Selamat Bekerja MS GMIT

Srikandi

Menarik perhatian kita karena pada acara penutupan sidang tersebut ada ungkapan dari Master of Ceremony (MC)

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/JUMAL HAUTEAS
Majelis Sinode GMIT periode 2015-2019 

Oleh Pdt. Yuda D. Hawu Haba, M.Th
Melayani di Kantor Sinode GMIT Bagian Perencana, Penelitian dan Pengembangan Pelayanan-BPPPPS GMIT

POS KUPANG.COM - Kamis 1 Oktober 2015 pukul 22.00 Wita, dalam Sidang Sinode GMIT XXXIII di Auditorium Ti'i Langga Permai, Klasis Lobalain-Rote Ndao terpilih empat orang "Pendeta Perempuan GMIT" yakni Pdt. Dr. Mery L.Y. Kolimon (Ketua), Pdt. Agustina Oematan-Litelnoni, S.Th (Wakil Ketua); Pdt. Marselintje Jacoba Ay-Touselak, S.Th (Wakil Sekretaris); Pnt. Mariana Roesmono Rohi Bire, S.Sos, MM (Bendahara).

Menarik perhatian kita karena pada acara penutupan sidang tersebut ada ungkapan dari Master of Ceremony (MC), dan berbagai pihak bahwa di Bumi Nusa Lote ini, terpilih "Srikandi" bagi GMIT empat tahun ke depan (2015-2019).

Pertanyaannya, apakah julukan atau sebutan Srikandi layak dan pantas diungkapkan di awal atau di akhir sebuah peristiwa bersejarah?

Menurut wikipedia.com, "Srikandi" adalah nama salah seorang istri Arjuna (tokoh wayang) yang sangat berani dan pandai memanah; wanita yang gagah berani; pahlawan wanita; atlet wanita, terutama atlet wanita pemanah.

Sejarah atau hikayat yang sebenarnya berarti Srikandi sesosok tokoh wanita tangguh, berkarakter kuat, arif dan tak pantang menyerah. Ia tokoh gemulai [karena dia wanita], namun juga tegas dan berwibawa [karena dia tokoh pejuang tangguh].
Tetapi, benarkah demikian? Cerita tentang Srikandi itu ada dalam dua versi yang berbeda. Kedua versi itu adalah versi Mahabharata [India] dan versi Pewayangan Jawa.

Kedua versi mengatakan bahwa Srikandi adalah putri dari Raja Drupada dengan Dewi Gandawati, dari Kerajaan Panchala. Putri cantik ini merupakan titisan dari Dewi Amba yang tewas oleh panah Bisma. Sesuai Titah Dewata, Srikandi harus dibesarkan dan diasuh serta hidup selayaknya pria, sehingga kadang kala Srikandi pun terlihat seperti manusia berjenis kelamin netral [waria]. Namun perbedaan mulai terlihat ketika Srikandi beranjak dewasa dan memasuki mahligai rumah tangga.

Kisah awalnya, Srikandi lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, yang menginginkan kelahiran seorang anak secara normal. Ternyata, kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.

Srikandi sudah gemar dalam olah kanuragan/keprajuritan dan mahir bermain senjata, di mana ilmu ini diperolehnya dari Arjuna. Tak hanya menularkan kepiawaian bermain senjata dan olah kanuragan, ternyata kebersamaan mereka juga menumbuhkan benih-benih cinta. Arjuna pun kemudian menikahi Srikandi dan beroleh seorang putra.

Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Srikandi tampil sebagai senopati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senopati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, putri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang dendam kepada Bisma.

Dalam akhir riwayatnya, diceritakan bahwa Srikandi tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke kraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.
Dari situlah kemudian, kata 'Srikandi' jadi membudaya. Menjadi familiar dan sering dipergunakan sebagai ungkapan terhadap seorang wanita yang heroik, penuh semangat dan pantang menyerah dalam mengupayakan sebuah kemajuan dan menebar manfaat.

Versi India [Mahabharata] mengatakan bahwa Srikandi [yang dibesarkan ala pria] berpenampilan pria dan menikah dengan seorang wanita. Tentu saja, sang istri [istrinya Srikandi], kaget saat malam pertama.

Selanjutnya, menurut Wikipedia, Srikandi menuai hinaan habis-habisan dari 'istrinya' hingga membuat dirinya berniat untuk 'pergi' dan bunuh diri. Namun niat ini berhasil dicegah dan Srikandi diselamatkan oleh seorang pria bernama Yaksa. Yaksa pun akhirnya berkenan bertukar kelamin dengan Srikandi, hingga Srikandi menjelma jadi seorang pria, dan kembali pada istrinya, hidup bahagia dan punya anak pula.

Masih pada versi ini, dalam sebuah pertempuran dengan Srikandi, Bisma menjadi tersadar bahwa sesungguhnya Srikandi adalah titisan/jelmaan Dewi Amba. Artinya, Srikandi adalah seorang wanita, dan Bisma pantang bertempur apalagi membunuh wanita. Maka dia pun menjatuhkan senjatanya, sementara Arjuna, yang berada di belakang Srikandi, langsung menggunakan kesempatan ini untuk menewaskan Bisma, dengan menembakkan panah penghancurnya.

Akhir riwayat Srikandi, diceritakan bahwa dirinya tewas di tangan Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved