Kekeringan di NTT
Fred Benu: Intervensi Pemerintah Menabrak Kearifan Lokal
Kondisi saat ini, saya kira bukan hal baru bagi kita di NTT. Namun akhir-akhir ini kemungkinan frekuensinya meningkat
POS KUPANG.COM - Terkait kekeringan panjang di NTT berikut pandangan Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Ir Fredrik L Benu, M.Si, Ph.D.
Kondisi saat ini, saya kira bukan hal baru bagi kita di NTT. Namun akhir-akhir ini kemungkinan frekuensinya meningkat. Ini dampak dari El Nino. Minimal dalam satu dekade terakhir kita selalu mengalami kondisi serupa. Kalau hujan tidak ada sampai Februari nanti, maka masalah yang akan muncul adalah rawan pangan dan kelaparan.
Persoalannya, kita tidak belajar dari apa yang terjadi, kurang lebih satu dekade ini. Untuk mengatasi kondisi ini, saya kira sudah cukup sulit atau tidak bisa lagi karena ini alam dan tidak ada manusia yang mampu mengatasinya. Tetapi bukan karena begitu kemudian kita menyerah begitu saja. Tuhan sudah berikan kita kearifan lokal sehingga bisa kita terapkan untuk mengatasi masalah.
Pemerintah tidak bisa lagi memaksakan intervensi program kepada petani yang menitikberatkan pada produktivitas pangan yang tinggi, tetapi tidak didukung dengan ketersediaan air. Selama ini pemerintah hanya fokus mengintroduksi teknologi modern dan mengabaikan kearifan lokal yang sudah sejak nenek moyang kita diterapkan. Bagi petani NTT, memproduksi pangan dengan produktivitas kecil tetapi terjamin ketersediaan pangannya.
Menurut saya masyarakat NTT dengan pola pertanian lahan kering mempunyai mekanisme atau pola tanam secara tradisional. Untuk menyesuaikan kondisi kekeringan di NTT, maka beberapa jenis pangan bisa dikembangkan seperti shorgum atau jagung rote serta jenis tanaman pangan yang tidak banyak membutuhkan air.
Secara tradisional petani kita selalu menanam secara multikultur atau tumpang sari seperti jagung, kacang, labu dan ubi. Apabila jagung gagal, masih ada ubi, masih ada kacang dan labu. Jadi, salah satunya gagal, masih ada yang lain. Ini yang perlu kita kembangkan. Masih ada sedikit kesalahan intervensi dari pemerintah yang mengubah pola tanam menjadi monokultur dengan harapan untuk mengejar produktivitas. Tapi produktivitas dengan introduksi varietas tanaman atau bibit unggul membutuhkan persyaratan seperti curah hujan atau ketersediaan air.
Intervensi pemerintah dengan pola tanam monokultur akan berdampak buruk ketika ada perubahan cuaca atau iklim secara tiba-tiba. Petani gagal tanam dan gagal panen. Akhirnya muncul kelaparan.
Kita tidak boleh menyalahkan petani yang masih memegang pola tanam tradisional. Saya pada September 2015 lalu bicara tentang ketersediaan pangan secara global di Manila, Filipina dan masalah pangan ini menjadi perhatian dunia.
Pemerintah selama ini selalu menabrak kearifan lokal yang dimiliki petani. Untuk jangka panjang pemerintah perlu belajar kearifan lokal dari petani. Sedangkan untuk jangka pendek, pemerintah harus melakukan intervensi seperti menyediakan pangan melalui operasi pasar dan pasar murah, menekan harga pangan di pasaran serta bantuan sosial lainnya seperti beras miskin (raskin).
Kita bukan negara maju sehingga ada asuransi pangan sehingga bantuan sosial sangat perlu. Jika ini tidak diperhatikan, maka dampaknya pada bertambahnya jumlah masyarakat miskin, karena ketika pangan berkurang atau ketersediaan pangan kritis, masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan akan jatuh menjadi miskin. (yel)