Harapan Guru 11 Bulan Lagi
Di kementerian mereka mendapatkan data lainnya, bahwa ada guru yang namanya tidak tercantum
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM - Sejumlah guru SMP, SMA/SMK di Kota Kupang sudah cukup lama mempertanyakan dana sertifikasi guru di NTT selama tahun 2015. Tak hanya ke Dinas Pendidikan Kota Kupang, para guru juga sudah mempertanyakan hal itu kepada Walikota Kupang, namun belum terjawab juga. Akhirnya sejumlah guru pergi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.
Di kementerian mereka mendapatkan data lainnya, bahwa ada guru yang namanya tidak tercantum dalam penerimaan dana sertifikasi, namun mendapatkan dana sertifikasi tersebut.
Namun di kementerian itu masalah mereka juga belum selesai. Karena itu, para guru mendatangi dan melaporkan masalah itu ke BPK Perwakilan NTT. Mereka sangat berharap agar pihak BPK NTT dapat segera melakukan audit atas proses dan pencairan dana sertifikasi guru dimaksud.
BPK meminta data yang rinci dari mereka per masalah yang dihadapi setiap guru. Tujuannya, agar penyidik BPK bisa terbantu dalam melakukan audit dimaksud.
Para guru menyanggupi permintaan BPK dengan melengkapi data dimaksud. Namun, BPK menegaskan bahwa BPK tidak bisa melakukan audit khusus terkait dana sertifikasi. Audit baru akan dilakukan BPK bulan Desember 2016.
Pertanyaan kita, di manakah jaksa penyidik yang biasanya tanggap ketika ada informasi tidak resmi tentang dugaan penyimpangan dana? Apakah para jaksa sudah melakukan penyelidikan terhadap dana sertifikasi guru ini mengingat persoalan ini sudah terjadi sejak tahun 2015. Ataukah para guru harus mendatangi jaksa untuk memberikan laporan resmi barulah masalah itu ditindaklanjuti.
Masalah dana sertifikasi guru ini memang menarik. Pasalnya, jika tidak ada soal, mengapa pemerintah terkait tidak bisa memberikan penjelasan yang transparan bagi para guru dimaksud. Dan, jika penjelasan pemerintah sudah baik dan tidak ada soal, mengapa para guru masih tetap beraksi.
Sebaiknya masalah dana sertifikasi guru ini jangan ditarik-ulur. Pemerintah harus segera mencari jalan keluarnya dan memberi penjelasan yang transparan kepada para guru. Jika memang ada guru yang tidak berhak lagi menerima dana itu, tentu guru dimaksud tidak akan teriak jika memang ada aturan yang mengaturnya. Begitu juga jika para guru hanya menerima setengah dari dana sertifikasi yang harus diterimanya, tentu para guru tidak mempersoalkannya jika memang aturannya seperti itu.
Namun bagaimana dengan temuan para guru di Kemendikbud, bahwa ada guru yang tidak ada nama dalam penerimaan dana sertifikasi, namun yang bersangkutan tetap menerimanya. Karena itu, sudah seharusnya jaksa turun tangan untuk mengusut persoalan dana sertifikasi guru ini. Mulailah lakukan penyelidikan untuk bisa membuktikan ada tidaknya penyimpangan dalan pencairan dana sertifikasi guru ini.
Jika jaksa harus menunggu laporan resmi dari para guru, maka para guru jangan ragu lagi. Segeralah melaporkan dugaan penyimpangan dana itu kepada jaksa dan biarkan jaksa yang akan melakukan penyelidikan lanjutan.*