Pilkada Serentak 2015
Rudi Rohi: Itu Strategi Politik
Semestinya survei dilakukan seminggu sekali sehingga bisa diketahui elektabilitas setiap calon.
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM, KUPANG - Terkait pelaksanaan Pilkada serentak di NTT tanggal 9 Desember 2015, berikut ini pandangan pengamat Politik dari FISIP Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Rudi Rohi.
Menurut saya fenomena memprediksi prosentase kemenangannya itu sesuatu yang lumrah. Di setiap Pilkada, umumnya pasangan calon (paslon) juga tim sukses selalu melakukan prediksi. Itu sesungguhnya bagian dari strategis politik untuk mempengaruhi massa pemilih.
Paslon juga menggunakan strategi lain seperti lembaga survei tetapi itu pun tidak representatif. Ada dua hal yang masuk dalam proses survei, pertama sifatnya subyektif, dimana tidak secara luas kebenarannya. Kedua, survei dengan durasi yang panjang juga tidak terlalu menyentuh kebenaran.
Semestinya survei dilakukan seminggu sekali sehingga bisa diketahui elektabilitas setiap calon. Bila ini dilakukan maka bisa diprediksi paslon itu mendulang suara signifikan atau tidak. Jadi saya melihat bahwa prediksi persentase dari paslon atau tim sukses itu hanya klaim saja sebagai strategi untuk bisa mempengaruhi pemilih untuk yang menang di survei itu. Tidak ada tolok ukur yang bisa menentukan salah satu paslon mendulang suara untuk memenangkan pertarungan di Pilkada.
Saya melihat potensi konflik pada pelaksanaan Pilkada sangat terbuka. Soalnya paslon dan tim sukses saat kampanye cenderung menjelek-jelekan pasangan tertentu. Materi kampanye yang disampaikan tidak pada upaya mendewasakan masyarakat pemilih. Potensi konflik lain pada tataran sosiologis dimana masih ada perbedaan mayoritas dan minoritas. Ini kalau diperlebar lagi dengan isu dikotomi kedaerahan maka konflik itu sangat terbuka.
Saya melihat ada di beberapa daerah terkait penerimaan sosial budaya, salah satu contoh pasca jajak pendapat di Timor Timur. Ini dampaknya juga ke kita dan kalau direproduksi lagi bisa merobek luka lama. Jadi potensi konfliknya terbuka.
Lalu soal kesiapan penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panwaslu dan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian. Ada beberapa wilayah jumlah aparat keamanan sangat terbatas. Kesiapan penyelenggara harus betul-betul dijamin. Kita tidak mau Pilkada ini menjadi ajang pengadilan jalanan.
Saya berharap penyelenggara berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar seluruh proses penyelenggaraan pilkada berjalan aman dan sukses. Titik yang paling rawan terutama di pedalaman. Kita berharap Pilkada di sembilan kabupaten di Nusa Tenggara Timur tahun ini berjalan aman dan sukses, sebagai awal dari pelaksanaan Pilkada berikutnya di kabupaten yang lain di daerah ini. (yon)
