dewasa.

"Kita semua—pemerintah, kalangan profesional kesehatan, pemuka masyarakat, orangtua, dan keluarga—harus mempercepat upaya untuk mengakhiri praktik ini," kata Geeta Rao Gupta.

Data Unicef menunjukkan, anak-anak perempuan berusia 14 tahun dan lebih muda mewakili 44 juta orang yang telah mengalami satu bentuk sunat perempuan.

Pada kelompok umur 14 tahun, prevalensi sunat perempuan tertinggi di Gambia, yaitu 56 persen, Mauritania 54 persen, dan di Indonesia. Di Indonesia, sekitar separuh dari anak-anak perempuan berusia 11 tahun dan lebih muda telah menjalani praktik ini.

Negara-negara dengan prevalensi tertinggi di kalangan anak perempuan dan wanita berusia 15 hingga 49 tahun adalah Somalia dengan 98 persen, Guinea 97 persen, dan Djibouti 93 persen.

Sebelum berusia lima tahun

Di kebanyakan negara, mayoritas anak perempuan disunat sebelum berusia lima tahun.

Angka global dalam laporan statistik sunat perempuan meliputi bahwa jumlah sunat anak perempuan dan wanita hampir 70 juta lebih banyak dibandingkan dengan perkiraan pada tahun 2014.

Hal ini dikarenakan pertumbuhan populasi di beberapa negara dan data representatif nasional yang dikumpulkan oleh Pemerintah Indonesia.

Seiring dengan semakin banyaknya data tentang sunat perempuan yang dapat diakses, perkiraan jumlah total anak perempuan dan wanita yang telah menjalani praktik ini pun bertambah.

Pada 2016, tiga negara memiliki data representatif nasional tentang praktik ini.

"Menentukan besarnya sunat perempuan merupakan hal yang penting untuk mengakhiri praktik ini. Ketika pemerintah mengumpulkan dan memublikasikan statistik nasional tentang female genital mutilation (FGM), mereka dapat lebih memahami bobot isu ini dan mempercepat upaya untuk melindungi hak jutaan anak perempuan dan perempuan dewasa," kata Rao Gupta.

Menurut Unicef, momentum untuk membahas sunat perempuan terus tumbuh.

Tindakan kriminal

Prevalensi sunat perempuan di antara anak perempuan berusia 15 hingga 19 tahun terus menurun, termasuk 41 persen di Liberia, 31 persen di Burkina Faso, 30 persen di Kenya, dan 27 persen di Mesir dalam 30 tahun terakhir.

Sejak 2008, lebih dari 15.000 komunitas dan sub-distrik di 20 negara telah mendeklarasikan bahwa mereka mengabaikan sunat perempuan, termasuk lebih dari 2.000 komunitas pada tahun lalu.

Lima negara telah menetapkan undang-undang yang menjadikan praktik itu sebagai sebuah tindakan kriminal.

Data juga menunjukkan indikasi adanya ketidaksetujuan yang luas terhadap praktik itu karena mayoritas penduduk di negara-negara tempat sunat perempuan terjadi berpendapat bahwa hal itu harus dihentikan.

Mereka yang tidak setuju meliputi hampir dua pertiga anak lelaki dan kaum pria.

Namun, angka kemajuan keseluruhan itu tidak cukup untuk menyamai pertumbuhan populasi. Jika tren saat ini terus berlanjut, maka jumlah anak perempuan dan wanita yang menjadi subyek sunat perempuan akan meningkat signifikan dalam 15 tahun mendatang.

Unicef, dengan UNFPA, bersama memimpin program global terbesar menuju eliminasi sunat perempuan. Unicef bekerja di semua lini dengan pemerintah, komunitas, pemuka agama, dan mitra-mitra lain untuk mengakhiri praktik ini.

Dengan dimasukkannya target untuk menghapus sunat perempuan pada 2030 dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, komitmen komunitas internasional untuk mengakhiri sunat perempuan, kata Unicef, kini semakin kuat. (BBC Indonesia/Kompas.com)

Ikuti terus berita-berita terkini dan menarik dari http://pos-kupang.com  atau http://kupang.tribunnews.com

Like Facebook www.facebook.com/poskupang
Follow Twitter https://twitter.com/poskupang

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved