Si Embun Penyejuk

Siapa Sartono? Mungkin banyak di antara kita tidak mengenalnya secara persis.

Editor: Dion DB Putra

Yang lebih memilukan lagi perilaku amoral (asusila) guru seperti kejadian-kejadian yang terekam dari media massa.

Seorang guru Agama di salah satu SD di Magelang tega melakukan pelecehan seksual terhadap anak muridnya sendiri (Metro TV, 29/10/2015), kasus pencabulan siswi di SMPN 2 Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT oleh seorang guru (Pos Kupang, 5/10/ 2015), kasus perselingkuhan kepsek dengan salah seorang guru di salah satu SD di Kabupaten Manggarai Timur, NTT (Pos Kupang, 26/5/2015) adalah potret buram sosok guru yang diagung-agungkan Sartono.

Franz Magnis-Suseno dalam buku 'Tiga Belas Model Pendekatan Etika' (Penerbit Kanisius, 1998) menyebutkan bahwa etika bersumber pada bagaimana seseorang harus bertindak dan lebih dari itu bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Tugas seorang guru selalu berhubungan dengan beraksi (bertindak) yaitu mendidik dan mengajar. Bagaimana seorang guru seharusnya bertindak (mendidik dan mengajar)?

Nasihat filsuf besar Aristoteles baik untuk disimak bahwa etika menggiring kita kepada fase melakukan pertimbangan yang tepat sebelum mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang tepat. Kasus-kasus yang dipaparkan di atas merupakan efek dari kekuatan yang ada dalam diri manusia yaitu akal-budi dan emosi (perasaan). Berdasarkan hal tersebut, David Hume (tokoh utama paham Empirisme) menegaskan yang membuat manusia bertindak ialah emosi, nafsu, dan dorongan spontan lainnya, tak terkecuali guru. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved