Pilkada Sebagai Persoalan Demokrasi

Namun, ketika ditanya bentuk demokrasi terbaik, Pram menjawab, demokrasi terbaik sulit diketahui

Editor: Dion DB Putra
NET
ilustrasi 

Kompetisi terbuka yang mengandalkan kekuatan modal pada akhirnya hanya akan melestarikan kekuasaan di tangan salah satu keluarga atau klan yang berkuasa sebagaimana terjadi pada masa ketika feodalisme dipraktikkan dalam sistem sosial masyarakat Indonesia.

Namun, siapa peduli? Toh, kita memang mengalami loncatan dari masyarakat feodal menjadi masyarakat demokratis. Kita belum benar-benar selesai mencabut akar-akar feodalisme sebelum mulai menanamkan tunas demokrasi pada lahan bernama Indonesia ini.

Penguasaan modal menyebabkan terpusatnya kekuasaan pada segelintir golongan yang jelas akan terus berupaya mereproduksi kekuasaannya dengan segala cara. Bukankah kekuasaan itu memberi kenikmatan tersendiri bila digenggam hanya oleh kalangan sendiri? Di era kompetisi terbuka macam sekarang, kemungkinan untuk mempertahankan kekuasaan oleh kelas sosial tertentu menjadi lebih terbuka oleh ketersediaan dukungan modal dan penggunaan mekanisme pasar dalam proses politik.

Kemungkinan ini bisa jadi sudah disadari oleh beberapa kalangan yang peduli pada pelaksanaan demokrasi yang sehat di Indonesia, meski dalam kenyataan upaya mengatasinya belum benar-benar berhasil. Namun, upaya-upaya menyelesaikan pekerjaan rumah bagi penyelenggaraan demokrasi demi mewujudkan tatanan masyarakat yang benar-benar demokratis memang tidak pernah boleh dihentikan.

Apa yang dibicarakan Pram puluhan tahun lampau di Pulau Buru, kini sungguh-sungguh kita hadapi sebagai sebuah tugas, atau barangkali amanah yang harus dituntaskan, daripada menyerah dan membiarkan masyarakat kita menjadi korban penerapan demokrasi yang tidak sesuai arasnya.*

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved